Lewati ke konten

“Pegang Kepalanya”

Novel Abdul Gofur

Ahli Tata Kelola Kepemerintahan (Governance / Institutional Specialist)

Sangat berkesan dengan dua kata ini, yang diimbuhi akhirannya di kata kedua. Dapat dibilang ini merupakan frase yang acap kali disampaikan oleh “kita-kita” baik dalam suasana yang sebetulnya terlibat dalam dinamika ‘politik’ ataupun pada saat diskusi-diskusi atau obrolan-obrolan santai perihal kepemimpinan, strategi perang, atau bahkan yang tidak kalah saat ini yaitu diskusi Koalisi Pemerintahan selepas Pilpres 2019 ini.

Konteks pada frase itu dapat diartikan bahwa akan menjadi kondisi tenang atau yang diinginkan apabila seseorang atau sekelompok orang dapat mendapatkan kepercayaan atau kemenangan atas keikutsertaan seseorang dalam grup-nya atau menjadi aliansi dengan dirinya.

Penugasan saya ke Jakarta dua hari ini, Rabu dan Kamis, 9 dan 10 Mei 2019 merupakan bagian dari upaya saya untuk “memegang kepalanya”, yaitu keinginan untuk mendapatkan keikutsertaan (komitmen) para kepala daerah dan para ketua DPRD untuk mendukung program pemerintah yaitu Strategi Nasional (Stranas) Konvergensi Percepatan Pencegahan Stunting (KP2S).

KP2S ini telah di-launching pada tanggal 23 November 2019 oleh TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan) yang didukung oleh 23 kementerian, salah duanya adalah Bappenas dan Kemendagri, merupakan program pemerintah untuk mendukung dalam upaya pencegahan stunting yang melibatkan berbagai sektor, dalam hal ini kementerian terkait di level pusat, atau perangkat daerah (PD) untuk pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Terdapat 8 Aksi Pedoman KP2S sebagaimana turunan dari Stranas ini yang mana 8 Aksi Pedoman ini harus terefleksi didalam proses perencanaan penganggaran pemerintahan daerah.

Dukungan atau komitmen para kepala daerah dan para ketua atau anggota DPRD ini menjadi sine qua non, baik dalam konteks administrative–proses perecanaan pengganggaran daerah, maupun dalam konteks politiknya, yaitu memenuhi janji-janji politik para kepala daerah dan para ketua atau anggota DPRD kepada para konstituennya.

Singkatnya, dukungan atau komitmen dari para kepala daerah dan para ketua atau anggota DPRD ini dapat dilakukan secara kolektif yang mana tidak menanggalkan esensi dari komitmen itu sendiri.

Maksudnya kolektif adalah mendapatkan dukungan dari wadah atau asosiasi atau perkumpulan para kepala daerah dan para ketua atau anggota DPRD, yang mana ‘wadah’ ini memang sudah ada, dan berjalan efektif dalam mengadvokasikan kepentingan kepala daerah dan ketua atau anggota DPRD, membantu peningkatan kapasitas para kepala daerah dan para ketua atau anggota DPRD dalam melaksanakan kepemimpinannya di daerah, memberikan pelayanan yang berhubungan dengan peningkatan pelayanan publik di kabupaten dan kota, serta membantu mempromosikan potensi kabupaten dan kota kepada pihak ketiga.

Wadah ini bernama Asosiasi, yang terdapat 4 (empat) Asosiasi Pemerintah Daerah, yang kesemuanya terbentuk pada awal-awal pelaksanaan Otonomi Daerah, tahun 2000, dan secara umum tujuannya adalah untuk membantu kepentingan para anggota (pemerintahan kabupaten dan kota) dalam menjalankan fungsinya, baik sebagai kepala daerah atau ketua DPRD atau anggota atau secara organisatoris atau kelembagaan.

Ke-empat asosiasi ini, yaitu:
1. Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI),
2. Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI),
3. Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI), dan
4. Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI).

Untuk APKASI dan APEKSI anggotanya para bupati dan walikota seluruh Indonesia. Sementara untuk ADKASI dan ADEKSI anggotanya terdiri dari para anggota dewan dari DPRD kabupaten maupun DPRD kota seluruh Indonesia.

Secara psikologis maupun kolegial, wadah Asosiasi Pemda ini sangat efektif untuk membantu program atau kegiatan pusat yang akan dilaksanakan di daerah. Baik itu dilakukan oleh provinsi (dekonsentrasi) ataupun langsung dari pusat (tugas pembantuan) atau oleh daerah itu sendiri (otonomi daerah).

Dikatakan secara psikologis bahwa melalui berkumpulnya para kepala daerah dan ketua atau anggota DPRD ini akan memudahkan penyampaian kebijakan pusat untuk dapat diinternalisasikan di dokumen kebijakan para asosiasi ini, yaitu melalui instrument rekomendasi Munas (Musyawarah Nasional), rekomendasi Rakernas (Rapat Kerja Nasional), rekomendasi regular–yaitu surat dukungan atau surat dukungan bersama (APKASI dan ADKASI atau APKASI dan APEKSI, atau bahkan ke-empat-empatnya), atau bahkan dengan surat edaran.

Dapat dikatakan bahwa rekomendasi dari Asosiasi Pemda ini lebih efektif dikarenakan keterbentukan keorganisasian dan atau kekelompokannya dikarenakan adanya hubungan yang sama dan kerap saling berinteraksi (terdapat suatu masalah/isu/program/acuan) sehingga lambat laun perjalanan keorganisasian (Asosiasi Pemda) ini menghasilkan tumbuhnya rasa kebersamaan dan rasa memiliki (Emile Durkheim–Kelompok Sosial).

Menjadi catatan tersendiri bahwa proses perecanaan anggaran yang dimulai dari Musrenbang sampai dengan sebelum pengesahan APBD itu, masukan ‘teknokratik’ dari para PD menjadi landasan kalau program KP2S ini tersedia.

Program KP2S ini, yang diejawantahkan melalui 8 Aksi Pedoman KP2S ini akan “menempel” dan diulang tiap tahunnya di proses perencanaan penganggaran pemerintah daerah. Namun, terdapat “ruang” yang tidak dapat disentuh oleh 8 Aksi Pedoman KP2S di dalam tahapan proses perencanaan anggaran tersebut, yaitu pada saat pembahasan di tahapan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta pada saat pengesahan Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (R-APBD).

“Ruang” ini boleh saya katakan ruang politik anggaran dimana “janji-janji politik” dari para kepala daerah dan ketua atau anggota DPRD akan lebih dominan – terlepas administrative process anggaran (substansi dan tahapannya) sudah benar, sehingga tidak menutup kemungkinan program atau kegiatan dalam pencegahan stunting yang diusulkan oleh para PD dan berbasis by name by address, serta sudah mengikuti 8 Aksi Pedoman KP2S, nantinya hanya setengah porsi yang diadopsi di RKA bahkan kemungkinan tidak sama sekali.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas, dan kiranya melalui Asosiasi Pemda ini, khususnya melalui surat rekomendasi dari para Asosiasi Pemda bahwa para kepala daerah dan para ketua atau anggota DPRD mendukung pelaksanaan 8 Aksi KP2S dalam proses perencanaan penggangaran pemerintahan daerah, akan memperkecil atau bahkan menutup ‘ruang politik anggaran’ apabila pada saat pembahasan program dan kegiatan pencegahan stunting di RKA Pemda.

Melalui keterikatannya di ‘kelompok sosial’ ini, yaitu Asosiasi Pemda, secara tidak langsung para kepala daerah dan para ketua atau anggota DPRD akan mempunyai ‘semangat psikologis atau ikatan bersama’ (Soerjono Soekanto) untuk merujuk pada rekomendasi Asosiasi Pemda yang mendukung untuk memasukan program atau kegiatan stunting.

Konsekuensinya pada saat Tim Asistensi Penganggaran Daerah (TAPD), dalam hal ini Sekda dan kepala Bappeda pada saat diskusi usulan anggaran tahun berikutnya di TPAD ini dapat melampirkan atau menunjukan surat dukungan atau rekomendasi dari para kepala daerah atau para anggota atau ketua DPRD, yaitu Asosiasi Pemda.

Dengan mendapatkan bentuk dukungan dari Asosiasi Pemda ini (dukungan politis), serta dukungan proses administrative, yaitu proses perencanaan anggaran yang berbasis 8 Aksi KP2S yang dilaksanakan oleh para PD dan dikoordinatori oleh Bappeda, seyogyanya kekhawatiran APBD tahun berikut yang berbasis 8 Aksi Pedoman KP2S akan tidak diadopsi sudah tidak relevan.

Sangat pentingnya untuk mendapatkan dukungan dari para kepala daerah dan para ketua DPRD atau anggotanya dalam proses perencanaan anggaran berbasis 8 Aksi Pedoman KP2S ini, saya upayakan melalui pertemuan saya dengan para Sekretariat Nasional (Seknas) Asosiasi Pemda.

Seknas ini merupakan kunci yang dapat menjembatani kepentingan dari luar (untuk kebaikan pemerintahan daerah) dengan para Anggota Asosiasi Pemda (kepala daerah dan ketua DPRD/anggota). Sebelum suatu menjadi kebijakan Asosiasi Pemda yang nantinya melekat di para anggotanya, Seknas inilah yang merumuskan dan mengelola suatu isu dan atau informasi untuk dijadikan kebijakan asosiasi.

Akhir kata, selain dari reuni kecil saya ini – berkunjung ke teman-teman Sekretariat Nasional Asosiasi Pemda, saya juga menitipkan pesan dari “Pusat” bahwa Program KP2S – disadari atau tidak – memang sudah harus diadopsi oleh pemerintahan kabupaten dan kota, karena 5 pelayanan wajib dasar kabupaten/kota–sebagaimana pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten dan Kota–yaitu Pendidikan, Kesehatan, PU PR, Sosial, Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman, itu semua (program dan kegiatannya) sangat berhubungan dengan pencegahan stunting, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 UU No. 23 Tahun 2014 (Otonomi Daerah) bahwa belanja daerah diprioritaskan untuk mendanai urusan pemerintahan wajib yang terkait dengan pelayanan dasar yang ditetapkan dengan Standar Pelayanan Minimal/SPM.

Lebih lanjutnya, kerangka formal kerjasama antara Asosiasi Pemda dengan TNP2K/Kemendagri/Bappenas, dan atau melalui kunjungan resmi kedua belah pihak (audiensi) akan membuka peluang antara lain: 1) terdapatnya media/saluran untuk program pusat cepat teradopsi di pemerintahan kabupaten dan kota melalui forum-forum resmi kebijakan Asosiasi Pemda; 2) Reguler Bimbingan Teknik baik untuk Seknas Asosiasi atau Anggota Asosiasi perihal pencegahan stunting – sehingga penyebaran pengetahuan tidak hanya di pusat, 3) Media Korwil/Koordinator Wilayah yang dipunyai Asosiasi Pemda juga dapat menjadi wadah untuk kegiatan yang berskala regional.

Di bulan yang baik dan penuh berkah ini, mudah-mudahan upaya untuk membumikan program KP2S kepada para Asosiasi Pemda dapat terkabulkan dan menghasilkan manfaat yang banyak untuk anggota Asosiasi Pemda umumnya, dan khususnya untuk masyarakat lebih sejahtera yang ada di kabupaten dan kota dimana ini menjadi tujuan akhir dari Asosiasi Pemda.

12 Mei 2019
Lapangan Golf Rawamangun, Jakarta Timur

Scroll To Top