Lewati ke konten
Idul Fitri Almalik Pababari Idul Fitri Almalik Pababari

Refungsionalisasi Desa Sebagai Soko Guru Ketahanan Pangan Nasional

Khusni Tamrin

Peneliti di Pusat Kajian Daerah dan Anggaran di Sekretariat Jenderal DPD RI

Pertanian Kabupaten Bekasi

Ilustrasi (DESAPEDIA.ID)

Abstrak

Pandemik Covid 19 telah mengubah pola rantai pasokan pangan baik nasional maupun internasional. Impor pangan tidak lagi dapat menjadi pilihan di tengah pembatasan jalur perdagangan internasional.

Masing-masing negara, termasuk Indoensia, harus mampu mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri Tulisan ini membahas tentang peran desa sebagai entitas potensial dan strategi pengembangan desa dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional.

Hasil kajian menunjukkan bahwa desa memiliki banyak sumber daya sebagai basis ketahanan pangan nasional namun masih belum mampu memanfaatkan potensi tersebut secara maksimal.

Untuk itu perlu dilakukan strategi melalui pengarusutamaan pangan dalam pembangunan desa melalui revitalisasi sumber daya desa, kolaborasi antar stakeholders dan partisipasi masyarakat.

Restriksi yang ditetapkan oleh pemerintah pusat serta kebijakan karantina yang ditetapkan oleh pemerintah daerah secara parsial, telah mengubah pola rantai pasokan pangan nasional.

Impor bahan pangan tidak lagi dapat menjadi pilihan di tengah pembatasan jalur perdagangan internasional dikarenakan beberapa negara telah melakukan restriksi ekspornya untuk mempertahankan ketahanan pangan negaranya.

Menurut Prediksi BMKG (BMKG, 2020), sebagian wilayah di Indonesia akan mengalami masalah kemarau lebih kering dari normalnya.  Kejadian ini berpotensi mengganggu ketahanan pangan di Indonesia.

Desa, dengan 97% berbasis pertanian, yang merupakan sentra produksi pangan memiliki peran strategis dalam menjamin ketersediaan pangan nasional.

Pada masa pandemik saat ini, Penerapan PSBB telah memperlihatkan adanya pelambatan industri logistik sehingga  berpengaruh terhadap ketersediaan input produksi benih, pupuk, pestisida dan alat pertanian.

Terputusnya pasokan sarana produksi dan peralatan berdampak pada terbatasnya stok pangan, terganggunya industri pengolahan baik distribusi dan pemasaran hasil produksi. Organisasi pangan dunia (FAO)  juga telah mengingatkan bahwa pandemik  ini dapat menimbulkan krisis pangan yang berlarut apabila tidak diambil tindakan cepat.

Terlebih lagi, dalam masa pandemik ini, negara-negara pengeskpor bahan pangan, terutama beras seperti Vietnam dan Philipina, sebagai negera pengekspor beras di Asia, telah mengambil  tindakan tidak melakukan ekspor ke negara lain untuk mengamankan stok pangan dalam negerinya.

Berdasarkan data Peta Ketahanan Pangan dan Kerentanan Pangan yang di rilis Kementerian Pertanian, terdapat  71 kabupaten di Indonesia yang rentan rawan pangan.

Disisi lain, Badan Pusat Statistik. (BPS, 2018) menyebutkan total konsumsi beras nasional pada tahun 2017 mencapai 29,13 juta ton atau sekitar 111,58 per kapita per tahun dan pada tahun 2019 meningkat menjadi 29,78 juta ton.

Berdasarkan data tersebut, jumlah konsumsi beras per kapita di Indonesia jauh lebih besar di banding rata rata konsumsi beras dunia per kapita yakni 60 kg per tahun dan 90 kg/per tahun untuk Malaysia.

Kontradiksi dua fenomena diatas merupakan tantangan bagi pemerintah membuat kebijakan yang tepat dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.

Desa, sebagai entitas potensial dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional, memiliki sumber daya yang dimiliki oleh desa sebagai basis ketahanan pangan nasional. Beberapa sumber daya yang dimiliki oleh desa diantaranya:

Pertama; Kebijakan. Peraturan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi  (Permendes PDTT) Nomor 1 tahun 2015, terutama pada pasal 11 telah menempatkan ketahanan pangan dalam pembangunan desa. Pasal 11 mengatur tentang kewenangan lokal berskala desa bidang sarana dan prasarana desa. Dalam peratuan tersebut, desa dapat mengusulkan kewenangan lain sesuai dengan kebutuhan maupun karakter sosial ekonomi dan lingkungannya, termasuk pangan. Meski demikian, dalam implementasinya, masih sedikit desa yang menjadikan ketahanan pangan sebagai arus utama pembangunan desa. Beberapa desa belum sepenuhnya menggunakan kewenangan desa secara optimal dan bergantung pada kebijakan supra desa (kabupaten/kota).

Kedua;  Dana desa. peningkatan jumlah dana desa yang semakin bertambah setiap tahunnya juga menjadi modal bagi desa dalam membangun daerahnya. Kementerian Keuangan (katadata.co.id) telah merilis jumlah  realisasi penggunaan dana desa sebagai berikut:

Tabel 1. Jumlah realisasi penggunaan dana desa 

Sumber: katadata.co.id (Katadata, 2019)

Hingga tahun 2019, tercatat realisasi dana desa sebesar kurang lebih 256 Trilliun Rupiah. Selanjutnya, dari dana tersebut, desa telah berhasil membangun berbagai macam infrastruktur. Penggunaan alokasi pembangunan infrastruktur desa dapat diuraikan dalam tabel berikut:

Tabel 3. Jumlah infrastruktur yang dbangun dari dana desa

Tahun Jumlah desa Jumlah alokasi (trilliun rupiah)
2015 74 093 20,8
2016 74754 47
2017 74910 58,2
2018 74957 60
2019 74954 70

Sumber: Ditjen PPMD, 2020

Jika dilihat lebih terinci, selama kurun waktu 2015 sampai 2019 proporsi pembangunan infarstruktur masih menjadi prioritas dalam pembangunan desa.  Penggunaan dana desa lebih banyak digunakan untuk membangun infrastruktur drainase dan jalan.  Hal ini terlihat dengan sangat jelas dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2. Proporsi penggunaan dana desa pada tiap sektor (dalam persen)

No Sektor 2015 2016 2017 2018
1 Pertanian dan perkebunan 2,85 1.26 0.28 0.22
2 Peternakan 0.37 0.38 1.04 0.73
3 Kehutanan 0.11 0.49 0.29 0.16
4 Perikanan 2.48 9.56 7.95 19.37
5 Pertambangan 0.00 0.00 0.00 0.00
6 Industri pengolahan 13.29 2.94 2.33 2.15
7 Listrik, gas, air dan pengelolaan limbah 0.24 0.09 1.02 0.80
8 Bangunan (jalan, jembatan) 80.66 85.08 86.93 69.11
9 Perdagangan 0.00 0.04 0.07 0.05
10 Jasa transportasi 0.02 0.03 0.02 0.01
11 Restoran dan akomodasi 0.00 0.14 0.06 0.13
12 Jasa telekomunikasi dan informasi 0.00 0.00 0.00 0.00
13 Jasa keuangan 0.00 0.00 0.00 0.00
14 Jasa lainnya 0.00 0.01 0.01 7.27

Sumber: (Ditjen PPMD, 2020) diolah

Berdasarkan data diatas, alokasi penggunaan dana desa untuk sektor pertanian dan perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan kurang dari 5 persen jauh lebih sedikit dibandingkan alokasi dana desa untuk infrastruktur jalan dan jembatan yang mencapai lebih dari 80 persen. Pemerintah desa masih belum memandang alokasi  dana desa dengan jumlah yang banyak, belum menitikberatkan pada sektor ketahanan pangan sebagai bagian dari pembangunan desa.

Ketiga, Jaring Pengaman Sosial. Selama ini, Pemerintah telah membuat beberapa program jaring pengaman sosial untuk warga miskin dan rentan. Lebih spesifik dalam masa pandemic Covid 19, pemerintah menambahkan beberapa program untuk menjaga daya beli masyarakat dalam mewujudkan stabilitas perekomian nasional. Beberapa program diantaranya ialah Kartu Parakerja, BLT-Dana Desa, Program Kartu Sembako dan Program Keluarga Harapan. Dalam perspektif perdesaan, adanya berbagai program bantuan tersebut dapat memperkuat keterjangkauan masyarakat akan pangan baik pada tingkat desa maupun rumah tangga. Melalui bantuan ini, masyarakat desa memiliki modal finansial sehingga mendorong kegiatan ekonomi produktif masyarakat dan ketersediaan pangan.

Keempat, keragamaan pangan lokal. Meski harus diakui bahwa bahan makanan pokok mayoritas masyarakat Indonesia adalah beras, tidak semua desa menghasilkan komoditas padi. Masih sedikti desa yang produksi dan komoditas utamanya padi. Menurut data Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian (Pertanian, 2019), hanya 45 persen desa yang komoditas utamanya padi. Sisanya, sebanyak 55 persen terbagi dalam beberapa  komoditas yaitu palawija, hortikultura, perkebunan dan perikanan. Sedangkan keragaman pangan desa di daerah rawan pangan di Indonesia, yaitu di 71 kabupaten, terdapat 52,2 persen desa memproduksi palawija. Hal tersebut sebenarnya menunjukkan bahwa jenis komoditas pangan lokal di Indonesia sangat variatif.  Atas dasar kondisi tersebut,  desa dapat mengidentifikasi dan mengembangkan potensi produksi pangan selain padi.

Kelima, Badan Usaha Milik Desa. Berdasarkan data Kemendes & PDTT, dari 10 provinsi yang menjadi daerah lumbung pangan nasional yaitu Banten, DIY, Jabar, Jateng, Jatim, Sulawesi Selatan, Lampung, Sumsel, NTB dan Sumut, ternyata hanya 2.804 BUMDes yang memiliki unit usaha di sektor pertanian. BUMDes di 10 daerah sentra pangan nasional paling banyak memfokuskan pada usaha dibidang penjualan yang meliputi penjualan saprodi, output akhir dan jenis usaha retail.

Tabel 3. Unit usaha BUMDes di 10 Provinsi Lumbung Pangan Nasional

No Jenis unit usaha pertanian Jumlah unit usaha
1. Bisnis sosial lumbung pangan, distribusi bahan pangan, air bersih, dan penyaluran bantuan non tunai 109
2. Brokering 1183
3. Keuangan 31
4. Holding 112
5. Trading 1372
6. Penyewaan 106

Sumber: (Ditjen PPMD, 2020) diolah

Data tersebut mengindikasikan bahwa sejak diterbitkannya Undang-Undang Desa,  sepenuhnya di pahami oleh Desa bahwa BUMDes sebagai lembaga ekonomi desa merupakan salah satu daya ungkit bagi berkembangnya perekonomian  desa sekaligus berperan strategis dalam menjaga ketahan pangan di desa.

Strategi peningkatan ketahanan pangan desa

Berdasarkan potensi yang telah diuraikan diatas, beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam mewujudkan desa sebagai lumbung pangan nasional melalui:

  1. Pengarusutamaan pangan dalam pembangunan desa melalui refocusing dan realokasi anggaran. Sebagaimana diketahui bahwa sesuai dengan peraturan, APBDes hanya boleh dilakukan revisi sebanyak 1 kali, maka pada masa pandemik ini, perlu adanya felxibilitas dalam melakukan refocusing dan realokasi anggaran.  APBDes seharusnya  dapat dirubah sesuai dengan kebutuhan yang tentunya setelah melalui pembahasan dan kesepakatan pada Musyawarah desa (Musdes) sehingga menghasilkan kesepakatan bersama mengidentifikasi kebutuhan desa di masa pandemik, termasuk menjaga ketahan pangan.
  2. Revitalisasi BUMDes. Berdasarkan data sebelumnya, sangat sedikit unit BUMDes yang bergerak di bidang pertanian terutama pada usaha yang mendukung ketahanan pangan. Padahal desa-desa di Indonesia masih menjadi sentra industri pangan. Revitalisasi BUMDes dapat dilakukan dengan mendorong BUMDes, terutama di 10 lokasi lumbung pangan nasional yang memiliki unit usaha pertanian,  melalui penyertaan modal dan membangun kemitraan, baik dengan perguruan tinggi, BUMN/D, swasta maupun kelompok tani. Bahkan, jika memungkinkan, BUMDes dapat  menggandeng start up untuk memasarkan produknya secara digital.
  3. Mendorong keterlibatan masyarakat. Berdasarkan peraturan perundangan yang berkaitan dengan pangan, baik Undang-Undang Ketahanan Pangan maupun peraturan lain yang terkait, terdapat beberapa pasal yang memberikan ruang kepada masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam menjaga ketahanan pangan. Keterlibatan tersebut dapat dilakukan dengan fasilitasi saprodi, dan area produksi pada lahan kering, sawah, hutan rakyat/adat dan rawa. Bahkan, jika diperlukan, dapat dilakukan ekstensifikasi dari lahan transmigrasi. Selanjunya, keterlibatan masyarakat juga dapat dilakukan melalui program padat karya tunai desa, yang memungkinkan masyarakat terlibat dalam kegiatan produktif di bidang pertanian

Rekomendasi

  1. Kemendes PDTT, Kemendagri dan Pemda mendorong pemerintah desa segera melakukan refocusing dan realokasi anggaran dalam APBDes melalui Musdes dan disahkan dalam Perdes. Perubahan dilakukan terhadap program yang tidak berkaitan dengan program penanggulangan Covid 19 dan ketahanan pangan.
  2. Aktivasi gerakan pangan lokal berbasis desa. Pada tahun 2016, Kemendes PDTT menggagas Program Gerakan Pangan Berbasis Desa, Gerakan ini bertujuan menggerakan masyarakat supaya mendukung dan mengembangkan keanekaragaman konsumsi dan keanekaragaman pangan di 34 provinsi. Gerakan ini sejalan dengan Perpres RPJMN yang menargetkan 2.231 lokasi untuk pembinaan dan pengembangan produksi pangan. Meski berdasarkan data, ketersediaan pangan nasional dapat terpenuhi hingga November 2020, kita tidak mengetahui kapan wabah Covid 19 ini akan berakhir. Untuk itu, kita perlu melakukan strategi lain dengan memanfaatkan keanekaragaman pangan lokal berbasis desa sebagai langkah antisipasi jika Covid 19 ini belum berakhir pada bulan November atau ketersediaan pangan tidak mencukupi.
  3. Digitalisasi BUMDes. Pandemik telah menciptakan new normal life , termasuk di desa. Ketika transaksi dan kegiatan ekonomi tidak boleh menciptakan kerumunan masal, maka BUMDes dapat memanfaatkan akses internet dengan memastikan unit bisnis pertanian dijalankan melalui platform digital, baik itu melalui Whats app maupun kolaborasi di e-commerce. Hal ini juga perlu dibarengi dengan kolaborasi antar BUMDes meski hal ini akan sedikit membutuhkan tenaga karena BUMDes sendiri justru harus berkompetisi satu dengan lainnya (Hardjosoekarto, 2020)
  4. Sinergi lintas kementerian untuk ketahanan pangan. Kementerian yang berkaitan seperti Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transimgrasi, Kementan dan Kemenhut & LH dapat menjalankan perannya masing-masing dan membangun sinergitas antar kementerian, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam mempercepat implementasi program prioritas ketahanan pangan sesuai Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tetang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024  dengan target tahun 2020 melalui penyediaan peta ketahanan dan kerentanan pangan, pembangunan unit lumbung pangan masyarakat di beberapa provinsi; dan Pembentukan unit ketahanan keluarga.

Referensi

BMKG. (2020, Maret 23). Retrieved from https://www.bmkg.go.id/iklim/prakiraan-musim.bmkg

BPS. (2018). Kajian Konsumsi Bahan Pokok Tahun 2017. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Ditjen PPMD, K. P. (2020). Diambil kembali dari https://ditjenppmd.kemendesa.go.id/

Hardjosoekarto, S. (2020, 03 13). Diambil kembali dari https://kompas.id/baca/opini/2020/03/13/dilema-koperasi-dan-bum-desa/

Katadata. (2019). katadata.co,id. Diambil kembali dari https://katadata.co.id

Pertanian, K. (2019). Diambil kembali dari http://bkp.pertanian.go.id/storage/app/media/Bahan%202020/IKP%202019%20FINAL.pdf

Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tetang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024

Peraturan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi  (Permendes PDTT) Nomor 1 tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa

Scroll To Top