Lewati ke konten

Budaya Mudik: Tawarkan Para Perantau untuk Menetap Kembali ke Desa

Dr. Diana Fawzia

Dr. Diana Fawzia, MA, Ketua Pusat Pengkajian Politik dan Pengembangan Masyarakat Universitas Nasional (P4M UNAS). (Dok)

Jakarta, desapedia.id – Mudik selalu menjadi momen yang dinantikan pada akhir Ramadan. Menurut DR. Diana Fawzia, MA, Ketua Pusat Pengkajian Politik dan Pengembangan Masyarakat Universitas Nasional (P4M UNAS), mudik memiliki makna mahabah (perasaan kasih sayang), kebahagiaan kembali ke fitrah; dan asal.

“Budaya mudik mengajak perantau kembali ke desa,” kata Diana kepada Desapedia.id, di Jakarta, Selasa (4/6/2019).

Lalu, bagaimana menempatkan budaya mudik dalam konteks visi membangun indonesia dari desa? “Dengan adanya pembangunan desa, desa bisa jadi lebih menarik dan menjanjikan,” ujar Diana.

Selain berdampak pada perputaran uang dan masuknya uang ke desa, lanjutnya, perantau juga bisa mempertimbangkan untuk kembali ke kota atau menetap di desa. “Perantau bisa melakukan banyak hal di desa yang sudah lebih punya prospek,” tutur Diana.

Kendati begitu, meskipun sudah ada UU Desa sejak 2014 lalu, fakta di lapangan menunjukkan tingkat urbanisasi terus mengalami kenaikan terutama pasca pelaksanaan mudik. Apakah secara sosial, ekonomi dan kesejahteraan desa belum menjadi magnet atau daya tarik?

“Desa harus punya sesuatu yang unik yang tidak ada di kota. Atau ada sesuatu yg bisa dilakukan di desa dan jika digarap di desa akan memiliki nilai tambah ketimbang bila digarap di kota,” jawab Diana.

Dia menilai, pembangunan desa memang sudah on track. Tapi yang belum dioptimalkan adalah gerakan masyarakat desa dan memunculkan pemimpin desa yang bisa menggali keunikan desa untuk dikembangkan dan dijual.

“Selain itu, pelatihan dan pengawasan penggunaan Dana Desa harus menjadi prioritas. Jangan sampai besaran dana ditingkatkan tetapi penggunaan dan pengawasan kedodoran,” tegas Diana. (Red)

Scroll To Top