Lewati ke konten
Idul Fitri Almalik Pababari Idul Fitri Almalik Pababari

Bantuan Anggaran Pengawasan dari Pemerintah Pusat untuk Mengawasi Dana Desa Masih Nihil

Jakarta, desapedia.id – Tahun lalu, Komite I DPD RI pernah memberikan catatan kritis atas pelaksanaan UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. menurut catatan Komite I DPD RI yang bersumber dari hasil pengawasannya selama ini, ada 3 persoalan besar dalam pelaksanaan UU Desa. Ketiga persoalan besar tersebut antara lain regulasi, kelembagaan dan Dana Desa yang bersumber dari APBN.

Terkait persoalan Dana Desa yang bersumber dari APBN, seringkali menjadi sorotan yang kuat dari berbagai pemangku kepentingan termasuk media massa.

Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa kepada sebuah media nasional belum lama ini mengatakan, di sektor Dana Desa, kendalanya adalah masih kurang optimalnya pengawasan terhadap Dana Desa.

Sebab, kata Khofifah, anggaran pemerintah kabupaten terbatas, sedangkan bantuan anggaran pengawasan dari pemerintah pusat untuk mengawasi pengelolaan Dana Desa sampai dengan saat ini masih nihil.

Menurutnya, terkait beberapa kendala tersebut, Khofifah meminta bimbingan kepada KPK dan instansi terkait agar rencana aksi yang akan dilanjutkan tahun ini termasuk melakukan pengawasan Dana Desa dapat terlaksana dengan optimal serta bermanfaat kepada masyarakat.

Sementara itu, Kepala Perwakilan BPKP Kalimantan Barat Raden Suhartono dalam pernyataannya di sebuah jaringan media nasional beberapa hari lalu, mengatakan Dana Desa yang meningkat dari tahun ke tahun telah membawa dampak positif dan negatif.

Menurutnya, selain meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, Dana Desa juga bisa menimbulkan permasalahan jika pengelolaannya tidak tertib, transparan, dan akuntabel.

“Karena itu, BPKP memberi perhatian lebih atas pengawasan Dana Desa. DPR RI telah meminta BPKP memastikan bahwa pertanggungjawaban dan pelaporan Dana Desa harus dilaksanakan sesuai dengan standar akuntansi yang ada. Hal yang sama juga disampaikan kepada KPK yang mengindikasikan bahwa pelaporan dan pertanggungjawaban dana desa masih belum sesuai dengan standar akuntansi yang ditetapkan,” ujarnya.

Diakui oleh Raden, sejumlah hal yang telah dilakukan BPKP di antaranya lewat rekomendasi, pengembangan sistem, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan kegiatan bimbingan dan konsultasi. Termasuk workshop yang digelar pihaknya merupakan wujud dari kegiatan bimbingan dan konsultasi.

Raden menambahkan, tahun 2018 lalu bersama Komisi 11 DPR RI, Polda, dan Perwakilan BPK RI telah dilakukan workshop Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) sebanyak 101 kali di 101 kabupaten yang diikuti 21.590 orang. Pesertanya ketika itu terdiri dari kades, camat, OPD, hingga mitra kerja pemerintah desa lainnya.

Dijelaskan olehnya sesuai dengan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018, laporan keuangan yang harus dibuat oleh pemerintah desa selain berisi laporan realisasi anggaran dan laporan aset pemdes, termasuk juga harus terdapat laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan.

Sesuai aturan dalam Permendagri tersebut, laporan keuangan pemerintah desa nantinya juga menjadi lampiran dan bagian tidak terpisahkan dari Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.

Dalam pengawasan Dana Desa, sesungguhnya Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan institusi pemerintahan desa yang paling melekat dan berkepentingan dalam melakukan pengawasan Dana Desa di desanya masing-masing.

Mengutip pernyataan Ketua Umum Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional (Abpednas) Sofiansyah pada medio februari lalu, menyebutkan bahwa Abpednas ingin peran BPD diperhitungkan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.

Dia menilai keberadaan BPD selama ini belum tersentuh secara optimal. Masih terkesan hanya sebagai pelengkap sturuktur pemerintah desa. Idealnya BPD menjadi mitra kepala desa dalam merencanakan pembangunan desa, hingga menetapkan APBDes dan Peraturan Desa.

“BPD bersama-sama kepala desa memperjuangkan agar program yang direncanakan pemerintah berjalan dengan baik,” ungkapnya. (Red/diolah dari berbagai sumber)

Scroll To Top