Lewati ke konten

Pansus Guru Honorer DPD RI Berharap Presiden Segera Respon Laporan Komnas HAM

Pansus Guru Honorer DPD RI Berharap Presiden Segera Respon Laporan Komnas HAM - Desapedia

Ketua Pansus Guru dan Tenaga Kependidikan Guru Honorer DPD RI, Tamsil Linrung saat memimpin Raker dengan Komnas HAM via zoom meeting

Jakarta, desapedia.id – Panitia Khusus (Pansus) Guru dan Tenaga Kependidikan Guru Honorer Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar Rapat Kerja dengan Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Munafrial Manan pada Rabu (15/9) secara online.

Rapat Kerja yang dipimpin langsung oleh Ketua Pansus, Tamsil Linrung ini membahas tentang penanganan kasus Guru Honorer oleh Komnas HAM.

Munafrizal menjelaskan, Komnas HAM pernah menerima pengaduan dari para tenaga honorer, baik guru maupun non guru.

Pengaduan tersebut antara lain dari Kabupaten Nganjuk, Kota Batam, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sulawesi Barat dan Provinsi DKI Jakarta. Pengaduan juga disampaikan oleh wadah perhimpunan tenaga honorer.

“Sidang Paripurna Komnas HAM Januari 2019 lalu memutuskan pembentukan Tim khusus untuk mendalami dan mendorong penyelesaian kasus guru honorer dengan pertimbangan kasus ini merupakan permasalahan nasional; menyangkut nasib banyak orang, bahkan ada Guru Honorer yang tinggal di toilet; berdimensi pelanggaran hak asasi manusia jika Pemerintah membiarkan kasus Guru Honorer terus terjadi; agar penanganan tidak kasus per kasus dan penyelesaian dari setiap kementerian integratif dan komprehensif”, tegas Munafrial.

Kepada para anggota Pansus DPD RI, Munafrizal menegaskan laporan Tim sudah disahkan dalam Sidang Paripurna Komnas HAM dan sudah disampaikan pula kepada Presiden Joko Widodo serta ditembuskan ke kementerian dan lembaga terkait pada Januari lalu.

“Namun Komnas HAM Belum menerima update apapun dari Presiden terkait laporan kami sampai saat ini. Komnas HAM sudah memberikan aba–aba kepada pemerintah untuk jangan melakukan pembiaran. Ini yang kami sebut pelanggaran HAM bersyarat, artinya jika pemerintah tidak mengambil kebijakan mengangkat para Guru Honorer, maka terjadi pelanggaran HAM.

Pelanggaran HAM yang dimaksud oleh Munafrizal berkaitan dengan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak dan hak atas pendidikan.

Ketua Pansus Guru dan Tenaga Kependidikan Guru Honorer DPD RI, Tamsil Linrung memberikan tanggapannya.

Menurut anggota DPD RI yang berasal dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan ini, Pansus DPD RI berharap Presiden Jokowi segera merespon laporan Komnas HAM soal penyelesaian kasus Guru Honorer.

“Pansus DPD RI berharap Presiden segera merespon laporan Komnas HAM. Terlebih tadi Pak Munafrizal sampaikan untuk keperluan jangka panjang diperlukan Sistem Pengelolaan Guru Nasional yang dibentuk langsung oleh Presiden. Pansus DPD berharap segera ada political action dari Presiden. Karena kenyataannya mandatory spending 20 persen APBN untuk pendidikan ternyata tidak berimplikasi pada kesejahteraan Guru”, tegas Tamsil.

Namun demikian, Tamsil menambahkan, penyeselesaian guru honorer tidak hanya terbatas persoalan angka, namun seyogyanya juga menyentuh sisi nilai–nilai kemanusiaan. Hak dasar memperoleh kesejahteraah seharusnya menjadi pertimbangan utama pemerintah untuk memprioritaskan penyelesaian guru honorer.

“Hasil kajian DPD RI menunjukan bahwa pada kenyataanya tenaga kependidikan honorer juga perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Karena bagaimanapun keberadaan tenaga kependidikan merupakan satu sistem terwujudnya pembelajaran di sekolah”, ungkap Tamsil.

Senada dengan Tamsil, anggota Pansus lainnya, Fernando Sinaga mengatakan rekomendasi dari Pansus DPD RI dipastikan akan memperkuat temuan laporan Komnas HAM.

Setelah mendengar paparan Komnas HAM, Fernando menilai ada satu hal urgent yang harus menjadi rekomendasi kepada Presiden Jokowi. Hal ini untuk memperkuat temuan Komnas HAM yang sudah lebih dahulu disampaikan ke Presiden namun belum ada respon sampai saat ini, yaitu dibutuhkan kebijakan integratif dan komprehensif dari Kemendikbudristek, Kemenkeu, KemenPAN RB, Kemendagri dan BKN RI untuk mengangkat tenaga honorer K1 dan K2 menjadi PNS dan PPPK.

“Peran Presiden sangatlah dibutuhkan karena ini menyangkut para pembantu Presiden yang ternyata regulasi diantara mereka tidak harmonis dan tumpang tindih, penyelesaiannya masih sektoral bahkan per kasus, serta lemah koordinasi dalam menangani Guru Honorer”, tegas anggota DPD RI daerah pemilihan Provinsi Kalimantan Utara ini saat berbicara via telepon dengan awak media desapedia.id. (Red)

Scroll To Top