Lewati ke konten

Pendirian BUMDes Telah Menyimpang dari Semangat UU Desa

Iwan Soelasno

Pemimpin Redaksi DESAPEDIA.ID, Direktur Pelaksana APDESI, dan Tenaga Ahli Komite I DPD RI

Bumdesa

Pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). Dalam perkembangannya, BUMDes didorong sebagai lembaga komersial. Keberadaan BUMDes sejatinya adalah sebagai lembaga ekonomi yang harus berpihak pada kepentingan ekonomi masyarakat desa melalui kontribusinya dalam penyediaan pelayanan sosial.

Kondisi ini justru bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah terkait BUMDes. Pemerintah cenderung memaksakan setiap desa memiliki BUMDes dengan pertimbangan profitable (menguntungkan) yang minim aspek sosialnya.

Hal tersebut diperkuat dengan terbitnya Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 4 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Desa Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2017 yang telah menetapkan 4 program prioritas. Salah satunya adalah pendirian BUMDes, selain Program Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades), embung dan sarana olahraga.

Dengan demikian, pendirian BUMDes sejauh ini telah menyimpang dari semangat UU Desa. Pengaturan BUMDes dalam Peraturan Menteri Desa PDTT juga melanggar Peraturan Pemerintah.

Dalam Pasal 7 dan Pasal 8 Permendes PDTT Nomor 4 Tahun 2015 tentang BUMDes, membuka ruang bagi terbentuknya unit–unit usaha BUMDes yang berbadan hukum lain. Yaitu, Perusahaan Terbatas (PT), Koperasi dan Commanditaire Vennootschap (CV) yang dalam hal ini tidak sejalan dengan penjelasan Pasal 87 UU Desa yang menyatakan bahwa BUMDes dibentuk oleh pemerintah desa untuk mendayagunakan segala potensi ekonomi, kelembagaan perekonomian, serta potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa.

Oleh karena itu, BUMDes tidak dapat disamakan dengan badan hukum seperti PT, CV, ataupun Koperasi. BUMDes merupakan suatu badan usaha bercirikan desa yang dalam pelaksanaan kegiatannya di samping untuk membantu penyelenggaraan pemerintahan desa, juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat desa.

Jika melihat PP Nomor 43 Tahun 2014 jo PP Nomor 47 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa BUMDes merupakan kewenangan lokal berskala desa yang dituangkan melalui Peraturan Desa (Perdes), maka Permendes PDTT Nomor 4 Tahun 2015 ini tidak sejalan dengan PP tersebut di atas.

Dalam ketentuan UU Desa, pendirian BUMDes sesungguhnya bukan sebuah keharusan. Pada Pasal 87 ayat (1) UU Desa menyebutkan bahwa Desa dapat mendirikan BUMDes. Sedangkan pada pasal 88 ayat (1) disebutkan bahwa pendirian BUMDes disepakati melalui Musyawarah Desa. Sedangkan dalam Pasal 88 ayat (1) disebutkan bahwa Pendirian BUMDes ditetapkan dengan Peraturan Desa.

Artinya, masyarakat desa-lah yang menentukan arah, tujuan, dan kebutuhan terhadap adanya BUMDes yang diputuskan bersama melalui mekanisme musyawarah desa.

Namun demikian, banyak desa yang mulai mendirikan BUMDes karena tersedianya anggaran Dana Desa. Selain itu, ditemukan juga desa yang mempunyai gabungan kelompok tani (Gapoktan) yang merupakan aset desa, diintegrasikan ke dalam BUMDes dan diperkuat dengan regulasi di tingkat pusat sebagaimana usulan dari kebanyakan desa di Kabupaten Madiun.

Hanya 10 Persen

Merujuk catatan pemerintah, sampai tahun 2019 ini ada 42.000 BUMDes yang telah terbentuk dan tersebar di 74.958 desa di seluruh Indonesia. Namun, dari 42.000 BUMDes tersebut hanya 10 persen yang berjalan dengan baik.

Hal ini sebagai akibat banyak peraturan di bawah UU Desa yang mengatur BUMDes hanya sekedar copy paste dari peraturan tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Padahal, semangat pendirian BUMDes yang diatur dalam UU Desa sangatlah berbeda dengan BUMN.

Dalam konteks pendirian BUMDes, pemerintah harus mejadikan UU Desa sebagai dasar. Yaitu, mengedepankan semangat gotong royong dan kekeluargaan sebagaimana yang menjadi ciri khas masyarakat desa yang sesuai dengan penjelasan Pasal 87 UU Desa, agar fungsi sosial dan komersial dari BUMDes dapat berjalan sesuai dengan semangat desa.

Sekalipun demikian, keberadaan BUMDes yang didanai dari Dana Desa telah mampu memanfaatkan potensi dan tenaga kerja lokal, serta membuka peluang bagi masyarakat desa untuk memperbaiki perekonomiannya. BUMDes berkontribusi terhadap penurunan angka kemiskinan dan kenaikan pendapatan per kapita masyarakat desa.

Tercatat, persentase kemiskinan Maret 2017 sebesar 13,93% sedangkan pada Maret 2018 turun menjadi 13,2%. Artinya tingkat kemiskinan di desa turun sebesar 0,73 persen. Sedangkan jumlah orang miskin perdesaan turun sebesar 1,29 juta. Yakni, dari 17 juta orang pada Maret 2017 menjadi 15,71 juta orang pada Maret 2018.

Penulis adalah:

  • Founder dan Pemimpin Redaksi DESAPEDIA.ID
  • Mantan Wakil Sekretaris Pengurus Wilayah GP Ansor Provinsi DKI Jakarta
Scroll To Top