Lewati ke konten
Idul Fitri Almalik Pababari Idul Fitri Almalik Pababari

Terlalu Banyak Regulasi, Pemerintah Desa Jadi Sibuk dengan Laporan, Laporan, Laporan

Terlalu Banyak Regulasi, Pemerintah Desa Jadi Sibuk dengan Laporan, Laporan, Laporan - Desapedia

Dr. Sutoro Eko Yunanto, M.Si (kiri) saat bersama Presiden RI Joko Widodo (dok)

Jakarta, desapedia.id – UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa telah memandatkan adanya Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Dana Desa merupakan sumber penerimaan yang melekat pada Desa dan menjadi tanggungjawab pemerintahan desa untuk menggunakan dana tersebut sesuai kepentingan masyarakat desa.

UU Desa juga tidak memandatkan adanya peraturan dibawah UU Desa yang mengatur lebih lanjut pelaksanaan Dana Desa. Namun demikian, alih–alih menyederhanakan regulasi tentang Dana Desa, pemerintah ketika itu malah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 60 tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja dan Negara (APBN).

“ini salah kaprah, jungkir balik dan distorsi. Jangan yang teknis mendahului yang politis. PP nomor 60 inilah yang menjadi pintu masuk yang disebut proyek dana desa. Desa akhirnya banyak dikeroyok oleh pemburu rente”, tegas Ketua Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD “APMD”) Yogyakarta, Dr. Sutoro Eko saat menjadi Pembicara pada diskusi online yang digelar oleh Pojok Desa pada Selasa (18/8) lalu.

Dalam diskusi yang disiarkan secara langsung oleh TV Desa, Dr. Sutoro Eko menilai, dengan kondisi tersebut maka tantangan sekarang adalah munculnya birokratisasi desa.

“Terlalu banyak perda dan perbub yang malah menambah birokrasi di desa. Ini realitas, bahkan terlalu banyaknya peraturan ke desa malah melawan rekognisi dan subsidiaritas yang diamanatkan dalam UU Desa. Akibatnya, jika Pak Jokowi slogannya kerja, kerja, kerja, desa kini sibuk dengan laporan, laporan, laporan. Dana desa adalah sumber penerimaan yang melekat dan menjadi tanggungjawab desa, yaitu digunakan untuk mengatur kepentingan masyarakat setempat, bukan laporan,  laporan, laporan.”, ucapnya.

Karena itu, menurut Sutoro Eko yang akrab disapa Pak Guru ini, sikap politik Pemerintah dan Parlemen kepada desa harus jelas.

“Desa memiliki cara, negara membuat aturan yang sederhana. Mengedukasi desa jauh lebih penting daripada memberikan regulasi yang terlalu banyak”, ujar Sutoro yang juga pernah menjadi Tim Ahli Pembentukan UU Desa.

Ketika menyinggung soal UU nomor 2 tahun 2020 tentang penanganan Covid–19 yang menyatakan Dana Desa tidak berlaku lagi, Sutoro Eko mengatakan UU nomor 2 tahun 2020 menyatakan Dana Desa yang sesuai dengan UU Desa tidak berlaku lagi.

“Kalau konsisten gunakan UU nomor 2 tahun 2020 ini maka tidak ada lagi dana desa. Ibarat seluruh tubuh, dana desa adalah nyawanya”, tegasnya.

Kini Dana Desa telah menjadi BLT Dana Desa untuk menangani dampak pandemi Covid–19. Menurut Sutoro Eko, sekalipun awalnya mendapat protes dari para perangkat pemerintah desa, kebijakan BLT Dana Desa tetap dilaksanakan oleh pemerintah desa.

“Meskipun orang kita itu punya penyakit kolonial dan menjadi konstruksi yang terbangun dalam melihat desa, yaitu menganggap orang yang dibawah adalah bodoh, malas dan suka mencuri. Belum lagi data yang semrawut, desa yang disalahkan. BLT semrawut desa juga yang disalahkan. Desa tetap saja budiman, menjalankan BLT Dana Desa”, imbuhnya. (Red)

Scroll To Top