Jakarta, desapedia.id – Keberadaan haluan negara sebagai arah dan pedoman sangat dibutuhkan untuk menjamin pencapaian tujuan dan cita-cita bernegara. Apalagi dalam konteks saat ini, pembangunan pasca reformasi, sering dihadapkan pada polarisasi pusat dengan daerah akibat ego sektoral dan kewilayahan.
Persaingan kepemimpinan politik yang bertumpu pada demokrasi elektoral juga memiliki andil. Masing-masing level kepemimpinan di pusat dan daerah memiliki kepentingan menjaga populismenya, mengutamakan janji-janji program kampanye, ketimbang memikirkan kesinambungan dan sinergitas pembangunan pusat daerah. Obsesi karya monumental, untuk mobilitas karir kepempimpinan, seolah menjadi kewajiban satu-satunya setiap pemimpin.
Demikian penegasan Anggota MPR RI, Dr. Abdul Kholik dalam siaran persnya yang diterima desapedia.id pada Jumat (24/9).
Menurut Abdul Kholik yang juga anggota DPD RI daerah pemilihan Provinsi Jawa Tengah ini, berkaca pada kondisi saat ini perjalanan pembangunan untuk mencapai tujuan bernegara yang digariskan konstitusi seperti tak tentu arahnya. Sulit dikontruksikan dalam bentang tahun ke depan pembangunan bangsa dapat mencapai kemajuan layaknya bangsa lain yang mampu mencapai tingkatan negara maju dan mensejahterakan masyarakatnya. Haluan dan arah pembangunan tidak menjadi kesadaran kolektif komponen bangsa, terutama para pemimpin di pusat dan daerah.
Abdul Kholik menjelaskan, masyarakat seolah terpisah dari proses pembangunan, sementara sekelompok elit dan para pelaku usaha yang mendominasi. Tidak mengherankan jika kemudian hasil pembangunan belum dapat dinikimati secara merata, justru muncul kesejangan yang semakin melebar.
“Sumberdaya dan asset hanya menumpuk pada segelintir orang. Sebagian besar rakyat justru terpinggirkan, ujar anggota DPD RI-MPR RI Dapil Jateng ini.
Abdul Kholik menilai, pembangunan membutuhkan transformasi secara berkesinambungan sebab meski sumberdaya melimpah, namun ketika transformasi sektor ekonomi tidak konsisten, yang terjadi adalah jebakan stagnasi.
“Indomesia pernah diramal akan menjadi kekuatan ekonomi besar di Asia, namun gelar macan asia tidak menjadi kenyataan. Harus diakui, di saat negara lain mencapai kemajuan, Indonesia justru masih berkutat dengan problem dasar pembangunan”, ujarnya.
Karena itu, Abdul Kholik melanjutkan, tidak ada pilihan lain kecuali harus merancang kembali harapan menjadi negara maju dan makmur, dua puluh lima tahun ke depan. Garis lurus kebijakan pembangunan harus dijaga oleh semua komponen bangsa agar sampai pada tujuanya. Jika dua puluh lima tahun lagi kita kembali gagal menghadirkan kemajuan dan kemakmuran, hanya akan memberikan kegelapan dan membahayakan bagi masa depan bangsa.
“Hal itu tentu sangat mengkhawatirkan, karena boisa jadi pada saat itu kita tidak lagi punya kesempatan menata kehidupan kebangasaan karena kegagalan kita saat ini mendesain langkah dan kebijakan secara akurat dan tepat. “ tandasnya. (Red)