Lewati ke konten

Konflik Agraria Masih Marak Di Daerah, Komite I DPD RI: Reforma Agraria Jangan Hanya Sekedar Janji Politik Tanpa Hasil Nyata

Pimpinan Komite I DPD RI

Pimpinan Komite I DPD RI (FOTO/Dok)

Jakarta, desapedia.id – bertempat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar Rapat Kerja dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Dalam rapat kerja yang dipimpin oleh Ketua Komite I DPD RI, Agustin Teras Narang, dari pihak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dipimpin oleh Wakil Menteri ATR/BPN, Surya Tjandra.

Teras Narang menjelaskan, Reforma Agraria diyakini menjadi solusi paling efektif dan adil untuk mensejahterakan masyarakat, membendung urbanisasi, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan memperkuat kemandirian dan ketahanan pangan nasional sebagaimana yang dicita-citakan negara kita yang termaktub didalam Sila ke 5 Pancasila dan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.

Teras Narang yang juga pernah menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Tengah selama dua periode ini melanjutkan, regulasi berikutnya kemudian diatur lebih lanjut kedalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), mengatur dasar-dasar dan ketentuan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria nasional. Dipertegas dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR RI), Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam.

Perlu diketahui bersama, mengingat begitu pentingnya Reforma Agraria bagi kesejahteraan masyarakat, Pemerintah periode 2015-2019 telah menjadikan Reforma Agraria sebagai salah satu agenda utama Pemerintahan yang dicapai melalui dua skema. Pertama, legislasi dan redistribusi lahan seluas 9 juta hektar.

Kedua, program perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektar. Namun realisasi 9 juta hektar tanah yang menjadi target periode 2015-2019 masih rendah, yakni 545.425 bidang atau 412.351 Ha, bandingkan dengan legalisasi yang mencapai lebih 12 juta bidang.

Walaupun sudah ada payung hukum, persoalan agraria masih saja terjadi khususnya konflik pertanahan. Kantor Staf Presiden (KSP) mencatat terdapat 435 kasus agraria yang memiliki dokumen kelengkapan hak atas tanah, sekitar 67 kasus akan segera diselesaikan oleh pemerintah. Sedangkan Kementerian LHK mencatat 320 kasus konflik, di Sumatera 201 kasus, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara 43 kasus, Kalimantan 47 kasus, Sulawesi 13 kasus, Maluku dan Papua 16 kasus (Juli 2019).

Sementara itu, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat, setiap hari terjadi dua konflik agraria pada 2017 atau setidaknya setidaknya 659 konflik dalam setahun. Angka itu meningkat hampir 50% dibandingkan 2016. Persoalan agraria tahun 2017 mencakup lahan seluas 520 ribu hektar dan melibatkan 652 ribu kepala keluarga.

Melihat masih maraknya konflik agraria di daerah-daerah, Komite I DPD RI mendorong adanya legislasi dan regulasi pertanahan yang benar dan berkeadilan, lembaga/administrator negara yang terlatih, sistem administrasi pertanahan yang kuat dan akurat,  peta konflik agraria yang tepat, komitmen dan dukungan pemerintah yang kuat, serta sarana dan prasarana yang memadai.

“Reforma Agraria  patut untuk terus dicermati agar jangan sampai Reforma Agraria hanya sekedar menjadi janji politik tanpa hasil yang nyata”, tegas Teras Narang.  (Red)

 

Scroll To Top