Stunting merupakan sebuah kondisi balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang memadai jika dibandingkan dengan usia. Kondisi ini sesungguhhnya diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak yang telah ditetapkan World Health Organization (WHO).
Perkembangan stunting di Indonesia dalam 5 tahun ini cenderung mengalami fluktuatif. Pada tahun 2017 misalnya, WHO telah menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Asia, yaitu mencapai 36,4 persen.
Baru pada tahun 2018 angkanya terus menurun hingga 23,6 persen. Namun, tahun 2019 angka stunting secara nasional malah tinggi, yaitu 27,67 persen. Sedangkan berdasarkan hasil Survey Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) menunjukan penurunan prevalensi angka stunting di Indonesia dengan selisih sebesar 3,27 persen dari tahun 2019 ke 2021.
Upaya pemerintah dan Pemerintah Daerah termasuk Pemerintah Desa untuk merealisasikan Desa Zero Stunting terus dilakukan demi untuk mencapai target Indonesia Emas 2045 mendatang.
Salah satunya adalah dengan penggunaan Dana Desa yang bersumber dari APBN untuk penanganan stunting di desa melalui penetapan kebijakan penanganan stunting di desa melalui Prioritas Penggunaan Dana Desa sejak 2019, 2020 dan 2021.
Oleh karena itu, pertanyaan besarnya adalah mungkinkah 74.961 desa di Indonesia bebas stunting menuju desa sehat dan sejahtera?
Apa langkah konkret berikutnya dari pemerintah di semua tingkatan untuk mendorong desa–desa bebas stunting ditengah masih terfokusnya kebijakan dan anggaran untuk penanganan pandemi Covid–19 dan pemulihan kesehatan serta ekonomi pasca pandemi.
Narasumber:
- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr. Hasto Wardoyo
- Anggota DPD RI daerah pemilihan Provinsi NTT, Hilda Riwu Kore Manafe, SE, MM
- Ketua Umum Assosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI), Arifin Abdul Majid, MM
- Praktisi Kesehatan, dr. Reisa Broto Asmoro
Host:
Iwan Sulaiman Soelasno, Pendiri DESAPEDIA