Lewati ke konten

Menyiapkan Pengelolaan Persampahan yang Efisien, Produktif, Good Corporate/Financial Management dan Menguntungkan

Novel Abdul Gofur

Ahli Tata Kelola Kepemerintahan (Governance / Institutional Specialist)

Pengelolaan Persampahan yang Efisien, Produktif, Good Corporate dan Menguntungkan

Pengelolaan PPK-Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dalam pengelolaan persampahan pada dinas / SKPD di kabupaten dan kota di Indonesia belum banyak dibuat.

Padahal, penerapan PPK-BLUD banyak manfaatnya, selain penerapannya yang menggunakan prinsip efisiensi, high productivity, good corporate/financial management dan (bahkan) dibolehkan untuk profit seeking (tanpa mengabaikan prinsip utama [jaminan] pelayanan publiknya).

Pengelolaan pelayanan umum yang disandingkan fungsi regulatory bersamaan dengan fungsi operasi pemberian pelayanan, pada titik tertentu akan menemukan conflict of interest, yang mengakibatkan pelayanan itu tidak professional dan output/keluaran pelayanan tersebut sangat tidak maksimal.

Pelayanan kebersihan persampahan yang saat ini jauh dari sempurna, bahkan baik sekalipun, amat patut mencoba penerapan PPK BLUD di Dinas / SKPD nya guna prinsip-prinsip diatas diaplikasikan, dan jasa/barang yang dihasilkan melewati batas kewajaran/baik, bahkan tembus pada tataran kepuasan.

Menuju PPK-BLUD di Dinas / SKPD di Kabupaten dan Kota tidak mudah, karena ada peraturan pedoman di tingkat kementerian (Permendagri) yang dirasa tidak mendukung / selaras dengan peraturan diatasnya, yaitu Peraturan Pemerintah (PP), baik itu PP mengenai BLUD itu sendiri ataupun PP mengenai Pengelolaan Keuangan Daerah-nya.

Menjadi penting untuk PPK BLUD diterapkan secara massif di kabupaten dan kota di Indonesia guna fungsi operasi pelayanan umum kepada warga menjadi baik.

Untuk itu, sudah barang tentu melalui upaya revisi / merubah pasal yang ada di Permendagri itu menjadi penting adanya, yaitu merubah pasal atau menambah pasal untuk Dinas / SKPD dapat menerapkan PPK-BLUD.

Umum

Semenjak dilaksanakan perubahan sistem kepemerintahan di Indonesia pada awal tahun 2000-an yang mana ditandai dengan diterapkannya pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia, serta gemuruh Reinventing Government-nya David Osborne dan Ted Gaebler (dalam bukunya Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector) yang membisingkan birokrasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada awal-awal tahun 2000-an tersebut, telah membuat pemangku kebijakan dalam hal ini pemerintah dan DPR untuk merubah pola pelayanan umum di berbagai bidang untuk menuju prinsip Good Corporate Governance tersebut.

Semangat ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang (UU) No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU), serta PP No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Melalui keempat peraturan perundang-undangan ini, babak baru pemberian pelayanan publik/umum kepada masyarakat telah terjamin untuk dikelola dengan efisien, produktif dan (bahkan) menguntungkan, dan tentunya memuaskan masyarakat yang menerima pelayanan umum tersebut.

Pelayanan umum ini dapat dilakukan oleh Lembaga/Kementerian di tingkat Pusat, Dinas atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Prinsipnya ini dapat dilakukan apabila kementerian/dinas yang secara Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI)-nya / (Rencana Strategis/Renstra-nya) mempunyai unsur pemberian pelayanan/services kepada internal organisasi / kementerian/ dinas-nya, atau bahkan juga kepada masyarakat umum.

Harapan besar muncul atas terbitnya peraturan perundang-undangan ini, dan menjadi tanggung jawab pemerintah (pusat s/d kabupaten/kota) untuk menyelenggarakan pelayanan umum yang paripurna kepada masyarakat luas, salah satunya adalah pelayanan umum kebersihan persampahan yang sampai saat ini performa pelayanannya masih sangat amat jauh dari sempurna, bahkan baik sekalipun.

Quasi-Public Goods

Seperti diketahui bahwa pelayanan umum itu dapat didasari pada public goods atau private goods.

Untuk konteks pelayanan umum yang berkategori public goods antara lain

  • jalanan umum seperti jalan raya
  • fasilitas selokan/drainase di perumahan atau jalan-jalan
  • gedung sekolah negeri SD – SMA
  • lampu-lampu jalan raya
  • pertahanan dan keamanan (TNI dan POLRI)
  • fasilitas untuk ramalan cuaca yang dikeluarkan oleh BMKG
  • pembangunan mercusuar
  • pembangunan buoyant devices untuk tsunami warning, dan lain-lainya

Untuk pelayanan umum yang bersifat private goods adalah

  • penggunaan jalan tol
  • pelayanan jasa kesehatan Rumah Sakit Swasta
  • menggunakan angkutan Kereta Api Super Cepat Jakarta – Bandung
  • penggunaan kapal ferry cepat (speed boat) untuk penyebrangan antar pulau, dan lain-lainya

Secara prinsip, menikmati pelayanan umum dengan kategori public goods itu tidak dapat dinikmati secara langsung, dan umumnya dinikmati secara bersama-sama, contohnya jalan (raya) umum, keamanan dan pertahanan, dan lain-lainnya.

Untuk kategori private goods, pada saat pelanggan / masyarakat umum ingin menggunakan jalan tol, maka prasyarat utamanya adalah pembelian jasa/barang tersebut dengan nilai rupiah tertentu. Barang / pelayanannya langsung diterima atau dinikmati langsung oleh pelanggan atau pemakai jalan tol tersebut.

Dengan dinamika pelayanan umum yang berkembang di kalangan pemerintah, dan maraknya semangat pelaksanaan good corporate governance di sektor birokrasi, perlahan operasional pelayanan umum untuk public goods beralih menggunakan pola pelaksanaan penyelenggaraan pelayannnya ke private goods.

Pola management keuangannya yang beralih, tetapi masih kategori public goods, itu dinamakan quasi-public goods.

Esensi dari quasi-public goods adalah mekanisme pengelolaan penyelenggaraan untuk tersedianya public goods-nya (barang dan jasa) dilakukan dengan prinsip / ciri-ciri seperti pengeloaan usaha di sektor swasta.

Efisiensi, high productivity, good corporate-financial management, dan profit seeking merupakan beberapa ciri-ciri pengelolaan usaha bersifat swasta.

Dalam konteks birokrasi pemerintah, baik itu di tingkat pemerintah pusat yaitu kementerian, serta provinsi dan kabupaten/kota yaitu dinas, quasi-public goods diketemukan juga.

Contohnya untuk di sektor kesehatan, semisal RSUD yang selevel Badan / Dinas di tatanan Pemerintah Provinsi / Kabupaten/Kota itu dapat melaksanakan pola pengelolaan pelayanannya dengan menggunakan quasi-public goods

Atau dalam konteks pengelolaan keuangan negara dan keuangan daerah di kenal dengan Badan Layanan Umum (BLU) untuk kementerian, dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) untuk provinsi dan kabupaten/kota.

Prasyarat utama untuk kementerian di pemerintah pusat atau dinas-dinas di pemerintah daerah untuk menerapkan BLU/BLUD adalah kementerian atau dinas tersebut harus memberikan pelayanan umum (apakah itu jasa atau barang), dan perubahan menuju BLU/BLUD itu terdapat pada Pola Pengelolaan Keuangan-nya (PPK).

Untuk itu, apabila dinas menerapkan BLUD untuk jasa pelayanan tertentu, maka dalam konteks pengelolaan keuangan daerah dikenal sebagai Pola Pengelolaan Keuangan BLUD (PPK – BLUD).

Scroll To Top