Lewati ke konten

UU Nomor 2 Tahun 2020 Mencabut Dana Desa?

Anom Surya Putra

Ketua Umum Perkumpulan Jaringan Komunikasi (Jarkom) Desa

Tarik napas sekuatnya dan ucapkan judul peraturan ini: UU No. 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu No. 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang.

Judul peraturan ini panjang sekali seperti judul makalah. Bahasa hukum yang terdapat dalam ketentuan UU ini mesti hati-hati diinterpretasi terutama berkaitan dengan Dana Desa.

Kaidah hukum Pasal 72 ayat (2) UU Desa memang secara pengetahuan, historis dan pragmatis merupakan hukum yang melegitimasi spirit Dana Desa sebagai Hak Rakyat Desa. Asas hukumnya jelas rekognisi dan subsidiaritas. Kalau pembaca ada yang tanya kedua asas ini, sebaiknya tidak perlu baca tulisan ini. Langsung saja nonton drama korea VIP.

Pasal 28 angka 8 UU No. 2/2020 a quo menyatakan, “ketentuan Pasal 72 ayat (2) UU Desa beserta penjelasannya DINYATAKAN TIDAK BERLAKU SEPANJANG….”

Hukum dogmatik yang teoritis dan nomatif membedakan antara frasa “DINYATAKAN TIDAK BERLAKU” dengan frasa “MENCABUT…”

Pertama, frasa “Dinyatakan Tidak Berlaku Sepanjang…”, dimaknai sebagai: KONDISI tertentu, tapi akibat hukumnya masih diakui. Dana Desa sebagaimana dalam UU Desa tidak berlaku semasa penanganan Covid19 atas dasar kekuasaan PRESIDENmu dan sudah diperkuat oleh kekuasaan DPRmu melalui UU ini.

Seperti kita lihat, contohnya seperti kebijakan BLT DD. Kebijakan DD dalam BLT DD tentu bertolakbelakang dengan asas hukum rekognisi-subsidiaritas dan Pasal 72 ayat (2) UU Desa (mohon jangan diperluas sebagai PENGKHIANATAN UU Desa), karena DD diterapkan dalam skema lain bernama BLT dan bersifat sementara, sepanjang masa penanganan Covid19.

Artinya, selama Covid19 belum selesai, Dana Desa diterapkan dengan gaya BLT, dan bukan sesuai asas hukum rekognisi-subsidiaritas. Dengan demikian secara normatif, Pasal 72 ayat (2) UU Desa untuk sementara hilang kekuatan daya ikatnya semasa pandemi Covid19.

Kedua, frasa “Mencabut…,” maknanya ialah pasal tertentu dalam UU tertentu dinyatakan tidak punya kekuatan daya ikat lagi. Kaidah hukum dalam Pasal 28 angka 8 UU No. 2 Tahun 2020 TIDAK MENCABUT kaidah hukum yang melandasi Dana Desa sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (2) UU Desa.

Kesimpulannya, kekuasaan negara sedang melanggar UU Desa khususnya kaidah hukum mengenai Dana Desa selama pandemi Covid-19, tapi tidak mencabut kaidah hukum Dana Desa dalam Pasal 72 ayat (2) UU Desa.

Krisis hukum atas Desa akan terjadi apabila kekuasaan negara lupa mencabut UU urusan pandemi Covid-19 ini dalam kondisi pandemi sudah reda (atas dasar pertimbangan epidemiologis dan aspek lainnya). ***

Scroll To Top