Lewati ke konten

Penanganan Stunting jadi Sasaran Prioritas SDGs Desa

Penanganan Stunting jadi Sasaran Prioritas SDGs Desa - Desapedia

Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar. (Foto: Dok. Kemendes PDTT)

Lubuk Linggau, desapedia.id – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar memastikan bahwa penanggulangan stunting di desa menjadi salah satu program prioritas pembangunan desa.

Penanganan stunting di desa tercakup dalam tujuan-tujuan SDGs Desa sebagai arah kebijakan pembangunan desa. Diantaranya adalah tujuan SDGs Desa ke-1, tujuan SDGs Desa ke-2, dan tujuan SDGs Desa ke-5. Begitu disampaikan pria yang akrab di sapa Gus Halim ini, pada acara di salah satu televisi swasta nasional, Jumat (12/11).

“Kementerian Desa punya alat kebijakan pembangunan desa yang kita sebut dengan SDGs Desa, disitu ada 18 goals. Goals pertama dan kedua terkait dengan stunting yaitu desa tanpa kemiskinan dan desa tanpa kelaparan. Dua hal ini jelas mengarah pada stunting kemudian bicara tentang goals kelima sanitasi dan air bersih. Ini juga terkait dengan stunting,” papar Gus Halim.

Ditegaskan oleh Gus Halim, bahwa penanggulangan stunting di desa dapat menggunakan dana desa. Menurutnya, kebijakan penangan stunting di desa telah tertuang dalam Peraturan Menteri Desa PDTT tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa sejak tahun 2019, tahun 2020, dan tahun 2021.

“Kebijakan kita terkait dengan prioritas penggunaan dana desa direkomendasikan untuk urusan misalnya penyediaan air bersih dan sanitasi, pemberian makanan tambahan dan bergizi untuk balita itu juga direkomendasikan dalam penggunaan dana desa,” ujar Gus Halim.

Gus Halim menambahkan bahwa peran kepala desa sangat penting dan menentukan dalam penanganan stunting di desa.

Data Kementerian Desa PDTT menyebut pemanfaatan dana desa untuk penanganan stunting dilakukan desa melalui kegiatan pemberian makanan tambahan anak dengan total anggaran pada tahun 2019 sebesar Rp 2,4 triliun, dan tahun 2020 sebesar Rp 1,6 triliun; kegiatan rehab dan operasional posyandu, pada tahun 2019 sebesar Rp 1,7 triliun dan pada tahun 2020 sebesar Rp 4,1 triliun; kegiatan pembelian obat untuk poskesdes dan polindes, pada tahun 2019 sebesar Rp 554 miliar dan pada tahun 2020 sebesar Rp 538 miliar; untuk anggaran operasional bidan desa, pada 2019 sebesar Rp 318 miliar, dan pada 2020 sebesar Rp 57 miliar; kegiatan rehab dan operasional Polindes, pada tahun 2019 sebesar Rp 8,2 miliar, dan pada tahun 2020 sebesar Rp 7,4 miliar; kegiatan rehab dan operasional Poskesdes, pada tahun 2019 sebesar Rp 13 miliar dan pada tahun 2020 sebesar Rp 23 miliar.

“Dana desa sangat bisa digunakan pelatihan pemantauan kesehatan ibu hamil atau ibu menyusui, bagaimana kita pahami urusan stunting kita bicara tentang seribu hari kehidupan. Bantuan posyandu untuk mendukung kegiatan pemeriksaan berkala untuk ibu hamil dan menyusui itu juga menjadi bagian dari pemanfaatan dana desa,” sambungnya.

Stunting adalah salah satu permasalahan yang masih terjadi di Indonesia. Pemerintah berupaya menyelesaikan masalah tersebut sebagai salah satu kunci menuju Indonesia emas 2045. Sampai pada tahun 2019, data BKKBN menunjukkan bahwa stunting di Indonesia mencapai 27,67 persen. Meskipun telah turun daripada tahun sebelumnya, namun angka tersebut masih terhitung tinggi karena melebihi batas minimum yang ditetapkan oleh WHO.

Gus Halim menyebut data menjadi kunci utama dalam penanganan stunting. Jika data yang digunakan berasal dari level mikro yang berasal dari desa, maka target pemerintah untuk menurunkan stunting sebanyak 14 persen dapat terwujud.

“Dengan SDGs Desa, sejak tahun 2021 ini desa-desa telah melakukan pendataan mikro level individu dan keluarga, itu dilakukan desa sendiri oleh relawan desa. Jadi, datanya sudah ada di desa,” terangnya.

Tidak hanya itu, kerjasama dari K/L terkait juga berperan besar, salah satunya dari BKKBN. Targetnya pun tidak hanya kepada masyarakat bawah, namun kepada seluruh lapisan masyarakat agar target penurunan stunting benar-benar terwujud.

“Masalah stunting bukan hanya soal makanan bergizi dan seterusnya tapi juga pemahaman. Stunting juga bisa dialami oleh masyarakat kelas menengah. Bukan karena miskin tapi tidak paham dan pola makannya rusak. Makanya pelatihan berkaitan pencegahan stunting juga masuk dalam prioritas pemanfaatan dana desa,” tutup mantan Ketua DPRD Jawa Timur tersebut. (Red)

 

Kembali ke atas laman