Kutai Kertanegara, desapedia.id – Dalam kunjungan kerja Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Surya Tjandra bersama Wakil Ketua Komite I DPD RI, Fernando Sinaga yang sudah memasuki hari keempat, digelar dialog Wakil Menteri ATR/BPN dengan warga Desa Karya Jaya, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Dialog tersebut membahas sejumlah tumpang tindih peruntukan lahan yang menjadi kendala warga transmigran dalam mengelola lahannya.
Persoalan yang terjadi sejak puluhan tahun lalu di Desa Karya Jaya ini dimulai ketika antara tahun 1957–1972 wilayah Desa Karya Jaya ini menjadi wilayah penerima masyarakat transmigran dari Jawa Tengah dan Jawa Barat. Kemudian di tahun 1975, warga transmigran mendapat surat tanah hak garap dan sertifikat hak milik.
Namun demikian, sejak 1978 sampai 2017 kawasan Taman Hutan Rakyat (Tahura) Bukit Soeharto mengalami perubahan luasan.
Awalnya hanya sekitar 33.700 hektar, setelah itu secara bertahap meluas menjadi 64.814 hektar. Sayangnya, hampir sebagain besar lahan yang mengalami perluasan tersebut adalah lahan milik warga Desa Karya Jaya yang masuk dalam Tahura Bukit Soeharto.
Sebagai informasi, Desa Karya Jaya memiliki luas 1.005 hektar. Dengan luas tersebut, pada akhirnya 81 persen wilayahnya masuk kawasan Tahura Bukit Soeharto. Terdapat 124 hektar lahan telah bersertifikat, 114 lahan yang telah bersertifikat tersebut berada didalam kawasan Tahura Bukit Soeharto.
Menanggapi hal tersebut, Surya Tjandra menjelaskan, untuk menyelesaikan masalah ini dibutuhkan kerjasama lintas sektor yang dapat dimulai dari koordinasi dan pemetaan ulang per desa dengan pendekatan partisipatif untuk membereskan tata batas hutan.
“Kalau semuanya tidak dilepas, nanti dibahas bersama berapa yang bisa dilepas sebagai kawasan hutan. Pemerintah sudah membentuk Gugus Tugas Reformasi Agraria (GTRA) yang saat ini sedang memetakan masalah yang ada bersama perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian ESDM. Ada sekitar 22.500 desa di kawasan hutan diseluruh Indonesia. Ini menjadi kendala dalam memenuhi kebutuhan dasar warga desa. Maka Pemerintah perlu datang untuk mencari solusinya. Apalagi saat ini pemerintah telah menerbitkan PP nomor 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah. Kementerian terkait sedang menyiapkan Peraturan Menterinya”, tegas Surya Tjandra yang juga kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini.
Wakil Ketua Komite I DPD RI Fernando Sinaga yang juga hadir bersama anggota Komite I DPD RI daerah pemilihan Provinsi Kaltim, H. Muhammad Idris mendukung langkah Wamen ATR/BPN sebagai Koordinator Pelaksana GTRA yang akan menyelesaikan tumpang tindih status kawasan di Desa Karya Jaya.
“Kami akan mengawal Desa Karya Jaya dan 15 desa lainnya di Kecamatan Semboja sebagai desa percontohan dalam proses pelepasan desa dari kawasan hutan. Ini akan berguna bagi penyelesaian 22.500 desa lainnya yang ada dalam kawasan hutan”, tegas Fernando yang berasal dari dapil Provinsi Kalimantan Utara ini.
Sementara itu, anggota Komite I DPD RI lainnya, H. Muhammad Idris mengatakan, UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa sesungguhnya mempunyai semangat reforma agraria. Agenda reforma agraria inilah yang selama pelaksanaan UU Desa sangat terabaikan.
“DPD RI melihat reforma agraria adalah agenda yang terabaikan dalam pelaksanaan UU Desa selama 7 tahun ini. Semoga dengan diawali dengan penyelesaian tumpang tindih status kawasan di Desa Karya Jaya ini, dapat mendorong lebih maksimal lagi pelaksanaan reforma agraria yang juga diamanatkan dalam UU Desa meskipun tidak eksplisit”, tegas Muhammad Idris. (Red)