Lewati ke konten

UU Desa: Amanat Reformasi dan Desa yang Beragam

Redaksi Desapedia

DESAPEDIA.ID merupakan portal berita yang akan memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap berita, informasi dan pengetahuan terkini tentang desa di seluruh Indonesia

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa atau seringkali disebut UU Desa, pada dasarnya merupakan buah reformasi terkait kebijakan Negara atas desa, atau yang disebut dengan nama lain sebagaimana yang diamanatkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian, Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Untuk menguji apakah amanat itu telah diwujudkan secara sungguh-sungguh, setidaknya ada tiga kata kunci yang perlu dicermati. Semangat reformasi baru dapat dikatakan terpenuhi, dan itu berarti kita telah menghindari kesalahan pada masa lalu (orde baru), adalah jika kebijakan baru tentang desa itu mampu merealisasikan (1) pengakuan atas hak asal-usul, (2) yang bersifat istimewa di hadapan (hak-hak) Negara; di dalam situasi sosial dan budaya yang (3) keberagaman di Nusantara ini.

Inilah inti dari pengakuan dan penghormatan konstitusi Indonesia terhadap susunan asli sebagaimana yang dulu disebutkan dalam Penjelasan II atas Pasal 18 UUD 1945 sebelum mengalami amandemen pada tahun 2000 lalu. Saat ini, pengakuan atas susunan asli itu kembali ditegaskan dalam Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

Secara lengkap Pasal 18B ayat (2) itu berbunyi bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang”. Adapun contoh dari apa yang dimaksudkan sebagai kesatuan masyarakat hukum adat pada Pasal 18B ayat (2) ini adalah apa yang disebut sebagai ‘desa atau disebut dengan nama lain’.

Ada-tidaknya pengakuan atas hak asal-usul dapat dilihat sejauh mana kebijakan Negara mengakui keberlakukan hak-hak bawaan masing-masing susunan asli yang sejatinya meliputi 3 elemen utama. Yakni menyangkut tata organisasi, tata aturan yang digunakan, dan juga pengakuan atas hak-hak atas ulayat atau wilayah adat.

Berdasarkan ’tipe-tipe sosial dan budaya’, kita pun kemudian mengenal desa yang warganya mengadalkan kelangsungan hidupnya sehari-hari melalui kegiatan berburu dan meramu, ditambah sistem berkebun yang amat sederhana, seperti yang banyak dijumpai di Kepulauan Mentawai; pedalaman Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua; desa dengan warga petani ladang berputar, sebagimana yang banyak dijumpai di Pedalaman Sumatera, Sulawesi, Kalimantan; desa-desa petani sawah (Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan), dan desa pesisir dengan warga yang dominan menjadi nelayan, sebagaimana umum dijumpai di wilayah pantai/pesisir pada ribuan pulau yang ada di seluruh wilayah Indonesia. Keragaman masing-masing desa makin diperkaya pula oleh tinggi-rendahnya pengaruh Hindu, Zending dan Missi, Islam, dan ‘Orde Pembangunan’.

Singkat kata, susunan asli di Indonesia sangatlah beragam.  Implementasi UU No. 5/1979 tentang Pemerintahan Desa yang dihentikan keberlakuannya seiring angin reformasi, telah menambah kerumitan keberagaman desa itu. Tim Peneliti Forum Pembangunan dan Pembaruan Desa/FPPD (2007) pernah membuat klasifikasi berdasar tinggi-rendahnya pengaruh adat pada desa-desa (dalam arti pemerintahan desa) di Indonesia.

Hasil penelitian itu menunjukkan ada desa yang pengaruh adatnya masih sangat kuat, ada pula desa yang pengaruh adatnya sudah pudar, yang tinggal hanya ritual-ritualnya saja seperti kenduri dan selamatan. Ada pula yang sesungguhnya tidak ada desa kecuali kelompok masyarakat adat.

(Artikel ini dikutip dari buku “Kembali ke Mandat: Hasil Pengawasan Komite I DPD RI Atas Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa”. Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk rubrik Opini)

Dalam rangka lima tahun terbitnya UU Desa pada 15 Januari 2014, kami menayangkan 8 artikel opini mengenai UU Desa. Diantaranya:

Scroll To Top