Lewati ke konten
Idul Fitri Almalik Pababari Idul Fitri Almalik Pababari

Sebagai Anak Kandung Reformasi, Penguatan DPD RI Adalah Keharusan

Sebagai Anak Kandung Reformasi, Penguatan DPD RI Adalah Keharusan - Desapedia

Wakil Ketua Komite I DPD RI, Fahira Idris (desapedia.id)

Jakarta, desapedia.id – Tepat 1 Oktober lalu, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) memasuki usia yang ke 14 tahun. Desapedia.id berkesempatan berbincang-bincang tentang capaian DPD RI dan tantangan kedepannya bersama Fahira Idris, anggota DPD RI daerah pemilihan Provinsi DKI Jakarta yang cukup vokal dan kini menjabat Wakil Ketua Komite I DPD RI.

Menurut Fahira yang merupakan satu-satunya perempuan anggota DPD RI daerah pemilihan DKI Jakarta ini, menapaki usia DPD yang ke 14 tahun ini dirinya berharap semua elemen bangsa menyegarkan kembali ingatan bahwa DPD RI adalah anak kandung reformasi yang lahir dari tuntutan rakyat untuk mempertegas desentralisasi yang merupakan amanat reformasi. “Jelas sebagai anak kandung reformasi, penguatan DPD RI Adalah keharusan,” tegas Fahira.

Fahira menilai pentingnya menyegarkan kembali ingatan bangsa ini akan hadirnya DPD RI agar semangat untuk terus memperkuat DPD RI tidak pernah surut. Penguatan DPD adalah keharusan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Di negara lain yang menganut sistem bikameral, Senat diberi kewenangan yang besar untuk mengimbangi peran dan posisi DPR.

Penguatan DPD tentu saja bertujuan agar mekanisme checks and balances dapat berjalan relatif seimbang antara DPR dan DPD. Setidaknya, lanjut Fahira, DPD diberi kewenangan meneliti ulang setiap RUU yang diajukan DPR, diberi hak yang sama dalam mengajukan RUU, dan ikut mengawasi pemerintahan. Dengan begini parlemen akan kuat dan rakyat mempunyai saluran alternatif menyuarakan dan memperjuangkan aspirasinya. “Saya usulkan amandemen konstitusi untuk memperkuat DPD RI,” pinta Fahira.

Sebagai pimpinan Komite I DPD RI, Fahira melanjutkan bahwa saat ini di tengah-tengah masa kampanye, Komite I DPD RI tetap bekerja seperti biasa dan produktif berupaya menghasilkan RUU, salah satunya adalah pembahasan RUU Pemerataan Pembangunan Daerah. Di RUU ini, lanjut Fahira, menambahkan diksi politik baru, yaitu daerah timpang.

Terkait RUU ini, Fahira menjelaskan naskah akademik dan draft RUU ini sudah jadi. Peer review sudah dilakukan dengan meminta masukan dan kritikan dari para pakar seperti Prof. Jimly Asshidique, Dr. Syarief Hidayat, Dr. Andi Suratman dari Uni. Tanjungpura, Dr. Robert Endi Jaweng, Prof. Agustinus Fatem, Prof. Mudradjat Kuncoro, Dr. David Pandie, Prof. Fernadin Adegustara dan Prof. Syaiful Bahri. Kegiatan uji sahih terhadap RUU ini juga sudah diselenggarakan di Lampung, Sumatera Utara, Maluku Utara dan Papua Barat.

Sebagai anggota DPD, Fahira berharap DPD RI semakin kuat dengan adanya kewenangan baru yang dimiliki oleh DPD RI sesuai UU No 2/2018 tentang MD3 atau MPR, DPR, DPD dan DPRD. “Kewenangan baru kami yaitu mengawasi dan mengevaluasi Ranperda dan Perda memperkuat posisi politik DPD sebagai wakil daerah,” ujarnya.

Kedepannya, Fahira sangat mengharapkan DPD dan DPR harus lebih sering bersama menyusun UU sesuai amanat konstitusi.

Ketika ditanyakan tentang pencapaian DPD RI selama ini, Fahira mengungkapkan bahwa sebagai wakil daerah, DPD sudah mengajukan kepada pemerintah terkait 176 Daerah Otonom Baru (DOB) yang kini tinggal menunggu Peraturan Pemerintah (PP) dari pemerintah.

Fahira menambahkan, khususnya Komite I, sejauh ini sudah menghasilkan 14 RUU. Diantaranya RUU Desa, RUU Pemerataan Pembangunan Daerah, RUU Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Adat, RUU Daerah Kepulauan, RUU DIY, RUU Hak atas Tanah, RUU Kepegawaian, RUU Otonomi Khusus Bali, RUU Pemilihan Umum Kepala Daerah, RUU Pengadilan Agraria, RUU Pengelolaan Kawasan Perbatasan, RUU Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Cianjur (Kawasan Megapolitan), RUU Hak atas Tanah, dan RUU Pemerintahan Daerah.

Dari aspek pengawasan, lanjut Fahira, hasil pengawasan DPD telah didengar pemerintah kemudian dijadikan perbaikan kebijakan, diantaranya pengawasan terhadap UU Desa, reforma agraria, legalisasi aset, perhutanan sosial, penolakan Komite I terhadap revisi UU ASN, adminduk, dan pertanahan. (Red)

Scroll To Top