Lewati ke konten

Pasirsari Menuju Desa Mandiri

Kepala Desa Pasirsari Lamjah Hertansyah

Kades Lamjah Hertansyah sedang menerima penghargaan (DESAPEDIA.ID)

Siapa kepala desa di Kabupaten Bekasi yang selalu standby di kantornya? Tidak sulit menjawab pertanyaan itu.

Berdasarkan survei lapangan DESAPEDIA.ID, dari 180 Kades yang ada di Kabupaten Bekasi, hanya Kades Pasirsari, Lamjah Hertansyah yang paling rajin ngantor setiap harinya.

Tak hanya Kadesnya saja yang rajin ngantor, pelayanan desanya pun patut diacungi jempol. Desa yang berada di Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat ini, membuka pelayanan 24 jam nonstop kepada masyarakatnya.

Menurut Lamjah, program layananan 24 jam dilakukan karena Pasirsari memiliki kawasan industri yang sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai buruh pabrik.

“Pasirsari tetap membuka pelayanan pada malam hari. Jadi jika ingin mengurus berbagai administrasi dari pemerintah desa, mereka tidak perlu mengambil libur atau cuti kerja,” terang Lamjah, beberapa waktu lalu.

Program lainnya yang tak kalah menarik, Desa Pasirsari juga memiliki gapura dusun dengan menggunakan running text.

“Di pinggir jalan semua ada running text, kenapa? Di sini, banyak orang luar daerah yang mungkin mencari alamat saudaranya pada waktu malam hari.

Mau nanya Pak RT tidur, mau bertanya warga sekitar juga tidur. Maka dengan adanya running text, selesailah semua masalah itu,” ujar Lamjah.

Sedangkan di bidang kemasyarakatan, Lamjah juga melakukan inovasi yang positif. Dia telah menggratiskan beras miskin (raskin)−beras sejahtera atau rastra−sejak tahun 2012.

“Saya gratiskan beras Raskin sejak awal saya menjabat sebagai Kades,” ungkap Lamjah.

Selain itu dia memberikan santunan kematian sebesar Rp500 ribu per warga. Tak hanya itu, ada juga bantuan dana untuk acara Maulid Nabi dan Isra Mi’raj.

Satu kegiatannya diberi bantuan Rp1 juta per-majelis taklim. Tercatat, saat ini ada 53 majelis taklim di Pasirsari.

Untuk menunjang inovasi kemasyarakatan itu, tentu saja membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Untuk kegiatan majelis taklim saja dibutuhkan anggaran sebesar Rp106 juta per tahun.

Ditambah lagi dengan menggratiskan raskin, serta santunan warga yang meninggal. Lalu darimana Lamjah mendapatkan anggarannya? “Hasil kerjasama dengan perusahaan-perusahaan dalam bentuk pendapatan asli desa (PAdes),” beber Lamjah.

Lebih jelas lagi, dia menjabarkan, Desa Pasirsari memiliki sekitar 260 perusahaan.

Dengan potensi yang ada itu, Lamjah membuat peraturan desa (perdes) yang menekankan perusahaan yang ada di wilayahnya memberi bantuan dana untuk kas pendapatan asli desa (PADes).

Nah, dari sumber inilah anggaran kegiatan kemasyarakatan Desa Pasirsari dapat dilaksanakan.

Meski begitu, awal implementasi Perdes tentang partisipasi perusahaan tidak semudah membalik telapak tangan. Menurut Lamjah, pihak perusahaan sempat merasa keberatan.

“Tahap pertama, saya seperti pengemis,” keluhnya, mengenang awal Perdes itu dibuat.

Tapi seiring berjalannya waktu, pihak perusahaan mulai merasakan juga manfaatnya.

“Saat itu ada unjuk rasa besar-besaran di semua kawasan industri. Tapi, untuk kawasan industri di Pasirsari justru tidak ada unjuk rasa. Dari situlah terjawab: oh, berarti nilai dari uang yang saya berikan kepada desa dalam bentuk PAdes bisa dirasakan oleh masyarakat sekitar. Akhirnya mereka ngerti, dan kemudian berjalan lancar,” beber Lamjah.

Di sisi lain, Pasirsari juga cukup sukses dalam dalam mengelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Adapun jenis usahanya meliputi perdagangan beras, pembuatan lap majun, pengelolaan air minum isi ulang, dan sebagainya.

Lantaran dinilai cukup berhasil mengelola BUMDes, kini Pasirsari menjadi tempat favorit studi banding dari berbagai daerah di Indonesia.

Dengan demikian, harus diakui sederet kemajuan telah ditorehkan Lamjah dalam membangun Pasirsari. Dia mampu mengoptimalkan potensi desa sebagai sumber PADes.

Karena itu Lamjah ingin menjadikan Pasirsari sebagai desa mandiri. Artinya, Pasirsari tidak selalu bergantung dari pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten dalam pembangunan infrastrukturnya.

“Saya menolak kalau anggaran untuk pembangunan fisik, tapi untuk non-fisiknya seperti buat kesejahteraan perangkat dan masyarakat desa, ya silahkan,” tegasnya.

Alasan penolakan Lamjah cukup logis. Saat ini dana desa yang dikucurkan pemerintah pusat lebih diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur. Sedangkan pembangunan fisik di Pasirsari hampir 80% telah rampung.

Jadi, menurut Lamjah, anggaran dana desa semakin lama mestinya semakin menipis. Bukan justru membengkak. Logikanya, target pembangunan infrastruktur desa secara perlahan tentu akan selesai.

“Terus mau bangun fisik manalagi kalau sudah selesai? Jadi jangan terus-terusan ditambahin duit untuk infrastrukturnya,” ungkap Lamjah.

Dia yakin, meski tanpa ada bantuan dana dari pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten, Pasirsari mampu bersaing dengan desa-desa lainnya.

”Desa diberi kewenangan penuh oleh pemerintah untuk menggali potensi yang ada, jadi bukan selalu mengharap kucuran anggaran,” tutup Lamjah.

Sebagai catatan, pada perlombaan desa tahun 2017, Pasirsari duduk sebagai desa terbaik pertama tingkat Kabupaten Bekasi dan tingkat Provinsi Jawa Barat. Selain itu Pasirsari juga berhasil masuk lima besar desa terbaik tingkat nasional.

(Red)

Scroll To Top