Lewati ke konten

Ini RUU Pemerataan Pembangunan Daerah yang Diinisiasi Komite I DPD RI

M. Nur Sholikin

Pengajar STHI Jentera, M. Nur Solikhin (FOTO/Dok/Twitter)

Ternate, desapedia.id – Komite I DPD RI telah tuntas menggelar Uji Sahih Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemerataan Pembangunan Daerah secara serentak di Provinsi Sumatera Utara, Lampung, Maluku Utara dan Papua Barat, Selasa (2/10/2018).

Lalu seperti apa RUU Pemerataan Pembangunan Daerah ini ?

Salah satu tim ahli RUU Pemerataan Pembangunan Daerah yang sehari-hari menjabat Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), M. Nur Sholikin memaparkan mengenai isi RUU tersebut, di acara Focus Group Discussion (FGD) Uji Sahih RUU Pemerataan Pembangunan Daerah, di Ternate, Selasa (2/10/2018).

Sholikin mengatakan antusiasme publik terhadap RUU ini cukup besar. Bukan hanya di uji sahih, melainkan juga ketika RUU ini didiskusikan di Provinsi Kalimantan Barat dan Sulawesi Tengah beberapa bulan sebelumnya.

Lalu dalam Forum Peer Review minggu lalu, lanjut Sholikin, mendapat perhatian yang cukup baik dari para pakar yang diundang untuk memberikan masukan atas RUU ini. Diantaranya dari Prof. Jimly Asshiddiqie, Dr. Syarief Hidayat, dan Prof. Mudrajad Kuncoro.

Dasar pemikiran dari RUU ini, jelas Sholikin, dilatarbelakangi oleh kewajiban negara mewujudkan kesejahteraan yang adil dan merata serta perlunya pembangunan khusus untuk mengurangi ketimpangan tajam antar daerah. Pemikiran lainnya yang sangat penting adalah peraturan perundang-undangan yang ada saat ini belum memadai.

“RUU ini bertujuan mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat dengan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah timpang melalui pengelolaan pembangunan khusus; mengatasi ketimpangan pembangunan melalui pemerataan pembangunan daerah; dan mewujudkan sinergi pengelolaan pembangunan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat,” terangnya.

RUU yang diinisiasi oleh Komite I DPD RI ini mempunyai prinsip pemerataan pembangunan daerah, antara lain gotong royong, berkeadilan, afirmasi dan berkelanjutan. Afirmasi yang dimaksud, lanjut Sholikin, dalam rangka pemerataan pembangunan untuk mengatasi ketimpangan pembangunan, pemerintah harus menggunakan kebijakan afirmasi yang menjamin terwujudnya pemerataan yang relatif antar daerah.

Apa saja ruang lingkup pengaturan RUU ini? Menurut Sholikin, terdiri dari sasaran pemerataan pembangunan daerah, pengukuran dan penetapan daerah timpang, pemetaan penyebab daerah timpang, strategi pemerataan pembangunan daerah, pembinaan dan pengawasan, dan pelaporan.

“Dari ruang lingkup ini, maka sasaran pemerataan pembangunan daerah adalah kesehatan, pendidikan dan ekonomi,” ujarnya.

Dalam RUU ini juga diatur pengukuran dan penetapan daerah timpang. Sholikin menjelaskan, pengukurannya dilakukan oleh pemerintah pusat dan menggunakan parameter Indeks Pembangunan Manusia (IPM). “Daerah timpang apabila nilai IPM lebih rendah dari IPM rata-rata nasional sebesar 10% atau lebih,” imbuhnya.

Sedangkan penetapan daerah timpang dilakukan oleh presiden, dan berdasarkan data dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang statistik, yaitu Badan Pusat Statistik (BPS).

Terkait pemetaan penyebab ketimpangan, dalam RUU ini pemerintah melakukan pemetaan untuk mencari penyebab ketimpangan. Baru kemudian hasil pemetaan akan digunakan oleh pemerintah pusat melakukan intervensi dalam menyusun kebijakan, program dan kegiatan. Pemerintah kabupaten/kota juga melakukan pemetaan penyebab ketimpangan untuk tingkat kecamatan dan desa/kelurahan.

Dalam strategi pemerataan di RUU ini, dibutuhkan penyusunan dokumen rencana pemerataan pembangunan daerah. Pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota menyusun dokumen rencana pemerataan pembangunan daerah yang memuat kebijakan, program dan kegiatan yang akan dilaksanakan selama lima tahun.

Selanjutnya, presiden menetapkan dokumen rencana pemerataan pembangunan daerah di tingkat pusat yang diintegrasikan dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional jangka menengah dan tahunan.

Karena itu, Sholikin menjelaskan, strategi pemerataan pemerintah pusat mencakup alokasi dana transfer ke daerah timpang, lalu program dan kegiatan penyediaan layanan pemerintahan menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Selain itu, pemerintah pusat juga berwenang mengeluarkan kebijakan ekonomi berupa pemberian insentif, dan kebijakan lainnya dalam rangka penguatan manajemen pemerintahan daerah.

“Strategi pemerataan yang dimiliki oleh pemerintah provinsi mencakup bantuan keuangan, program dan kegiatan penyediaan layanan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi, serta kebijakan ekonomi berupa pemberian insentif,” jelasnya.

Sedangkan bagi pemerintah kabupaten/kota, lanjut Sholikin, strategi pemerataan meliputi pengelolaan keuangan, pelayanan publik, penataan organisasi, program dan kegiatan penyediaan layanan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota, serta kebijakan ekonomi berupa pemberian insentif.

RUU ini juga menjelaskan secara rinci aspek evaluasi, pembinaan, pengawasan dan pelaporan. Menurut Sholikin, Komite I DPD RI dan Tim Ahli telah mensepakati evaluasi dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota setiap tahun.

Pemerintah pusat juga memberikan insentif bagi daerah yang berhasil melaksanakan strategi pemerataan pembangunan daerah. Termasuk, menetapkan sanksi bagi kepala daerah dan DPRD yang tidak berhasil menjalankan strategi pemerataan pembangunan nasional.

“Dalam aspek pembinaan dan pengawasannya, presiden melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintah daerah provinsi. Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat juga melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintah kabupaten/kota,” paparnya.

Di bagian pelaporan, tambah Sholikin, RUU ini menyebutkan pelaporan dilakukan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dengan menyerahkan laporan pelaksanaan kepada menteri yang dilakukan pada 3 bulan setelah tahun anggaran berakhir. (Red)

Scroll To Top