Lewati ke konten

Komite I DPD RI Rampungkan RUU Pemerataan Pembangunan Daerah

Komite I DPD RI Rampungkan RUU Pemerataan Pembangunan Daerah - Desapedia

Rapat pembahasan RUU Pemerataan Pembangunan Daerah (desapedia.id)

Jakarta, desapedia.id – Komite I DPD RI telah menyelesaikan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Pemerataan Pembangunan Daerah. RUU ini di awal proses pembahasan berjudul RUU tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT) yang masuk dalam Long List Prolegnas 2014-2019 dengan nomor urut 82.

Menurut Wakil Ketua Komite I Jacob Esau Komigi, keputusan untuk merubah nomenklatur RUU yang semula RUU Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal menjadi RUU Pemerataan Pembangunan Daerah karena frasa “daerah tertinggal” memunculkan pemahaman dikotomi antara daerah yang tertinggal dan yang tidak tertinggal. Begitu juga dengan frasa “percepatan pembangunan” yang menimbulkan tafsir adanya limitasi waktu dalam prosesnya. Padahal, dalam UU diharuskan berlaku umum dan terus menerus.

“RUU ini diharapkan menjadi payung hukum bagi upaya serius DPD RI dalam upaya mempecepat kesejahteraan masyarakat daerah dan mengentaskan ketimpangan dan kesenjangan antar daerah yang grafiknya masih saja tinggi seiring dengan masih tingginya angka kesenjangan dan ketimpangan secara nasional. Dengan kondisi tersebut sangatlah rawan terjadinya radikalisme dan gejolak sosial. Sehingga RUU ini mampu berkontribusi meredam gejolak sosial yang ada di daerah,” kata Jacob dalam keterangan tertulis yang diterima desapedia.id, di Jakarta, Rabu (28/11/2018).

Disamping itu, Jacob menambahkan RUU ini juga bertujuan mensinergikan pelaksanan program yang mencakup wilayah perbatasan, perdesaan dan transmigrasi.

“Di wilayah perbatasan, perdesaan dan transmigrasi masih banyak ditemukan desa-desa tertinggal yang membuat daerah kabupaten tersebut kemudian masuk dalam kategori daerah tertinggal, yang disertai dengan pengalokasian anggaran khusus bagi pelaksanaan pembangunan daerah yang masih timpang dengan daerah lainnya,” terangnya.

Jacob melanjutkan bahwa RUU Pemerataan Pembangunan Daerah secara umum terdiri dari 9 Bab dan 37 Pasal. Diantaranya sebagai berikut.

Bab I: Ketentuan Umum (4 Pasal); mengatur tentang definisi atau istilah yang menjadi muatan RUU; asas; tujuan; dan ruang lingkup pemerataan pembangunan daerah.

Bab II: Sasaran Pemerataan Pembangunan (1 Pasal); mengatur tentang tanggungjawab pemerintah dan pemerintah daerah dalam mewujudkan pemerataan pembangunan daerah melalui tiga bidang. Yaitu kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.

Bab III: Penetapan Daerah Timpang (2 Pasal); mengatur tentang penetapan daerah timpang dengan parameter Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dimana suatu daerah dikatakan sebagai Daerah Timpang apabila IPM nya lebih rendah dari IPM nasional sebesar 10%. Selain itu, Daerah Timpang ditetapkan oleh Presiden.

Bab IV: Pemetaan Penyebab Daerah Timpang (2 Pasal); mengatur tentang Pemetaan Penyebab Daerah Timpang yang dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Pemetaan dilakukan dengan menggunakan variabel kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan keunggulan daerah/desa/kelurahan.

Bab V : Strategi Pemerataan Pembangunan Daerah (22 Pasal); mengatur tentang strategi pemerataan pembangunan daerah yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, dan kota) yang dilaksanakan selama 5 tahun. Mengatur mekanisme evaluasi yang dilaksanakan setiap tahun. Bab ini juga mengatur mengenai adanya DAK Afirmasi sebagai insentif bagi daerah yang berhasil dalam menjalankan srategi. Selain itu, bab ini juga mengatur pemberian sanksi kepada DPRD yang tidak menjalankan strategi.

Bab VI : Pembinaan dan Pengawasan (2 Pasal); mengatur tentang pembinaan dan pengawasan berjenjang. Presiden membina dan mengawasi pemerintah provinsi, pemerintah provinsi membina dan mengawasi pemerintah kabupaten dan kota. Bagi Daerah Timpang yang tidak berhasil, pemerintah dapat langsung melakukan pembinaan dan pengawasan kepada pemerintah daerah.

Bab VII : Pelaporan (1 Pasal); mengatur tentang laporan pelaksanaan strategi pemerataan pembangunan daerah timpang yang dilakukan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten dan kota Daerah Timpang paling lama 3 bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Bab VIII : Ketentuan Peralihan (1 Pasal); mengatur tentang kebijakan, program dan kegiatan dalam rangka percepatan pembangunan daerah tertinggal yang sudah ditetapkan sebelum undang-undang ini ditetapkan, dan harus disesuaikan dengan undang-undang ini paling lambat 2 (dua) tahun sejak undang-undang ini diundangkan.

Bab IX : Ketentuan Penutup (2 Pasal); mengatur tentang peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemerataan pembangunan daerah tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini.

Menanggapi RUU Pemerataan Pembangunan Daerah yang telah disusun oleh Komite I ini, Wakil Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU DPD RI), Eni Sumarni menyatakan bahwa PPUU telah serius mengkritisi RUU ini dengan membentuk Tim Kerja di PPUU yang diketuai oleh Intsiawati Ayus.

Dalam rapat harmonisasi PPUU dengan Komite I ini, PPUU memberikan beberapa masukan substansi atas RUU Pemerataan Pembangunan Daerah.

Pertama, apabila maksud penyusun RUU ini adalah sebagaimana terdapat dalam ketentuan umum yaitu untuk mengurangi ketimpangan yang tinggi antar daerah, maka PPUU mengusulkan sebaiknya judulnya berbunyi Pemerataan Pembangunan Antar Daerah. Dan Komite I setuju dengan usulan PPUU tersebut.

Sementara itu, Wakil Ketua Komite I DPD RI daerah pemilihan Provinsi Aceh, Fahrul Razi menilai, RUU PPD ini merupakan solusi strategis dalam rangka mempercepat pembangunan agar ketimpangan yang terjadi selama ini dapat di seimbang dengan propinsi lainnya sebagai amanah konstitusi.

Fahrul kemudian memberikan contoh kasus di Kabupaten Singkil. “Kabupaten ini merupakan Kabupaten di Aceh yang harus mendapat perhatian khusus dari masuk dalam kategori ketimpangan. Karena itu perlu ada tambahan DAK Afirmasi dan dukungan pusat terhadap insfrastuktur lainnya,” ujarnya.

Dari rapat harmonisasi ini, selanjutnya akan dilakukan penyempurnaan draft sebagaimana hasil pembahasan awal harmonisasi yang telah dilakukan Tim Ahli RUU dengan Staf Ahli RUU. (Red)

Scroll To Top