Gido, desapedia.id – Aparatur pemerintah desa di Kabupaten Nias hampir setiap tahunnya melaksanakan bimbingan teknis (Bimtek) ke luar daerah.
Menanggapi kegiatan yang biasanya diikuti kepala desa dan perangkatnya tersebut, Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Nias, Sabayuti Gulo, mengatakan, tidak ada paksaan bagi pemerintah desa untuk ikut serta dalam kegiatan Bimtek.
“Bimtek itu bukan paksaan. Jadi wajib atau tidak wajibnya untuk ikut serta dalam Bimtek tergantung perencanaan APBdes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa) masing-masing,” kata Sabayuti kepada Desapedia.id, Kamis (30/5/2019).
Menurut Sabayuti, jika pemerintah desa memandang perlu mengikuti Bimtek, tentunya harus dianggarkan dan disesuaikan dengan kebutuhan.
“Misalnya di desa bersangkutan ada pejabat yang baru diangkat, maka perlu diberikan pengenalan dan pemahaman atas tugas pokok dan fungsinya melalui Bimtek,” ujarnya.
Meski demikian, dia menilai, Bimtek memang penting untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan dalam pengolahan Dana Desa (DD) dan Anggaran Dana Desa (ADD). Tapi, jika materinya sama saja setiap tahun dan hanya diikuti aparatur desa yang sama juga, maka hal itu hanya membebani APBdes saja.
“Karena itu saya mengimbau kepada seluruh teman-teman kepala desa agar lebih mempertimbangkan perioritas penggunaan Dana Desa sebagaimana untuk tahun 2019 ini telah diatur dalam Permendesa 16 tahun 2018,” ucapnya.
Kendati begitu, Sabayuti tidak mempermasalahkan jika memang ada pemerintah desa yang sudah terlanjur mengalokasikan anggaran Bimtek pada tahun ini. “Itu tidak masalah, tapi boleh juga ditunda sehingga menjadi Silpa (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) untuk tahun anggaran berikutnya,” papar Sabayuti yang saat ini lolos sebagai anggota DPRD Kabupaten Nias periode 2019-2024.
“Sekali lagi saya tegaskan tidak menjadi beban dan paksaan bagi setiap desa untuk mengikuti Bimtek di luar daerah,” sambungnya.
Dia juga mengungkapkan, ada banyak lembaga swasta yang menawarkan undangan Bimtek kepada pemerintah desa, tapi sayangnya lembaga-lembaga itu belum tentu kredibel dan benar-benar fokus pada peningkatan kapasitas aparatur desa.
“Jangan-jangan mereka orientasinya hanya bisnis, ini guyon (bercanda) lho, jangan dibenarkan nanti dibilang fitnah,” tutup Sabayuti tersenyum santai. (Red)