Lewati ke konten

Efektifkah Pengawasan Anggaran yang Dikelola Pemerintah Desa?

Ketua Umum Pengurus Pusat Persaudaraan Rakyat Desa Nusantara (Parade Nusantara) Sudir Santoso

Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Persaudaraan Rakyat Desa Nusantara (Parade Nusantara), Sudir Santoso. (Dok)

Jakarta, desapedia.id – Anggaran yang dikelola Pemerintah desa dari tahun ke tahun jumlahnya kian fantastis.

Selain menerima Alokasi Dana Desa (ADD) dari pemerintah kabupaten, pemerintah desa juga menerima kucuran dana dari pemerintah provinsi atau lebih dikenal dengan Banprov (Bantuan Provinsi).

Tak hanya itu, pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) juga ditunjang dari Dana Desa yang berasal dari pemerintah pusat sejak 2015 lalu. Karena itu, tak heran kini pemerintah desa bisa mengelola uang miliaran rupiah per tahunnya.

Sejatinya, dana-dana itu dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Baik itu untuk pembangunan fisik maupun non fisik. Tapi mirisnya justru korupsi yang dilakukan aparatur pemerintah desa–kepala desa dan perangkatnya–semakin masif.

Indonesia Corruption Watch (ICW) sempat mencatat, aparatur pemerintah desa menempati urutan ketiga pelaku korupsi terbanyak pada tahun 2018, setelah pihak swasta (kedua), dan pegawai pemerintah daerah (pertama).

Jika sudah demikian sepertinya peran pengawas kinerja pemerintah desa memang patut dipertanyakan.

Sudir Santoso, Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Persaudaraan Rakyat Desa Nusantara (Parade Nusantara), mengatakan, efektifitas Wasmas (pengawasan masyarakat) akan lebih ampuh jika dibanding Waskat (pengawasan melekat) oleh pejabat terhadap penggunaan Dana Desa.

“Agar masyarakat bisa atau mampu mengawasi Dana Desa maka papan pengumuman atas penerimaan dan penggunaan DD dan ADD (Dana Desa dan Alokasi Dana Desa ) mutlak dan wajib di pasang oleh pemerintah desa setempat disetiap tahun anggaran berjalan,” ujar Sudir kepada Desapedia.id, Minggu (9/6/2019).

Hal senada juga pernah diungkapkan Halilul Khairi, Staf Pengajar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) sekaligus Ketua Departemen Pengkajian Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI).

Menurut Halilul, pengawasan yang dilakukan Inspektorat pemerintah daerah kepada pemerintahan desa tidak akan berjalan efektif.

“Inspektorat pemda mustahil efektif, karena mengawasi OPD (Organisasi Perangkat Daerah) yang puluhan aja kewalahan, apalagi ditambah desa yang [jumlahnya] ratusan,” kata Halilul kepada Desapedia.id.

Dari kacamata Halilul, pengawasan pemerintahan desa yang paling efektif itu dengan melibatkan masyarakat (direct social control). “Dengan pengawasan sosial tidak ada kongkalikong,” tegasnya.

Ada beberapa syarat pengawasan sosial kontrol bisa efektif. Pertama, ada ruang yang terbuka bagi warga untuk mengakses secara langsung terhadap penggunaan dana (Dana Desa, Alokasi Dana Desa, atau lainnya). Dan hal itu perlu ada regulasi yang memaksa.

Kedua, perlu ada mekanisme komplain kepada pemerintah desa.

Ketiga, perlu ada over rule mecanism (aturan mekanisme ) jika komplain tidak ditanggapi oleh pemerintah desa. “Di sini baru inspektorat [pemda] bekerja,” ucapnya.

Halilul menambahkan, untuk tingkat desa, pengawasan langsung dari masyarakat masih efektif karena komunitasnya masih kecil dan proyeknya masih sederhana dan tidak komplek. (Red)

Scroll To Top