Lewati ke konten
Idul Fitri Almalik Pababari Idul Fitri Almalik Pababari

KPPOD: UU Desa adalah Hasil Kerja Besar Bersama

KPPOD: UU Desa adalah Hasil Kerja Besar Bersama - Desapedia

Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng. (Ist)

Jakarta, desapedia.id – Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng, menilai, pembahasan Rancangan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (RUU Desa) adalah tripartit antara DPD RI, DPR RI dan Pemerintah.

“Adapun diluar itu seperti HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia), IRE (Institute for Research and Empowerment) sekalipun, dan lain-lain, mereka hanya pendukung saja. Jadi UU Desa adalah hasil kerja besar bersama yang secara politik dipimpin oleh Pak Ahmad Muqowam (mantan Ketua Pansus RUU Desa). Ini penting, karena tanpa Pak Muqowam juga susah,” kata Robert kepada Desapedia.id, di Jakarta, Selasa (16/4/2019).

Dia menambahkan, “Ada yang mengklaim-klaim (UU Desa), bahkan mereka yang mengklaim itu tidak punya draft sama sekali. DPD RI yang punya draft RUU Desa saja tidak mengklaim, apalagi yang tidak punya draft. Tapi jangan sampai kesan mereduksi peran Pak Muqowam bahwa DPD RI lah inisiator, saya tidak sebut inisiator.”

Robert juga menjelaskan peran DPD RI dalam RUU Desa dan RUU lainnya. Menurutnya, hal-hal fundamental dalam RUU yang dikembangkan pemerintah maupun yang dibahas di DPR RI sebenarnya secara substansi. “Bukan kemudian tidak selalu dilihat DPD-lah yang berkontribusi, itu terlalu jauh. Tapi secara substansi sudah tertampung di dalam RUU versi DPD,” ujarnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, waktu itu yang paling penting ada soal rekognisi yang pertama kali justru dibahas di DPD RI. Kemudian turunan dari rekognisi ini implikasinya fiskal terkait Dana Desa. “Jadi Dana Desa itu bukan pemberian, bukan hadiah, tetapi adalah wujud politik fiskal, politik anggaran negara untuk membantu desa secara langsung,” terangnya.

Dari kacamata Robert, DPD RI sejak itu sudah mencerminkan politik keberpihakan terhadap elemen-elemen penting di tingkat lokal yang selama ini marginal. Misalnya daerah kepulauan yang pernah dibahas dan telah menjadi RUU yang kini pembahasan RUU-nya sedang dalam pembahasan di Pansus DPR RI tentang RUU Daerah Kepulauan.

“Kemudian RUU Daerah Tertinggal, RUU Batas Negara dan Desa. Isu-isu ini kan yang selama ini dianaktirikan. Kemudian DPD hadir, dan buat DPD inilah fungsi sesungguhnya yang tidak dilirik oleh DPR, justru DPD memunculkan isu seperti ini,” paparnya.

Dalam konteks semua RUU tersebut di atas termasuk RUU Desa, Robert menyayangkan bahwa DPD RI memang terbentur dengan kewenangan yang terbatas. “Kemudian secara substansinya menyemangati pembahasan RUU Desa di DPR yang ketika itu dipimpin Ketua Pansus Pak Muqowam. Tetapi tidak kemudian DPD-nya keangkat, karena memang tidak hadir di sana saat pembahasan, dan hanya memberikan pandangan di awal,” katanya.

Selain itu, tampaknya strategi komunikasi politik dan komunikasi publik DPD RI tidak terlalu kelihatan. Sehingga membuat banyak produk-produk DPD RI yang menunjukan keberpihakan pada rakyat itu tidak nampak.

Di samping itu, dengan banyak orang parpol di DPD RI sesungguhnya membuat dilema. Di sisi lain, Robert mafhum bahwa untuk menjadi anggota DPD RI itu harus non-partisan, individual dan perseorangan. Tetapi secara riil politik, DPD RI itu banyak terpilih karena mantan-mantan politisi dari parpol yang mengerti komunikasi politik dan strategi politik.

“Nah inilah yang terjadi pada RUU Daerah Kepulauan. Meskipun belum berhasil, ini memunculkan marwah DPD karena para pemainnya para mantan politisi DPR seperti Pak Muqowam, Pak Benny Rhamdani, Pak Pasek. Mereka inilah orang-orang yang mengerti dengan kamar sebelah (DPR RI),” tutup Robert. (Red)

Scroll To Top