Lewati ke konten

Perkuat UU Desa, Maria Goreti Gelar Raker dengan Dinas PMD Kalbar

Pontianak, desapedia.id – Untuk mengetahui sejauh mana program-program pemerintah menyentuh kebutuhan masyarakat desa, Senator asal Kalbar Maria Goreti menggelar rapat kerja dengan jajaran Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Provinsi Kalbar.

Inilah kunjungan resmi perdana Maria setelah dilantik menjadi anggota DPD RI periode 2019-2024 pada 1 Oktober 2019 lalu. Raker diadakan di Kantor Dinas PMD Kalbar Jalan Moh Hambal Pontianak, Kamis (2/1), dihadiri Kadis PMD Drs HM Aminuddin MSi, Sekretaris DPMD Sy Ardiman, Kabid Pemerintahan Desa Ahmad Salafuddin, Kabid Pemberdayaan dan Pembangunan Masyarakat Desa Marwan S, Kabid Pengembangan Kawasan Perdesaan Ade Syukri, staf ahli DPD RI Thomas Diman dan staf sekretariat DPD RI Provinsi Kalbar Yosepa Hayati.

Maria menjelaskan, raker ini digelar berkenaan dengan dirinya saat ini menjadi wakil Kalbar di pusat untuk yang bukan partai politik. Sebagai anggota DPD RI yang bertugas di ibukota negara Jakarta, ia berada di alat kelengkapan Komite I yang salah satunya membahas tentang desa.

“Tanggal 26 November 2019 lalu kami juga telah melakukan rapat kerja dengan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Biasanya hakekatnya apabila kami sudah bertemu dengan kementerian terkait, maka idealnya itu harus bertemu juga dengan stakeholder di provinsi masing-masing,” kata Maria Goreti yang saat ini memasuki periode keempat di DPD RI.

Maria menjelaskan, pada kunjungan ke Kalbar kali ini dirinya mengemban tugas Komite I, yakni mengiventarisir materi terkait perubahan ketiga UU Pilkada, termasuk pengawasan dan pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2020, UU Pemerintahan Daerah dan UU Desa.

“Saya terpaksa menyita hari pertama bapak-bapak di tahun 2020 ini dengan meminta masukan. Di DPD RI, sebagai usul inisiatif, hari ini ingin mengamandemen UU Desa. Meskipun kami itu punya pimpinan ada empat, dari empat itu ada yang tidak setuju mengamandemen, melainkan memperkuat. Ada dua poinnya. Artinya, kami diberikan waktu, diperintah oleh lembaga DPD RI untuk bertanya kepada daerah. Makanya dalam hal ini ke provinsi terlebih dahulu, walaupun leading sector-nya, koordinasinya desa itu lebih banyak melekat di kota dan kabupaten,” papar Maria Goreti.

Pada kesempatan itu, Maria memandang tak ada salahnya juga meminta ‘pikiran-pikiran baik’ dari jajaran Dinas PMD Kalbar bagi rencana DPD RI melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Spiritnya yang sudah muncul di DPD RI adalah mengamandemen UU Desa. Bahkan RUU-nya sudah masuk pada poin 50, tercantum dalam daftar 50 RUU program legislasi nasional (Prolegnas) yang diparipurnakan DPR RI tangal 17 Desember 2019 lalu.

Maria berharap Kalbar dapat menggunakan dirinya sebagai ‘jubir’ untuk menyuarakan suara-suara daerah ke pusat. Dalam hal UU Desa yang keberadaannya relatif masih baru, yakni tahun 2014, Maria melontarkan sejumlah pertanyaan, apakah daerah benar-benar ingin merubahnya? Kalau ingin merubahnya, apa koreksiannya? Klausul apa yang ingin dirubah?

Sebaliknya, kalau memang ada arus yang tidak ingin merubah tentu DPD RI juga menjadikan hal itu sebagai bahan pertimbangan untuk mungkin atau tidak mengamandemen, tetapi justru menyederhanakan regulasi pelaksanaan UU Desa tersebut. Selanjutnya semakin mendorong pemerintah untuk lebih baik dalam pelaksanaan UU Desa tersebut.

Lebih lanjut Maria mengapresiasi komitmen pemerintah yang sangat berani mengambil kebijakan yang tidak populis, yakni membangun Indonesia dari pinggiran dengan terus meningkatkan kucuran dana desa. Ini artinya membangun desa menjadi semangat pemerintahan Presiden Joko Widodo yang kemudian diimplementasikan dalam program-program pemberdayaan desa agar desa dapat menemukan potensinya untuk kemajuan masyarakat.

Program membangun desa merupakan wujud nyata pemerintah untuk melakukan pemeratan pembangunan yang berkeadilan.

“Menurut catatan kami, sejak tahun 2015 pemerintah mengucurkan 20 triliun untuk desa. Tahun 2016 sebesar 40 triliun. Tahun 2017 sebesar 60 triliun. Tahun 2018 sebesar 70 triliun dan anggaran itu terus bertambah sampai desa-desa di seluruh Indonesia dapat mandiri,“ ujar senator Kalbar yang rutin berkunjung ke daerah pedalaman ini.

Dalam Nawacita butir ketiga dinyatakan dengan jelas bahwa pemerintah akan membangun Indonesia dari pinggiran yang selama ini tertinggal dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka NKRI.

Kadis PMD Provinsi Kalbar Aminuddin memaparkan bahwa dari 2.031 desa di Kalbar pada 2018, terdapat 677 desa yang masuk kategori desa sangat tertinggal. Setahun kemudian turun menjadi 208 desa yang sangat tertinggal.

“Hal ini karena kami pemerintah provinsi dan kabupaten/kota melibatkan banyak pihak untuk bahu membahu berkerjasama dengan cara dan peran masing-masing. Istilah kami ‘keroyokan’, bagaimana agar desa-desa yang terisolir karena minimnya infrastruktur, air bersih, listrik dan lainnya dapat membuka akses antardesa dan antarkecamatan,” ujar Aminuddin.

Aminuddin memaparkan, TNI dan Polri memiliki peran yang sangat vital dalam rangka membuka akses desa, seperti pembuatan jalan agar desa satu dengan lainnya dapat terhubung. Dengan terbukanya askes jalan maka kegiatan ekonomi masayarakat semakin lancar. Masyarakat dapat menjual hasil bumi. Anak-anak dapat dengan mudah menjangkau sekolah. Pelayanan kesehatan juga semakin mudah dijangkau.

“Namun demikian, proses ini tidak sekali selesai. Perlu waktu, dana, perhatian dan sinergitas antarlembaga dalam rangka memajukan desa-desa kita,” imbuhnya.

Aminuddin menjelaskan betapa sinergitas itu sangat penting dalam rangka kerjasama antarpihak. Membuka jalan perlu dinas lain yang mengurusnya. Kemudian masuk jaringan listrik, perlu pihak lain yang mengerjakan. Penyediaan air bersih, jaringan komunikasi, penyediaan layanan kesehatan posyandu, sekolah dan sarana prasarana lainnya.

Pada akhir pertemuan, Aminuddin memberikan beberapa catatan yang dapat dijadikan bahan evaluasi terhadap pelaksanaan regulasi pemerintahan desa.

Pertama, berkaitan batas desa. Ini masalah yang sewaktu-waktu menjadi bom waktu. Masih banyak batas desa yang belum selesai. Kami mendorong agar bupati dan walikota secepatnya menyelsaikan persoalan ini.

Kedua, perlu aturan jelas agar setelah proses Pilkades bukan berarti perangkat desa juga berganti. Padahal tiga bulan setelah pemilihan, kepala desa harus membuat rencana angaran dan rencana pembangunan desa. Bagaimana mungkin itu dapat dilaksanakan jika semua perangkatnya baru.

“Kami mengalami kesulitan mengadakan pelatihan untuk meningkatkan softskill para perangkat desa kalau setiap periode harus diganti,” ujar Aminuddin.

Ketiga, berkaitan dengan desa yang berada di kawasan hutan lindung. Tidak mudah untuk membuka desa itu, karena harus berhadapan dengan kementerian terkait. Oleh karena itu perlu aturan yang memudahkan akses membuka desa yang masuk dalam kawasan hutan lindung.

Keempat, berkaitan dengan pemilihan kepala desa. Sepertinya diperlukan agar ada pemisahan antara penyelenggara dan pengawas Pemilu. Karena ketika ada permasalahan yang muncul dalam proses Pilkades, tidak ada “hakim” yang dapat menjadi penengah.

“Mungkin KPU dan Bawaslu daerah dapat mengambil peran itu sebagai fungsi supervisi,” kata Aminuddin.

Kelima, perlu dipikirkan pendanaan para pendamping desa agar tidak memberatkan anggaran kabupaten/kota.

“Kami mengusulkan satu desa satu pendamping dan gaji mereka dianggarkan dari dana desa. Kondisi saat ini dengan satu pendamping desa harus mengurus tiga desa yang jangkaun geografis sangat luas sangat merepotkan para pendamping desa,” demikian Aminuddin mengakhiri catatannya.

Perkuat UU Desa, Maria Goreti Gelar Raker dengan Dinas PMD Kalbar - Desapedia

Maria Goreti berharap raker ini menjadi pertemuan awal yang baik untuk bersinergi dalam usaha memajukan desa dan pada gilirannya juga demi kesejahteraan masyarakat Kalbar pada khususnya dan Indonesia secara keseluruhan.  (Red)

Scroll To Top