Lewati ke konten
Idul Fitri Almalik Pababari Idul Fitri Almalik Pababari

EKSKLUSIF Wawancara dengan Satgas Dana Desa: Sejauh Mana Perannya dalam Mengawasi Dana Desa?

EKSKLUSIF Wawancara dengan Satgas Dana Desa: Sejauh Mana Perannya dalam Mengawasi Dana Desa? - Desapedia

Redaksi Desapedia.id bersama Anggota Satgas Dana Desa, Erif Helmi (kiri) dan jajarannya. (Desapedia.id)

Jakarta, desapedia.id – Dana Desa yang bersumber dari APBN dalam kurun waktu 2015 sampai 2019 sebesar Rp257 triliun, dan tidak pernah mengalami penurunan setiap tahunnya. Hal ini tentu menjadi capaian yang patut disyukuri khususnya untuk mempercepat pembangunan dan kesejahteraan desa.

Dana Desa sebesar itu diiringi oleh pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana telah diamanatkan dalam UU Desa. Pemerintah melalui Kemendes PDTT kemudian menerjemahkan pembinaan dan pengawasan Dana Desa tersebut melalui pembentukan Satgas Dana Desa sejak Juli 2017.

Kini, tepat di bulan Juli 2019, kiprah dan keberadaan Satgas Dana Desa telah memasuki tahun kedua. Berikut petikan wawancara singkat Desapedia.id dengan Erif Hilmi, Sekretaris Satgas Dana Desa, di Kantor Satgas Dana Desa, Jakarta, Rabu (24/7/2019).

Seperti apa peran Satgas Dana Desa dalam mengawasi Dana Desa di Indonesia?

Bicara tentang Dana Desa, kami ini bekerja lebih pada menangani pengaduan masyarakat. Dalam melakukan pengawasan, kami membagi dalam empat klaster (kelompok) permasalahan.

Pertama tentang regulasinya (aturan). Kadang kala pemerintah desa salah menafsirkan [regulasi], ada juga regulasi yang tidak singkron, atau lainnya.

Kedua, tentang manajemennya (tata kelola). Yaitu bagaimana sistem laporan pemerintah desa. Misalnya, kami temukan, pembagian pekerjaan di dalam pemerintah desa tidak seperti yang diharapankan. Ada desa yang hanya ditangani oleh kepala desanya saja, atau ada juga oleh bendaharanya saja.

Ketiga yaitu tentang SDM-nya. Ini lebih terkait pada kompetensi dan integritas. Misalnya, kurang memahami penyusunan buku kas, atau lainnya.

Untuk keempat, kami kelompokkan dalam lain-lain. Contoh, kami jumpai kondisi geografis desa yang sangat jauh. Dengan kondisi ini, mereka (aparatur pemdes) jika mengambil duit (Dana Desa) langsung sekaligus, padahal kan aturannya harus bertahap. Ini kan bahaya, di jalan bisa saja dirampok orang. Atau contoh lainnya, mungkin saja ada intervensi dari supra desa: bisa dari atasannya, LSM, atau lainnya.

Dari empat permasalahan ini, mengakibatkan tiga hal. Satu pelanggaran hukum administrasi. Misalnya setor pajak tidak tepat waktu, salah ngitung pajak, SPJ-nya terlambat, dan lainnya

Kedua, pelanggaran hukum pidana. Misalnya ada pungli, gratifikasi, penggelapan atau lainnya.

Ketiga, dia tidak melanggar hukum administrasi dan pidana tapi pengelolaannya tidak tertib. Misalkan menyimpan kuitansinya sembarangan, dan ketika kami tanya, mana bukti pembayarannya?tidak ketemu, karena tidak disimpan dengan baik. Alesannya macam-macam, karena tidak punya kantor, disimpan di rumah, atau lainnya.

Lantas apa tindakan dari Satgas Dana Desa?

Kalau kami menemukan dugaan pelanggaran administrasi, maka kami akan merekomendasikan ke Inspektorat Pemerintah Kabupaten.

Sedangkan jika ada dugaan pelanggaran hukum pidana, kami akan teruskan ke APH (aparat penegak hukum).

Nah, kalau pengelolaan administrasinya tidak tertib, maka akan kami rekomendasikan ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) untuk membina, dan jangan dibiarkan.

Permasalahan apa yang selama ini banyak ditangani Satgas Dana Desa?

Pengalaman selama tahun 2018 yang lebih banyak menonjol yaitu dari SDM dan manajemennya (tata kelola). Karena itu kami berpikir perlunya peningkatkan kapasitas melalui pelatihan, tapi tentunya lembaga pelatihannya harus terakreditasi.

Apakah Satgas Dana Desa turun langsung ke lapangan?

Kami turun langsung ke desa jika ada pengaduan. Teknisnya, kalau ada pengaduan masyarakat, kami akan analisis, jika layak, maka kami langsung turun memeriksa. Dulu, kami ingin turun ke desa secara random (acak), tapi karena tenaga kami terbatas, jadi kami mengutamakan yang pengaduan.

Indonesia Corruption Watch (ICW) sempat mencatat, aparatur pemerintah desa menempati urutan ketiga pelaku korupsi terbanyak pada tahun 2018. Apa tanggapan Bapak?

Dari jumlah desa sekitar 74.958 ribu, kami hanya hadir (turun) sekitar kurang lebih 1000 desa, tidak sampai 1 persen, sehingga kami tidak berani mempersentasekannya. Jadi, kami tidak tahu seperti apa perhitungan ICW. (Red)

Scroll To Top