Lewati ke konten
Idul Fitri Almalik Pababari Idul Fitri Almalik Pababari

Komite I DPD RI Temukan 8 Permasalahan Pelaksanaan UU Desa, Apa Saja?

Medan, desapedia.id – Komite I DPD RI menemukan paling tidak ada 8 (delapan) permasalahan dalam implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa).

Kedelapan masalah tersebut antara lain: Adanya perangkat desa yang kurang memahami Tugas Pokok dan Fungsinya (Tupoksi); pemberhentian dan pengangkatan perangkat desa yang baru tanpa melalui prosedur dan mengabaikan kompetensi; minimnya pengetahuan BPD dan LKD dalam menjalankan Tupoksinya;

BUMDesa belum optimal mengangkat ekonomi desa; pengaturan honorarium bagi BPD; dukungan APBD Kabupaten/Kota masih minim khususnya dalam penetapan batas desa; regulasi keuangan Desa sering terlambat; dan serapan Dana Desa 2023 masih belum optimal.

Temuan tersebut didapat dari hasil Kunjungan Kerja Komite I ke Sumatera Utara dalam rangka Pengawasan atas pelaksanaan UU Desa pada Senin (12/6/2023) lalu.

Bertempat di Aula I Kantor Gubenur Sumut, Komite I dterima oleh Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Dr. Agus Tripriyono dan jajaran Forkompimda.

Sementara Komite I dipimpin oleh  Wakil Ketua Komite I DPD RI, Damansyah Husein. Hadir juga Wakil Ketua DPD RI, Letjen TNI Marinir (Purn) Dr. Nono Sampono.

Hasil Kunjungan Kerja dalam rangka Evaluasi 9 (Sembilan) tahun UU Desa tersebut menyimpulkan beberapa poin penting terkait dengan pelaksanaan UU Desa di Sumatera Utara yang memilki 5.417 Desa.

Pertama, bahwa Perangkat Desa masih kurang memahami Tupoksinya sebagai Aparatur yang menjalankan tugas Pembangunan dan pembinaan masyarakat Desa, sehingga kreatifitas dalam menentukan arah pembangunan sesuai dengan kearifan lokal belum berjalan sebagaimana Ddharapkan.

Kedua, pengisian (pemberhentian dan pengangkatan) perangkat Desa yang baru belum berdasarkan kompetensi dan prosedur yang ada.

Ketiga, minimnya pengetahuan BPD dan Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) Tupoksinya membuat Pemerintah Desa tidak dapat bekerja secara optimal dalam melaksanakan pembangunan.

Keempat, pemanfaatan potensi dan aset desa (BUMdesa) untuk peningkatan eknonomi masyarakat di Desa masih belum optimal karena keterbatasan SDM pengelola BUMDesa.

Kelima, dalam rangka meningkatkan peran dan fungsi BPD dalam menjalankan Tupoksinya, maka perlu diatur secara jelas pemberian honorariumnya.

Keenam, dukungan APBD Kabupaten/Kota terhadap penetapan dan penegasan batas desa yang masih minim membuat dari 33 Kab/Kota hanya 2 Kab/Kota yang memiliki Peraturan Bupati/Wali Kota tentang Penetapan dan penegasan batas desa.

Ketujuh, keuangan Desa yang sumbernya dari Dana Desa, kebijakan dan regulasinya sering terlambat dan sering berubah sehingga tidak dapat cepat disikapi karena minimnya kapasitas pengelola.

Kedelapan, serapan Dana Desa di Sumut sampai saat ini baru mencapai 25,66 persen. Hal ini disebabkan lambatnya Pemerintah Kabupaten/Kota mengalokasikan ADD dalam APBD Kabupaten/Kota dan lambatnya penetapan Perdes tentang APBDesa karena kurang sejalannya Kepala Desa dan BPS serta minimnya SDM pengelola keuangan desa yang sangat bergantung pada Pendamping Lokal Desa (PLD).

Selain itu, juga terdapat beberapa masukan yang patut diiperhatikan antara lain kapitalitasi politik pedesaan yang mereduksi kearifan lokal; regulasi Juklak dan Juknis yang terlalu rigit; pendampingan Desa yang tidak optimal karena hanya untuk pengelolaan keuangan desa; moralitas Kades akibat kapitalisasi desa; adabnya bisnis keluarga terhadap pelaksanaan program pembangunan di desa;

Masa jabatan Kepala Desa 10 Tahun; memastikan 1 kewenangan kementerian/lembaga yang mengurusi Desa; satu sistem untuk pengelolaan keuangan desa, pembinaan dan pengawasan; tanggung jawab pembinaan aparatur desa; dan pengaduan masyarakat (Dumas) yang ditangani APH. (Red)

Scroll To Top