Lewati ke konten

Strategi Implementasi Ketahanan Pangan di Desa

Thomas Sutana, M.Pd

PLD Kecamatan Delanggu, Klaten

Desa

Pangan telah menjadi kebutuhan pokok manusia. Tanpa adanya ketersediaan pangan yang cukup akan menimbulkan permasalahan serius bagi setiap negara. Bukan hanya persoalan sosial politik yang akan dihadapi oleh negara, tapi juga persoalan kesehatan juga akan jadi ancaman nyata jika masyarakat mengalami kelaparan. Oleh sebab itu, setiap negara akan berjuang keras untuk mengupayakan ketahanan pangan bagi masing-masing negara.

Menurut Global Hunger Index, Indonesia menduduki peringkat 3 dalam tingkat kelaparan. Artinya bahwa masyarakat Indonesia masih banyak yang terancam kelaparan. Sedangkan, menurut Global Food Security Index (GFSI) tahun 2020, Indonesia menduduki peringkat 65 dari 113 negara dalam ketahanan pangan. Pada aspek ketersediaan pangan, Indonesia menduduki peringkat 34. Peringkat ini termasuk lumayan bagus daripada aspek akses (No. 55), pemanfaatan (No. 89) dan ketahanan SDA (No.109 ).

Mengacu peringkat di atas, ketahanan pangan telah menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Tantangan ini makin sulit saat dunia sedang dilanda wabah pandemi dan juga konflik Rusia – Ukraina. Belum ditambah dengan perubahan iklim yang berdampak terhadap pertanian. Perubahan iklim bisa menyebabkan gagal panen. Lahan pertanian makin sempit karena kebutuhan lahan untuk perumahan dan industri mengalami peningkatan.

Sedangkan, secara rata-rata, petani saat ini hanya mempunyai lahan tidak lebih dari 0,5 hektar. Artinya secara bisnis, usaha yang dilakukan oleh petani tidak ekonomis. Juga, jumlah petani di Indonesia makin menyusut. Yang ada hanya petani sudah lanjut usia. Anak-anak muda tidak tertarik lagi dengan dunia pertanian.

Sebagai bentuk usaha menciptakan ketahanan pangan, Kepmendesa No. 82 tahun 2022 muncul untuk menjawab tantangan di atas. Kepmendesa ini memberikan pedoman bagi semua pihak untuk menciptakan Ketahanan pangan di desa. Secara tidak langsung, Kepmendesa No. 82 ini ingin mengembalikan desa untuk back to nature. Harus diakui bahwa pada dasarnya ciri khas sebuah desa adalah pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan. Empat bidang ini tentu saja disesuaikan dengan kondisi geografis masing-masing desa. Misalkan: peternakan sangat cocok dilakukan di desa-desa di Propinsi NTT.

Kepmendesa No. 82 tahun 2022 ini telah memberikan pedoman yang jelas untuk menciptakan ketahanan pangan. Secara garis besar, pedoman ketahanan pangan di desa dibagi dalam 3 aspek, yaitu: ketersediaan, akses dan pemanfaatan Sedangkan menurut FAO, masih ditambah satu aspek lagi, yaitu : Stabilitas. Ketiga aspek di atas dijabarkan lebih lanjut sehingga desa-desa bisa mudah membuat program ketahanan pangan yang tinggal menerapkan penjabaran ketiga aspek.

Aspek ketersediaan bisa mencakup produksi dan transportasi. Pada aspek ini, artinya desa berusaha untuk menghasilkan ketahanan pangan sendiri dengan melakukan kegiatan usaha di bidang pertanian, peternakan, perikanan dan perkebunan. Desa tinggal memutuskan jenis usaha yang cocok dengan kondisi geografis dan juga mempunyai prospek bisnis. Selain itu, desa juga bisa membantu untuk peningkatan produksi pangan yang sudah dijalankan oleh kelompok warga desa. Misalkan: jika sudah ada kelompok budi daya ikan di desa, lebih baik desa bisa mendukung kelompok tersebut daripada desa membangun budi daya sendiri yang dimulai dari nol. Dengan memiliki kemampuan memproduksi pangan sendiri, desa mempunyai ketahanan pangan secara mandiri untuk desanya.

Aspek keterjangkauan (akses) menunjukkan kemampuan seseorang untuk bisa memperoleh kebutuhan pangan. Artinya orang bisa memenuhi kebutuhan secara mudah. Jika kebutuhan pangan susah diperoleh, biasanya disebabkan oleh faktor kemiskinan. Maka, ketika desa membangun kegiatan usaha untuk menciptakan ketahanan pangan, desa secara langsung mewujudkan SDGs desa, yaitu desa tanpa kemiskinan, desa tanpa kelaparan, desa sehat sejahtera, dll.

Terakhir, aspek pemanfaatan mengacu pada bagaimana memanfaatkan hasil pasca panen. Apakah produk hasil panen dijual ke warga dengan harga yang lebih murah? Apakah hasil panen diolah jadi makanan untuk kegiatan PMT di posyandu? Apakah hasil panen diolah lebih lanjut agar punya keuntungan lebih? Desa bisa mewujudkan aspek pemanfaatan setelah desa mempunyai kegiatan di aspek ketersediaan.

Kepmendesa No. 82 tahun 2022 ini tidak menghilangkan roh subsidiaritas dan rekognisi. Kepmendesa No. 82 tahun 2022 ini justru membantu desa untuk mewujudkan visi misi yang dibuat oleh desa, yaitu: menciptakan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Melalui musyawarah desa sebagai sarana demokrasi, desa bisa menentukan dan membuat program ketahanan pangan sendiri mana yang cocok. Pemilihan jenis kegiatan ketahanan pangan tentunya mendasarkan pada aspek partisipasi, mandiri, gotong royong, keberlanjutan, dll.

Di tengah adanya ancaman krisis pangan, program ketahanan pangan di desa merupakan salah satu bentuk upaya mengantisipasi ancaman krisis pangan. Semoga, desa-desa makin menyadari betapa pentingnya ketahanan pangan di desa dan desa berusaha secara nyata mewujudkan program ketahanan pangan. Semoga, desa berhasil menciptakan ketahanan pangan untuk desanya.

Delanggu, 21 Agustus 2022

Scroll To Top