Lewati ke konten
Idul Fitri Almalik Pababari Idul Fitri Almalik Pababari

Pembangunan Sarana Air Bersih Berbasis Masyarakat Dan Pembentukan Peraturan Desa: Peran Perguruan Tinggi Dalam Penguatan Kelembagaan Desa

Diana Fawzia MA

Ketua Pusat Pengkajian Politik dan Pengembangan Masyarakat Universitas Nasional

UU No 6 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa mensyaratkan penguatan kelembagaan desa. Penguatan kelembagaan tidak bisa lagi semata mengandalkan pemerintah tapi perlu ada sinerjitas dan kerjasama dengan berbagai unsur masyarakat. Salah satu unsur masyarakat yang memiliki kompetensi adalah Perguruan Tinggi. Pelibatan Perguruan Tinggi ini sejalan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni Pengajaran; Penelitian; dan Pengabdian Masyarakat. Peran ini tidak sebatas sosialisasi dan penyuluhan tapi ditingkatkan menjadi karya nyata sesuai kebutuhan masyarakat dan pemerintah desa seperti; pendampingan penyusunan  peraturan, pembangunan infrastruktur, dan kerja-kerja yang aktif lainnya. Ini merupakan bentuk nyata dari partisipasi politik.

Perguruan tinggi sebagai bagian dari masyarakat berperan sebagai inovator, motivator dalam kasus ini juga sebagai pembentuk peraturan (ekspropriator). Walau desa sudah mendapat dana desa cukup besar tapi tidak diikuti dengan pengembangan sumber daya manusianya.

Kehadiran Perguruan Tinggi juga membuka jalan masuknya keterlibatan pihak swasta dan LSM. Kami, Pusat Pengkajian Politik dan Pengembangan Masyarakat-Universitas Nasional (P4M-Unas), telah melakukan serangkaian kegiatan tersebut dalam satu program penguatan kelembagaan di Desa Cibadak, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desa Cibadak adalah salah satu desa tertinggal yang gersang dan minim sarana air bersih. Program dimulai pada Juli 2016, dan selesai pada Februari 2018.

Partisipasi dan Kontribusi Warga

Gagasan ini muncul sebagai hasil Focus Group Discussion (FGD) mengenai kebutuhan dasar masyarakat yang kami adakan sebanyak 3 (tiga) kali di tahun 2016. Diawali dengan mengajak serta WIN-Develpoment, sebuah LSM yang memiliki pengalaman membangun sarana air bersih. Dukungan dana dan prasarana kami peroleh dari PT Bangun Panca Sarana Abadi, sebuah perusahaan pembangun pembangkit tenaga listrik, dan PT Rucika, perusahaan yang bergerak di bidang pengadaan pipa air, melalui program CSR mereka, untuk mau membantu membangun sarana air bersih berbasis masyarakat (SABBM).

Tantangan terbesar yang kami hadapi adalah mengajak serta masyarakat. Bukan sekedar pasif menerima bantuan, tetapi juga aktif membangun bersama kami dan para mitra. Kami harus terus menerus mengajak melalui musyawarah warga, mendatangi dan berdialog dengan tokoh-tokoh masyarakat setempat. Pengalaman menunjukkan bahwa partisipasi dan kontribusi warga amat berpengaruh pada motivasi dan rasa memiliki sarana tersebut. Bentuk kontribusi berupa; tenaga kerja, konsumsi, iuran, dan bahan bangunan yang berasal dari lingkungan mereka.

Sistem Meteran Air Berbayar

Mengacu pada pengalaman di desa lain dan juga program WSLIC-2 di Desa Cibadak yang gagal dalam menciptakan keberlanjutan program, program SABBM yang digagas oleh P4M-UNAS dirancang menggunakan sistem meteran air dan berbayar. Melalui penggunaan meteran air, penggunaan air dapat lebih terkontrol dan terukur. Sistem pemakaian air berbayar menciptakan rasa keadilan dan menghindari konflik distribusi air antar warga desa. Kamipun melakukan studi banding dengan mengajak beberapa warga ke Desa Kiara Sari yang di kabupaten yang sama. Desa tersebut telah berhasil menerapkan SABBM dengan sistem meteran air berbayar.

Pembentukan Badan Pengelola Air Berbasis Masyarakat (BPAB)

Salah satu persoalan yang kerap muncul dalam program sarana air bersih adalah faktor pengelolaan dan perawatan sarana. Untuk itulah Badan Pengelola Air Bersih (BPAB) mutlak ada. Lembaga inilah yang bertanggung jawab dalam hal pelaksanaan pengelolaan air bersih mulai dari pendaftaran, penyambungan meteran, penarikan iuran, hingga perawatan sarana dan sumber mata air. P4M-UNAS berpandangan bahwa partisipasi masyarakat adalah modal sosial yang sangat besar dalam mewujudkan keberlanjutan program.

Pengurus lembaga harus berbasis warga desa. Terdiri atas wakil-wakil masyarakat dari 6 (enam) dusun penerima air bersih dari 8 (delapan) dusun yang ada di desa Cibadak. Keterlibatan aparat pemerintah desa dalam BPAB diminimalisir, hanya sebagai unsur pembina atau penasehat.

Keberadaan institusi ini juga dikuatkan melalui Surat Keputusan Lurah. Pengurus dilantik oleh Camat Tanjungsar pada peresmian SABBM. Satu bentuk penguatan kelembagaan yang konkrit, Mengelola sesuatu yang menjadi kebutuhan masyarakat. Kedepannya diharapkan akan muncul kemandirian warga untuk ikut mengembangkan lembaga ini.

Pembentukan Peraturan Desa

Demi menjaga kelangsungan program kami kemudian menginisiasi sekaligus mendampingi penyusunan Peraturan Kepala Desa Cibadak Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Pelestarian Sumber Mata Air Serta Pengelolaan dan Pemanfaatan Air Bersih. P4M-Unas terus mendampingi sampai program penguatan ini berimbas pada penguatan lembaga atau pembentukan lembaga–lembaga baru sesuai kebutuhan masyarakat. Sistem itulah yang diwujudkan dalam peraturan desa.

Pemerintahan desa dalam hal ini adalah Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi sebagai regulator dan pelindung bagi keberlanjutan program SABBM. Aturan-aturan yang tertera dalam peraturan desa tersebut haruslah berasal dari aspirasi warga desa melalui forum musyawarah tingkat desa.

Hal yang perlu diatur dalam peraturan desa tentang pengelolaan sarana air bersih antara lain: tugas dan tanggung jawab BPAB, mekanisme pendaftaran, mekanisme pencatatan meteran, biaya-biaya, dan sanksi bagi pelanggaran. Pada tanggal 12 Maret 2018, Peraturan Kepala Desa Cibadak No 4 Tahun 2018 Tentang Pelestarian Sumber Mata Air Serta Pengelolaan dan Pemanfaatan Air Besih di tetapkan. Selanjutnya kami lakukan sosialisasi Perdes kepada seluruh warga Desa semapai dengan tahun 2019.

Sosialisasi pendidikan politik

Sebagai kelanjutan dari pengabdian masyarakat (pembangunan SABBM), serta demi keberlanjutan pengelolaan SABBM dan penguatan kelembagaan, kami melakukan penelitian mengenai kepemimpinan dan demokrasi lokal di desa tersebut. Dana untuk penelitian dan penyusunan serta sosialisasi Perdes kami peroleh dari Hibah Dikti Skema Penelitian Terapan Unggulan Perguruan Tinggi (PTUPT).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses regenerasi kepemimpinan sulit untuk dilakukan. Hal ini terkait dengan budaya politik masyarakat yang merupakan perpaduan dari budaya politik parokial (apatis) dengan budaya politik kawula. Salah satu sarana memunculkan pemimpin adalah melalui BPAB.

Kami berikan materi kepemimpinan, organisasi, penyusunan Peraturan Desa, serta keterampilan mengelola SABBM dan merawat konversasi sumber air. Selain terus mendampingi dalam prakteknya. Untuk dua materi terakhir kami bekerja sama dengan LSM WALHI Jawa Barat yang telah dilibatkan pada FGD di tahun 2016.

Diharapkan dengan pembekalan ini akan muncul tokoh-tokoh muda yang berani melakukan perubahan di desa Cibadak.

Penutup

Program Sarana Air Bersih Berbasis Masyarakat yang penuh tantangan akhirnya diresmikan pada Februari 2018 oleh Camat Tanjungsari, dihadiri oleh Ketua APDESI Kecamatan, KPPOD, PT BPSA, PT Rucika, WIN-Development, perwakilan dari Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Pemerintah Kabupaten Bogor, pimpinan Universitas Nasional, dan undangan dari desa sekitar.

Kami berharap dengan adanya SABBM dan Perdes Sarana Air Bersih ke depannya bisa mendorong berdirinya lembaga-lembaga lain yang saling menguatkan dan menghadirkan kesejahteraan bagi desa dan seluruh warganya. ***

Scroll To Top