Lewati ke konten
Idul Fitri Almalik Pababari Idul Fitri Almalik Pababari

Mandat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Seyogyanya Telah Mengatur Keterbukaan Informasi Publik

Lufti Faurusal Hasan

Komisioner Komisi Informasi Kalbar 2018–2022. Mantan Tenaga Ahli Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) Kalbar.

Mandat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Seyogyanya Telah Mengatur Keterbukaan Informasi Publik - Desapedia

Ilustrasi. (Foto: Ist)

Mandat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa seyogyanya telah mengatur keterbukaan informasi publik. Apa saja?

Berikut saya sajikan beberapa pasal yang saya kutip melalui UU Desa terkait keterbukaan informasi publik desa.

Pertama, sebagaimana diatur dalam pasal 24, yang menyatakan bahwa asas penyelenggaraan pemerintah desa salah satunya adalah keterbukaan.

Selanjutnya, dinyatakan pada bagian penjelasan bahwa yang dimaksud dengan keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan pemerintah desa dengan tetap memperhatikan ketentuan perundang-undangan.

Kedua, pada pasal 26 ayat (4) huruf (d) diatur bahwa dalam menjalankan tugas kepala desa berkewajiban untuk melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme.

Masih dalam pasal dan ayat yang sama, pada huruf (p) diatur bahwa kepala desa juga memiliki kewajiban untuk memberikan informasi kepada masyarakat desa.

Ketiga, pada pasal 27 huruf (d) diatur bahwa dalam menjalankan hak, tugas, kewenangan, dan kewajiban kepala desa wajib memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat desa setiap akhir tahun anggaran.

Keempat, pasal 68 ayat (1) huruf (a) dinyatakan bahwa masyarakat desa berhak meminta dan mendapatkan informasi dalam pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.

Kelima, pada pasal yang mengatur tentang keterbukaan informasi publik desa yaitu pasal 86 ayat (1) dan (5) yang menyatakan bahwa desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi desa yang dikembangkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dan sistem informasi tersebut dikelola oleh pemerintah desa dan dapat diakses oleh masyarakat desa dan semua pemangku kepentingan.

Informasi dari Badan Publik Desa Menuju Desa Mandiri

Desa pasti terbayang hamparan luas padi di sawah, masyarakat yang saling tegur sapa ramah, kerbau atau traktor mengolah tanah, ayam, kambing, sapi, babi berkeliaran dan menyusuri jalan setapak menaiki pegunungan, kemudian nampak segar lompatan air terjun yang sejuk nan jernih ditambah kicauan burung dan berpindahnya beberapa satwa dari ranting pohon yang satu ke pohon yang lain serta keindahan alam lainnya.

Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Pasal 1 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa).

Kehadiran UU Desa di atas memberikan ruang yang luas kepada desa sebagai landasan hukum yang menguatkan upaya memandirikan dan memakmurkan desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Secara tegas Pasal 24 UU Desa menyatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan atas asas: a.kepastian hukum; b. tertib penyelenggaraan pemerintahan; c. tertib kepentingan umum; d. keterbukaan; e. proporsionalitas; f. profesionalitas; g. akuntabilitas; h. efektivitas dan efisiensi; i. kearifan lokal; j. keberagaman; dan k. partisipatif.

Kemudian dalam penjelasan pasal 24 huruf d UU Desa itu dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “keterbukaan” adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam konteks keterbukaan sesungguhnya UUD 1945 telah memberikan jaminan pada pasal 28 huruf F bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Pasal ini juga yang kemudian menjadi dasar utama hadirnya UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik atau yang biasa di kenal dengan UU KIP.

Selaras kata “keterbukaan” atas kehadiran kedua UU di atas penulis mencoba menterjemahkan semangat yang dimaksudkan, mengingat definisi Badan Publik dalam UU KIP Pasal 1 ayat 3 bahwa “Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri”.

Memperhatikan definisi di atas bahwa Pemerintahan Desa disebut badan publik karena telah memenuhi unsur ; 1. lembaga eksekutif; 2. fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara; 3. sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD. Pemerintahan Desa dapat dikategorikan sebagai badan publik karena mengelola dana dari APBN dan APBD, dan menjalankan fungsi-fungsi pelayanan terhadap masyarakat.

Pemerintah Desa harus melakukan pengelolaan dan pelayanan informasi publik karena Pemerintah Desa adalah lembaga eksekutif ditingkat Desa yang memiliki fungsi, dan tugas pokok terkait penyelenggaraan negara di tingkat Desa, dan seluruhan dananya bersumber dari APBN dan APBD. Tapi Standar Layanan Informasi Publik (SLIP) Desa seperti apa yang seharusnya dilakukan Pemerintah Desa?

UU KIP mengamanahkan dibentuknya Komisi Informasi yaitu lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi. Berkenaan dengan keterbukaan informasi desa, Komisi Informasi Pusat telah mengeluarkan Peraturan Komisi Informasi (PerKI) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Standar Layanan Informasi Publik Desa yang telah di Undangkan tanggal 31 Desember 2018 dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1899.

Kemudian muncul pertanyaan, informasi apa saja yang sesungguhnya dapat diakses oleh masyarakat berkenaan dengan Keterbukaan Informasi Publik Desa?

Sejumlah informasi berhak didapatkan masyarakat dan atau Pemerintah Desa wajib menginformasikan, sebagaimana dituangkan dalam UU Desa BAB IX Paragraf 3 Pemantauan dan Pengawasan Pembangunan Desa Pasal 82 ; 1. Masyarakat desa berhak mendapatkan informasi mengenai rencana dan pelaksanaan Pembangunan Desa; 2. Masyarakat desa berhak melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa; 3. Masyarakat Desa melaporkan hasil pemantauan dan berbagai keluhan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa kepada Pemerintahan Desa dan Badan Permusyawaratan Desa; 4. Pemerintah Desa wajib menginformasikan perencanaan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, Rencana Kerja PemerintahDesa, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa kepada masyarakat Desa melalui layanan informasi kepada umum dan melaporkannya dalam Musyawarah Desa paling sedikit 1 (satu) tahun sekali; 5. Masyarakat Desa berpartisipasi dalam Musyawarah Desa untuk menanggapi laporan pelaksanaan Pembangunan Desa.
Kemudian dalam UU KIP secara tegas pada Pasal 3 Huruf a “menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik. Dipertegas kembali dalam PerKI Nomor 1 Tahun 2018 di BAB II – Informasi Publik Desa Yang Wajib Disediakan dan Diumumkan, pada Bagian Kesatu ; Informasi Publik Desa yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala di Pasal 2, Bagian Kedua ; Informasi Publik Desa yang Wajib Diumumkan Secara Serta Merta di Pasal 3 dan Bagian Ketiga ; Informasi Publik Desa yang Wajib Tersedia Setiap Saat di Pasal 4 serta Bagian Kempat ; Informasi yang Dikecualikan pada Pasal 5 dan 6.

Selanjutnya, bagaimana langkah-langkah yang harus dilaksanakan oleh Badan Publik Desa dalam Pelayanan Informasi Publik Desa dan bagaimana masyarakat mendapatkan Informasi Publik Desa?

Masih merujuk kepada UU KIP, sejumlah langkah dimuatkan pula dalam PerKI Nomor 1 Tahun 2018 di BAB III–Pelayanan Informasi Publik Desa, pada Pasal 7 s/d 12 yang berkenaan dengan kewajiban desa membuat Perdes Keterbukaan Informasi Publik, Penunjukan dan Penetapan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), Tanggungjawab dan Wewenang PPID Desa.

Berkenaan dengan cara memperoleh informasi, Pemohon Informasi dapat memperoleh informasi baik secara langsung ketemu atau secara tidak langsung sebagaimana dimaksudkan dalam UU KIP. Namun secara rinci dalam PerKI Nomor 1 Tahun 2018 di BAB IV – Permohonan, Keberatan dan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Desa, memberikan ruang kepada masyarakat sebagai Pemohonan Informasi untuk mendapatkan informasi dimana jika PPID Desa wajib memberikan jawaban tertulis dalam 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan tetapi dapat pula memperpanjang 7 (tujuh) hari kerja dengan alasan tertulis pula.

Pemohon Informasi dapat mengajukan keberatan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah PPID Badan Publik memberikan jawaban jika permintaan ditolak, tidak ditanggapi, informasi yang diterima tidak sesuai dan atau pengenaan biaya yang tidak wajar. Selanjutnya atasan PPID Desa memberikan tanggapan atas keberatan Pemohon Informasi Publik paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya keberatan secara tertulis.

Jika kemudian atasan PPID Desa juga tidak memberikan tanggapan atas keberatan Permohonan Informasi Publik, Pemohon Informasi dapat mengajukan Sengketa Informasi Publik paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterima keputusan atasan PPID Desa.

Terakhir, bagaimana hubungan Keterbukaan Informasi Publik Desa dengan Indeks Desa Membagun (IDM) Status Desa Mandiri?

UU Desa diterjemahkan kedalam Peraturan Menteri Desa PDT dan Transmigrasi Nomor 2 Tahun 2016 tentang Indeks Desa Membangun (IDM)BAB IV – Status Kemajuan dan Kemandirian Desa, Pasal 5 Ayat 1 menyebutkan kemajuan dan kemandirian desa berdasar IDM diklasifikasi dalam 5 status desa yakni ; Desa Mandiri, Desa Maju, Desa Berkembang, Desa Tertinggal dan Desa Sangat Tertinggal.

IDM diatas merupakan Indeks Komposit yang terdiri dari : a). Indeks Ketahanan Sosial (IKS); b). Indeks Ketahanan Ekonomi (IKE) dan c). Indeks Ketahanan Lingkungan (IKL) yang diuraikan kedalam beberapa dimensi dari setiap Indeks dan diterjemahkan kedalam Perangkat Indikator dimana dilapangan berbasis nilai / skor yang dinilai dari sejumlah instrumen yang dituangkan kedalam Kuisioner IDM.
Beberapa perangkat indikator menyebutkan secara jelas tentang Akses Informasi dan Komunikasi termasuk Keterbukaan Informasi Publik Desa seperti partisipasi masyarakat dalam setiap pertemuan warga, keberadaan sarana informasi (papan informasi desa, website, dll) sampai keterbukaan penyebarluasan informasi APBDes di masyarakat.

Beberapa upaya percepatan menuju Desa Mandiri bukan hanya menjadi tanggungjawab Desa saja, kini bahkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Kalbar Nomor 1 Tahun 2019 tentang Percapatan Peningkatan Status Kemajuan dan Kemandirian Desa yang membagi sejumlah tanggungjawab antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Upaya diatas atas dukungan Gubernur Kalimantan Barat mendapat sambutan hangat dari semua pihak bahkan TNI dan Polri ikut memberikan atensi penguatan-penguatan.

Akhirnya sebagai penutup penulis ingin sampaikan bahwa Keterbukaan Informasi Publik merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana dituangkan dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM di Pasal 14 dan melalui UU KIP memberikan ruang bagi masyarakat untuk memperoleh informasi apapun kecuali yang dikecualikan bahkan dapat mengajukan “Sengketa Informasi” ke Komisi Informasi dengan penyelesaian Hukum Acara Komisi melalui Mediasi dan atau Ajudifikasi Non Litigasi dimana keputusan bersifat final dan mengikat.

Scroll To Top