Lewati ke konten
Idul Fitri Almalik Pababari Idul Fitri Almalik Pababari

Apa Kabar Dana Desa?

Fransiskus Xaverius Herry Setiawan

Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Prioritas Dana Desa

Jika pada saat libur lebaran kemarin kita mudik ke kampung halaman pasti akan merasakan hal-hal yang berbeda.

Pertama, infrastruktur jalan yang banyak dibicarakan orang karena viral di media.

Kedua, ada satu hal yang mungkin luput dari pengamatan kita. Pembangunan di desa. Jalan-jalan gang sudah banyak yang diperkeras dengan beton.

Jalan menuju kuburan dipaving rapi dan bersih. Saluran irigasi dibuat sehingga dapat mengaliri sawah. Got-got di tepi jalan yang semula rusak diperbaiki dan dibangun lebih kuat.

Sarana air bersih yang semula belum ada, sekarang sudah mengalir ke rumah-rumah penduduk.

Beberapa tempat ibadah dibangun dan diperbaiki. Bahkan rumah warga yang belum layak sudah dipugar dan direnovasi sehingga pantas ditinggali.

Begitu cepat berubahnya pembangunan di desa di bandingkan beberapa tahun sebelumnya.

Kita mungkin bertanya-tanya dari mana desa mendapatkan dana untuk membangun semuanya itu?

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengamanatkan bahwa pendapatan desa selain bersumber dari pendapatan asli desa juga dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota.

Jumlah alokasi anggaran yang langsung ke desa, ditetapkan sebesar 10 persen dari dan di luar dana transfer daerah.

Kemudian dibagi ke setiap desa dengan mempertimbangkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis.

Setiap tahun Pemerintah Pusat, melalui APBN, telah menganggarkan Dana Desa (DD) yang cukup besar untuk diberikan kepada Desa.

Tahun 2015, Dana Desa dianggarkan sebesar Rp20,7 triliun, sehingga setiap desa rata-rata mendapatkan alokasi sebesar Rp280 juta.

Tahun 2016, Dana Desa meningkat menjadi Rp46,98 triliun dimana setiap desa rata-rata memperoleh alokasi dana sebesar Rp628 juta.

Tahun 2017 Dana Desa kembali meningkat menjadi Rp60 triliun dimana setiap desa rata-rata mendapat dana desa sebesar Rp800 juta.

Untuk tahun 2018, Dana Desa dianggarkan sebesar Rp60 triliun untuk 74.958 desa di seluruh Indonesia, dimana setiap desa rata-rata mendapatkan alokasi sebesar Rp800 juta lebih.

Selain itu, setiap tahun Pemerintah Desa juga menerima Alokasi Dana Desa (ADD). ADD adalah anggaran keuangan yang diberikan kepada pemerintah di desa.

Dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Sumber dananya sendiri dari Bagi Hasil Pajak Daerah dan Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh kabupaten/kota. Jumlahnya paling sedikit 10%.

Jadi berdasarkan perhitungan di atas yaitu, 10 persen dari dan diluar transfer daerah menurut APBN untuk perangkat desa sebesar Rp59,2 triliun.

Kemudian ditambah dengan dana dari APBD sebesar 10 persen sekitar Rp45,4 triliun. Total dana untuk desa adalah Rp104, 6 triliun yang akan dibagi ke 72.000 desa se-Indonesia.

Sehingga diperkirakan setiap desa akan mendapatkan dana sekitar Rp1,4 miliar. Ada desa yang mempunyai pendapatan Rp3 miliar, bahkan lebih.

Ada dua aspek penting menyangkut Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang bersumber dari APBN ini.

Pertama, dalam APBN Tahun Anggaran 2018, Pendapatan Negara dipatok sebesar Rp1.894,7 triliun. Rp1.618,1 triliunnya berasal dari Penerimaan Perpajakan dan Rp1.424 triliun berasal dari Penerimaan Pajak.

Jadi dapat dikatakan bahwa DD dan ADD sebagian besar dari pajak yang dibayar oleh rakyat. Hasil pembayaran pajak dikembalikan lagi kepada rakyat dalam bentuk DD dan ADD untuk pembangunan desa, baik secara fisik maupun non fisik.

Inilah yang mungkin jarang disadari oleh Kepala Desa, Tim Pengelola Kegiatan (TPK), Bendahara Desa, Aparat Desa, maupun Penduduk Desa bahwa DD dan ADD yang mereka dapatkan berasal dari pembayaran pajak seluruh rakyat Indonesia yang harus dikelola, dimanfaatkan, dan dipertanggungjawabkan dengan baik dan benar.

Kedua, karena DD dan ADD bersumber dari APBN/D, tentu saja harus dipertanggungjawabkan penggunaannya kepada rakyat yang telah menitipkan amanah lewat pembayaran pajak.

Dalam setiap rupiah uang DD dan ADD, yang dibelanjakan oleh TPK dan Bendahara Desa, terdapat pajak yang harus dipotong/dipungut oleh Bandahara Desa.

Seringkali Bendahara Desa tidak tahu, lupa bahkan sengaja melakukan pemotongan/pemungutan pajak tetapi tidak menyetorkannya ke kas negara.

Peran fiskus, aparat pengawasan internal pemerintah, aparat kepolisian dan kejaksaan termasuk KPK diperlukan untuk mengawal penggunaan DD dan ADD.

Tugas Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan edukasi mengenai tatacara pengenaan, penghitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak kepada para Bendahara Desa.

Sedangkan tugas aparat penegak hukum mendampingi perangkat desa agar mereka memahami konsekuensi atas setiap pelanggaran dan penyalahgunaan DD dan ADD.

Menurut keterangan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Boediarso Teguh Widodo, pemanfaatan Dana Desa selama periode 2015-2017 mampu menghasilkan sarana dan prasana yang bermanfaat bagi masyarakat.

Hal ini terbukti selama kurun waktu tersebut, pengucuran dana desa telah berhasil membangun 199.100 km jalan desa, 1.599 km jembatan, 325.599 unit sambungan air bersih, 4.656 unit embung desa, 48.271 unit Posyandu, 19.794 unit pasar desa, 43.723 unit PAUD desa, 342.137 unit sumur dan MCK, serta 299.345 unit drainase dan irigasi.

Berdasarkan hasil evaluasi Dana Desa juga mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa yang ditunjukkan dengan menurunnya rasio ketimpangan pedesaan dari 0,34 pada tahun 2014 menjadi 0,32 pada tahun 2017.

Jumlah penduduk miskin juga menurun dari 17,8 juta pada tahun 2014 menjadi 16,31 juta pada tahun 2017. Selain itu, persentase penduduk miskin berkurang dari sebesar 14,17 persen pada tahun 2014 menjadi 13,47 persen pada tahun 2017.

Dengan kerjasama semua pihak, maka pengunaan DD dan ADD diharapkan dapat meningkatkan pembangunan.

Setiap desa bisa melakukan pemberdayaan ekonomi lokal, penciptaan akses transportasi lokal ke wilayah pertumbuhan, dan mempercepat pemenuhan infrastruktur dasar.

Pada akhirnya semua tujuan pembangunan kawasan pedesaan seperti mewujudkan kemandirian masyarakat dan menciptakan desa-desa mandiri dan berkelanjutan bisa menjadi kenyataan.

Sehingga martabat, kehidupan dan perekonomian masyarakat desa menjadi lebih baik dan terangkat. ***

*Tulisan opini di atas dilansir dari laman resmi DJP Kemenkeu (pajak.go.id)

Scroll To Top