Lewati ke konten

Pertanian di Kabupaten Bekasi Kian Tersisih

Pertanian Kabupaten Bekasi

Ilustrasi (DESAPEDIA.ID)

Sekitar pukul enam pagi, Ujang sudah berangkat ke sawah. Letak sawahnya tak lebih 500 meter dari rumahnya.

Dia berjalan kaki sambil memanggul cangkul. Hari itu, Ujang tampak tergesa-gesa karena harus membuat galengan (pematang) sawah.

Meski menyandang predikat petani, Ujang sebenarnya tak punya lahan sawah. Dia hanya sebagai penggarap, atau terkadang jadi buruhnya.

Di musim tanam padi−setahun dua musim tanam−dia bisa menggarap 2-4 petak sawah: satu petak sekitar 1.000 m2

“Sistemnya bagi hasil dengan pemilik sawah,” jelas Ujang, bukan nama sebenarnya, yang merupakan warga asli sebuah desa di Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi.

Selain jadi petani penggarap, Ujang juga menerima jasa membuat galengan sawah.

Dengan badan yang tegap dan berotot, dia memang sangat lihai bermain cangkul di sawah. Tak heran, sejak dulu pekerjaannya tak pernah jauh dari bersawah ataupun berkebun.

Di musim tanam ini, Ujang bersyukur, masih dapat menggarap tiga petak sawah. Dia juga mendapat tambahan kerjaan untuk mengerjakan galengan di satu petak sawah lainnya.

Tapi dimusim tanam berikutnya, Ujang sedikit sangsi keberlangsungan sawah yang kini digarapnya. Sebab, banyak pihak pengembang yang membangun perumahan di atas lahan sawah.

Saat ini saja, persis di depan petak sawah yang digarap Ujang, sedang dibangun perumahan jenis cluster.

“Cluster itu dibangun di atas dua petak sawah,” terang Ujang sambil menunjuk batas lahan sawah yang sudah dibeli pihak pengembang.

Tak hanya itu, sekitar 600 m dari lokasi sawah garapan Ujang, terdapat hektaran sawah yang sudah ditancapkan tiang umbul- umbul perumahan.

Kayanya tanahnya udah dibebasin [dibeli] pengembang,” ucap Ujang.

Pembangunan perumahan di Kecamatan Setu memang terus menjamur. Tak hanya di Setu, hal serupa juga terjadi di kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Bekasi.

Satu contoh lahan pertanian di Kecamatan Tambun Utara juga sudah terkikis oleh proyek perumahan.

Sopian Hadi, Camat Tambun Utara, mengatakan, lahan pertanian di Kecamatan Tambun Utara hanya tersisa 1200 hektar. (Sopian Hadi saat ini menjabat Camat Cikarang Selatan).

Padahal menurut Sopian, sejak dulu sektor pertanian merupakan salah satu potensi unggulan di Tambun Utara. Dan padi menjadi satu komoditas utamanya.

“Potensinya (Tambun Utara) pertanian dari dulu sejak saya kecil, dan sejak merdeka (Indonesia merdeka) potensi unggulan Bekasi (kabupaten), ya padi,” kata Sopian, yang merupakan putra asli Bekasi.

Menurut Sopian, berkurangnya lahan pertanian menjadi suatu hal yang tidak bisa dihalangi. Sebab, dari tahun ke tahun jumlah penduduk semakin bertambah, dan harga tanahnya juga semakin mahal.

“Akhirnya kan orang jual dah, tidak bisa dibendung juga,” ucapnya.

Untuk menghalangi petani agar tidak menjual sawahnya adalah hal yang mustahil.

“Itu kewenangannya yang punya sawah,” tuturnya.

Di tambah lagi, besarnya biaya bertanam padi membuat untung petani semakin tipis. Dan tak jarang petani harus menderita karena gagal panen.

Karenanya, dari kacamata Sopian, Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) tetap memegang peranan penting untuk menjaga keberlangsungan pertanian di Kabupaten Bekasi.

“Tinggal tergantung nanti RUTR-nya, [apakah zona] kuning (perumahan), hijau (pertanian), atau merah (industri),” ujarnya.

Meski begitu, dia mengeluhkan para pengembang perumahan yang nakal. Terkadang pihak pengembang sengaja membeli lahan pertanian tanpa melihat lagi zonasinya.

“Mau kuning atau hijau dibeli, harga seharusnya Rp50 ribu jadi Rp200 ribu. Ini merembet juga, jadi pikiran petani sudah menjual saja yang penting anaknya kebeli rumah, mobil,” beber Sopian.

Besar harapannya, agar lahan pertanian yang produktif dapat terjaga dan tidak tersentuh oleh tangan-tangan pengembang perumahan.

Apalagi, kata Sopian, ekonomi masyarakat di wilayah utara Kabupaten Bekasi masih sangat bergantung dari sektor pertanian.

“Ke depan (pertanian) tidak menjadi sejarah doang, jangan sampai anak cucu tidak kenal padi,” pungkas Sopian.

Setali tiga uang dengan Tambun Utara, perumahan di wilayah Kecamatan Babelan juga berkembang pesat. Camat Babelan, Surya Wijaya cukup mafhum mengingat Babelan dekat dengan DKI Jakarta.

Bisa jadi, lantaran sebagai daerah penyangga Jakarta, properti di Kabupaten Bekasi memang cukup banyak diminati. (Surya Wijaya saat ini menjabat Camat Setu).

Meski begitu, Surya bilang, lahan pertanian di wilayahnya masih cukup luas.

“Babelan masih banyak lahan pertanian,” sanggahnya. Hanya saja komoditas unggulan Babelan bukan padi. Tapi palawija, sayur mayur, serta buah-buahan.

Dia menambahkan, meski sektor perumahan kian menjamur, tapi lahan pertanian Babelan akan tetap dipertahankan. Sebab, masih banyak masyarakat yang mata pencahariannya sebagai petani.

Penyusutan lahan pertanian di Kabupaten Bekasi memang cukup memprihatinkan. Abdul Karim, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bekasi, mengatakan, lahan pertanian di Kabupaten Bekasi menyusut sekitar seribu hektar per tahunnya.

Menurut Karim, secara administrasi lahan pertanian di Bekasi seluas 52 ribu hektar. Tapi jika dihitung secara manual, fakta di lapangan, hanya tersisa 48 ribu hektar.

Lantaran itu, Pemkab Bekasi tak tinggal diam untuk menyelamatkan sektor pertaniannya. Karim mengatakan, pihaknya telah membuat Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) atau umum disebut lahan pertanian abadi. Nantinya Raperda itu akan dibahas legislatif pada tahun ini.

Karim menjelaskan, lahan pertanian abadi yang diusulkan dalam Raperda itu seluas 33 ribu hektar yang tersebar di 13 kecamatan.

Diantaranya, di Kecamatan Pebayuran dengan luas mencapai 8.362 Ha, disusul Sukakarya dengan luas 4.447 Ha, Sukawangi dan Tambelang dengan luas 3.139 Ha, Sukatani dengan luas 2.413 Ha, Cikarang Timur 2.323 Ha, Karang Bahagia 2.284 Ha, Cabangbungin 1.759 Ha, Kedungwaringin 1.638 Ha, Cibarusah 1.591 Ha, Serang Baru 1.141 Ha, Bojongmangu 700 Ha dan Cibitung 52 Ha.

Sedangkan untuk 10 kecamatan lainnya−Kabupaten Bekasi memiliki 23 kecamatan, tidak masuk dalam usulan lahan pertanian abadi. Sebab, lahannya sudah habis untuk perumahan dan industri.

Nantinya, ketika Raperda itu sudah disahkan, maka lahan pertanian abadi itu tak boleh lagi dialihfungsikan. Lahan tersebut hanya khusus dipakai untuk pertanian.

“Kalau sudah dibuatkan regulasi itu, tidah boleh lagi alih fungsi,” tegas Karim, beberapa waktu lalu kepada awak media.

Tak main-main, ada sanksi keras untuk pelanggaran Raperda itu.

“Kalau mendirikan bangunan, langsung kita bongkar walaupun itu lahan milik petani,” ucapnya.

Meski begitu, lahan abadi itu masih bisa berubah fungsi jika diperuntukkan untuk kepentingan umum. Misalnya untuk pembangunan jalan tol.

“Bisa untuk kepentingan umum, tapi dengan catatan menyiapkan dua kali lipat lahan yang akan dipakai. Contohnya 100 hektar terpakai, maka harus cari gantinya 200 hektar,” terang Karim.

Di samping itu, Pemkab Bekasi juga akan memberikan insentif kepada pemilik lahan. Salah satunya yaitu pembebasan dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

“Dari segi fasilitas kami juga bantu dengan menyediakan seperti mesin pertanian, benih dan pupuk,” tandas Karim.

(Red)

Scroll To Top