Lewati ke konten
Idul Fitri Almalik Pababari Idul Fitri Almalik Pababari

Revisi UU Desa Sudah Teragendakan di Masa Sidang III Tahun 2021, Ini Penjelasan Waka Komite I DPD RI

Revisi UU Desa Sudah Teragendakan di Masa Sidang III Tahun 2021, Ini Penjelasan Waka Komite I DPD RI - Desapedia

Mendes PDTT, Abdul Halim Iskandar saat memberikan Buku karyanya tentang SDGs Desa kepada Waka Komite I DPD RI, Fernando Sinaga

Jakarta, desapedia.id – Wakil Ketua Komite I DPD RI, Fernando Sinaga yang tampil sebagai salah satu narasumber pada talkshow KADES IWAN atau Kajian Desa bareng Iwan yang disiarkan secara langsung oleh TV Desa pada Selasa (19/1) lalu, menjelaskan soal rencana Komite I DPD RI yang akan melakukan revisi atas UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.

Dalam pernyataannya ditalkshow yang bertemakan “Perlukah UU Desa Direvisi?”, Fernando Sinaga mengapresiasi capaian 7 tahun implementasi UU Desa, namun demikian masih menyisakan sejumlah catatan yang perlu diperhatikan dengan seksama oleh Pemerintah, DPD RI dan tentunya semua pihak yang berkepentingan.

“Implementasi UU Desa belum dilaksanakan secara utuh sebagaimana amanat UU Desa. Komite I DPD RI memandang bawah UU Desa tidak hanya sekedar urusan administratif dan geografis semata, akan tetapi sebagai entitas sosial budaya, ekonomi, politik dan hukum”, ujar politisi yang berasal dari daerah pemilihan Kalimantan Utara ini.

Fernando menjelaskan di TV Desa, di tahun ketujuh pelaksanaan UU Desa ini, ada catatan Komite I DPD RI yang berencana akan mengevaluasi UU Desa yang selanjutnya bisa saja masuk pada tahapan merevisi mengingat Komite I DPD RI telah mengagendakannya di masa sidang III tahun 2021 ini. Catatan tersebut antara lain:

Pertama, pada Bab II yaitu soal Kedudukan Desa. Menurutnya, Status dan kedudukan desa yang mana yang akan dipilih? Daerah tingkat III, pemerintahan adat atau pemerintahan komunitas?

Kedua, di Bab III Penataan Desa, yaitu soal penataan desa yang belum mendapatkan perhatian yang serius dari Pemerintah, hal ini terlihat dari tidak terkontrolnya jumlah desa yang cenderung terus meningkat hanya untuk mengejar satu tujuan yaitu mendapatkan Dana Desa. Belum semua Pemda menerbitkan Perda Penataan Desa sebagai dasar hukum Penataan desa sebagaimana amanat UU Desa.

Ketiga, Bab IV Kewenangan Desa di UU Desa. Fernando menyoroti tentang amanat UU Desa memberikan 1 kewenangan atributif, yaitu delegasi dan 2 kewenangan atributif yaitu kewenangan berdasarkan hal asal usul dan kewenangan skala lokal. Kedua kewenangan atributif tersebut menurut Fernando tidak mempunyai batasan dan definisi yang jelas.

“Apa yang dimaksud dengan hak asal usul dan apa pula yang dimaksud dengan skala lokal. Kondisi ini telah menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara desa dan kabupaten/kota sebagai badan hukum yang berbeda. Pembangunan desa sebagai wujud pelaksanaan kewenangan desa diatur sepenuhnya oleh Pemerintah pusat. Sehingga tidak lagi tercermin adanya otonomi asal usul dan otonomi skala lokal desa”, ujarnya.

Keempat, soal Bab V yang mengatur tentang penyelenggaraan pemerintahan desa.

Mengingat corak pemerintahan desa itu sangat beragam, intervensi dari pemerintah pusat dalam pengaturan pemerintahan desa harus dibatasi oleh UU Desa.

Fernando mengatakan, seharusnya memberikan pilihan kepada rakyat desa untuk memilih sistem pemerintahan desa yang masih hidup/pernah hidup atau memilih sistem pemerintahan yang dirancang secara nasional.

Kelima, terkait Bab VIII yang mengatur tentang keuangan desa. fernando menilai pengelolaan keuangan desa masih rumit karena pengelolaan keuangan desa tidak dipaksa untuk menggunakan pola dan sistem pengelolaan keuangan negara dan malah jauh dari asas rekognisi dan subsidiaritas.

“Formulasi Dana Desa juga masih menimbulkan ketimpangan antar desa. Namun kami mengapresiasi adanya Alokasi Kinerja dalam perhitungan Dana Desa. di bab ini kami juga menyoroti soal aset desa belum dikelola secara profesional”, ungkapnya.

Keenam, Bab X yang mengatur BUMDes. Menurut Fernando, perlu penyesuaian UU Desa dengan UU Cipta Kerja dan PP turunannya yang mengatur tentang BUMDes.

“Catatan penting kami adalah pembentukan BUMDes telah jauh dari semangat sosial dan kebersamaan”, tegasnya.

Ketujuh, yaitu soal Bab XIV yang mengatur pembinaan dan pengawasan. Fernando menegaskan, pembinaan dan pengawasan oleh Inspektorat dan BPD telah diambil alih oleh Aparat Penegak Hukum (APH). (Red)

Scroll To Top