Lewati ke konten

Masalah Dana Desa Sudah Masuk Ranah Politik dan Hukum, Prof Djo Minta Mahfud MD Dialog dengan Asosiasi Kades

Jakarta, desapedia.id – Mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Otda Kemendagri) yang juga Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Prof Dr Djohermansyah Djohan dalam keterangan persnya kepada desapedia.id dan sebuah media online daerah pada Minggu (12/7), dengan tegas menyatakan meminta Menko Polhukam Mahfud MD untuk turun tangan menyelesaikan masalah peniadaan dana desa dan menggelar dialog dengan asosiasi kepala desa.

Menurut Prof Djohermansyah, gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang sudah dilayangkan oleh Parade Nusantara itu sebaiknya dilakukan ketika tidak ada titik temu dengan pemerintah melalui dialog.

Masalah Dana Desa yang bersumber dari APBN ini berawal ketika Pemerintah bersama DPR mengesahkan UU Nomor 2 tahun 2020 tentang Penetapan Perpu No. 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid–19 dan atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian dan atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi UU.

Di pasal 28 angka 8 UU tersebut berbunyi:

Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku maka Pasal 72 ayat (2) beserta penjelasannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 20l4 tentang Desa dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan kebijakan keuangan negara untuk penanganan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang–Undang ini.

Sedangkan Pasal 72 ayat 2 UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa berbunyi:

Alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bersumber dari Belanja Pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis Desa secara merata dan berkeadilan.

Pada bagian penjelasan pasal ini berbunyi:

Besaran alokasi anggaran yang peruntukannya langsung ke Desa ditentukan 10% (sepuluh perseratus) dari dan di luar dana Transfer Daerah (on top) secara bertahap. Anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dihitung berdasarkan jumlah Desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan Desa.

Prof. Djohermansyah Djohan menilai UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang pengesahan Perppu No 1 Tahun 2020, khususnya pasal 28 angka 8, meniadakan dana desa yang dikelola oleh masing–masing desa selama pandemi Covid–19.

Menurutnya, karena masalah dana desa ini sudah masuk ranah politik dan hukum, Prof. Djohermansyah meminta saatnya Menko Polhukam Mahfud MD turun tangan menyelesaikannya.

“Anggaran yang dialokasi untuk dana desa untuk pembangunan infrastruktur di desa disalurkan pemerintah pusat dalam bentuk BLT. Bahkan peniadaan dana desa itu tidak jelas sampai kapan akan berlangsung. Karena dalam UU itu hanya disebutkan sampai ekonomi kembali stabil”, ungkapnya.

Prof Djo, sapaan akrabnya, mengatakan hal ini malah menjadi menjadi pertanyaan, bagaimana dengan desa–desa yang desanya tidak ada wabah Covid-19?

“Sampai kapan dana desa itu ditiadakan juga harus jelas, tidak ngambang,” ujar Prof Djo.

Pemerintah pusat kata Prof Djo, harus menghormat otonomi desa, karena pelaksanaan otonomi secara utuh itu hanya dimiliki pemerintah desa.

Prof Djo menambahkan, hanya desa yang memiliki otonomi secara penuh, sebelum republik ini ada, desa–desa itu sudah ada. Bahkan, Prof Djo melanjutkan, seorang sosiolog Belanda pernah menyebut desa di Sumatera Barat yang disebut Nagari adalah republik–republik kecil.

“Karena itulah saya meminta Menko Polhukam Pak Mahfud MD bersama menteri terkait duduk bersama dengan kepala desa melalui asosiasinya guna membicarakan masalah dana desa ini”, ungkapnya. (Red)

Scroll To Top