Melihat pertumbuhan kasus TB di Indonesia, wajar jika presiden Joko Widodo menjadikan penanggulangan TB menjadi prioritas. Presiden Joko Widodo mengungkapkan saat membuka rapat terbatas ‘Percepatan Eliminasi TBC’ di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (21/7/2020):
“Kita sudah memiliki model untuk Covid, yaitu pelacakan agresif untuk menemukan di mana mereka, harus dilakukan. Ini mungkin kita nebeng Covid, kita juga lacak yang TBC”.
Kasus tuberculosis di Indonesia pada tahun 2019 estimasi sebanyak 845.000 kasus. Ada 63.111 kasus pada anak. berdasarkan data system informasi tuberkolisis terpadu (SITT) per maret 2020 terdapat 11.993 kematian akibat TB. Yang ternotifikasi TB sebanyak 543.874 kasus, terdapat 35 persen kasus TB tidak terlaporkan, dan terdapat 11.117 kasus TB HIV.
Guna mersepon hal tersebut, pemerintah Indonesia bersama 75 negara lain di dunia berkomitmen untuk mengakhiri TB pada tahun 2030. Komitmen itu diantaranya melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2016 Tentang Penanggulangan Tuberkulosis.
Komitmen tersebut dibarengi dengan kebijakan penyediaan 238 Rumah Sakit/ Balai Kesehatan Rujukan TB Resisten Obat. Pemerintah juga mendistribusi alat tes cepat molekuler (TCM) per Februari 2020 terdapat 956 TCM, tersebar di 34 provinsi, 492 kabupaten/kota, dan 917 fasilitas layanan kesehatan terdiri 636 rumah sakit, 16 laboratorium, dan 265 Puskesmas (PKM).
Dengan upaya tersebut, pertanyaanya kemudian, bisakah Indonesia bebas TB pada tahun 2030? Apa yang perlu dilakukan pemerintah Indonesia?
Peran Desa
Sekali tepuk dua lalat, mungkin itu pribahasa yang layak diajukan untuk upaya pemerintah dalam penanggulangan TB bersamaan dengan penangangan Covid-19 sebagaimana yang disampaiakn Presiden. Sudah selayaknya penanggulangan TB menjadi prioritas pemerintah. Penanggulangan TB adalah segala upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif dan preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan atau kematian, memutuskan penularan, mencegah resistensi obat dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat Tuberkulosis.
Selama ini pemerintah berupaya melaksanakan penanggulangan TB yang dituangankan dalam Strategi Nasional Pengendalian TB. Stranas mencakup peningkatan Standar Pelayanan Minimal, pemerintah daerah diwajibkan untuk mengalokasikan anggaran penanggulangan TB.
Pada tahun 2019 pemerintah mengalokasikan anggaran untuk penanggulangan TB sebesar Rp 127 miliar anggaran ini tentu jauh dari cukup, sedang untuk penanggulangan stunting pemerintah mengalokasikan Rp 1,5 triliun.
Faktanya strategi penanganan tuberkolosis masih menjadi persolan serius bagi masyarakat di desa, karena jauh dari pusat layanan tuberkolosis. Layanan tuberkolosis biasanya berada di kota. Layanan kesehatan berbasis desa belum sepenuhnya siap menangani pasien tuberkolosis, kalo toh ada ala kadarnya. Fenomena ini perlu mendapat perhatian lebih dan pemerintah perlu mendorong peran aktif pemerintah desa dalam penanggulangan dan pengendalian TB melalui pembiayaan atau alokasi anggaran yang memadai. Desa peduli TB dapat meningkatkan akselerasi penanggulangan dan pengendalian TB.
Guna optimalisasi desa peduli tuberkolosis, pemerintah melaui kementerian desa, pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi dapat memasukan kedalam prioritas penggunaan dana desa. dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat melek TB, penataan lingkungan, rumah ramah TB, dan bantuan sosial atau bantuan langsung tunai kepada pasien TB.
Menadikan desa peduli tuberkolosis perlu menjadi prioritas kebijakan pemerintah, sebagai bentuk komitmen eliminasi tuberkolosis. Selain itu, komitmen ini juga bagian dari menyelamatkan warga dari tuberkolosis yang sesungguhnya sudah mempandemi sejak lama. ***