Lewati ke konten

Kedaulatan di Tangan Rakyat Pelosok Desa

Agun Gunandjar Sudarsa

Ketua Dewan Pembina Forum Bhineka Indonesia (Forbin)

Kedaulatan di Tangan Rakyat Pelosok Desa

Ilustrasi (Foto/DOK)

Kedaulatan rakyat tidak semata hanya dalam hal politik bersih melalui haknya dalam pemilu setiap 5 tahunan. Namun harus juga diberikan kedaulatannya di bidang ekonomi.

Untuk itu pasca pemilu usai, rakyat berhak memperoleh kesejahteraannya karena tujuan pemilu untuk kesejahteraan rakyat.

Maka, rakyat sampai detik ini masih tinggal dan hidup di desa-desa wajib mendapatkan segala bentuk pendapatan negara.

Kuncuran Dana Desa melalui UU Nomor 6 tahun 2014 yang setiap tahun terus meningkat, wajib dijaga dan ditingkatkan ke arah kemandirian dan kesejahteraan rakyat desa.

Menjadi desa mandiri dan produktif yang mampu menciptakan lapangan kerja sendiri dari seluruh sumber daya yang ada di desanya, sehingga tidak adalagi migrasi dari desa ke kota. Bahkan, sebaliknya akan banyak orang cerdas berkeahlian menjadi konsultan di desa.

Sesungguhnya apabila UU Pemerintah Daerah, UU Kementerian Negara, dan UU Desa ini dijalankan secara konsisten dan benar, maka akan terjadi perubahan yang sangat luar biasa, di mana pertumbuhan ekonomi yang kita miliki saat ini akan berkorelasi langsung dengan pemerataan, keadilan, penyerapan tenaga kerja, dan kemiskinan. Bahkan, dapat mencegah terjadinya segala praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang masih saja terjadi.

Alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tak lagi berpusat di Jakarta pada kementerian, terkecuali untuk sejumlah program strategis yang berskala nasional maupun internasional, seperti industri pertahanan dan keamanan, hukum, agama, luar negeri, infrastruktur strategis integrasi nasional, dan atau program strategis nasional lainnya.

Selebihnya teralokasikan pada pemerintah daerah (Pemda) baik tingkat desa, kabupaten/kota, maupun provinsi yang porsinya seperti piramida. Tidak perlu lagi beberapa program yang sudah bisa dikerjakan di Pemda, namun masih di alokasikan di pemerintah pusat, dalam hal ini kementerian terkait.

Alihkan ke Dana Alokasi Khusus (DAK) secara pasti setiap tahunnya sesuai kondisi objektif luas wilayah dan jumlah penduduk ke setiap provinsi, kabupaten/kota, serta desa agar semakin meningkat.

Hal ini tentunya akan menghilangkan opini yang terjadi saat ini, yakni Negara Proposal atau negara “ajul” dalam bahasa sunda, atau minta ke pusat. Yang menjadikan para kepala daerah dan dinas terlibat dalam praktek KKN dengan pusat. Yang membuat kepala daerah dan kepala dinas lebih sering berada di Jakarta untuk keperluan tersebut, yang ditindaklanjuti dengam program Bimtek di Jakarta untuk penyerapanannya.

Alokasi anggaran ke daerah yang semakin besar, akan mendorong lahirnya para pelaku ekonomi baru di provinsi dan kabupaten/kota, dan ini akan menyerap ribuan bahkan jutaan tenaga kerja, karena tersebar dari Sabang sampai Merauke.

Pertumbuhan ekonomi pun akan semakin merata, yang berdampak pada pemerataan dan keadilan di Indonesia.
Konsep ini sesungguhnya telah dirancang melalui UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemda dan UU Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

Alhamdulillah melalui perubahan UU Nomor 32 tahun 2004, yang salah satunya menjadi UU Nomor 6 tahun 2014, Pemerintahan Jokowi-JK konsisten melaksanakannya melalui kucuran Dana Desa di APBN yang semakin meningkat. Mulai dari Rp 22 triliun pada 2015, hingga sekarang sudah menjadi Rp 70 triliun untuk desa, dan Rp 3 triliun pada APBN 2019.

Dengan demikiaan kedaulatan rakyat menjadi benar adanya. Tidak semata memberi hak politik saat pemilu untuk mencoblos, akan tetapi rakyat di desa dan kelurahan diberi hak ekonomi untuk mendapatkan alokasi anggaran untuk kemandirian dan kesejahteraannya.

Kurangi alokasi untuk pemerintah pusat. Serahkan ke daerah disertai bimbingan teknis dan supervisi pusat ke daerah dengan pengawasan yang ketat melalu sistem disertai “reward and punishment” yang jelas.

Mereka siap berkompetisi untuk memajukan dan menyejahterakan rakyat desa. Jika desa kuat, otomatis kabupaten/kota, provinsi, dan negara menjadi kuat. Selain itu, pertumbuhan yang tinggi akan berkorelasi dengan pemerataan dan keadilan, menyerap tenaga kerja, dan mengentaskan kemiskinan.

Indonesia, merdeka bukan karena perbedaan ideologi antar agama, atau paham keagamaan seperti di Eropa dan Amerika. Indonesia merdeka karena penjajahan/kolonialisme. Karena penderitaan atas penjajahan itulah semua elemen bangsa yang berbeda agama, suku, bahasa, adat istiadat, dan latar belakang saat itu bersatu, fakta politik 1908 dan 1928 menunjukan hal tersebut, hingga akhirnya 1945 bangsa kita merdeka.

Pemimpin yang kita pilih adalah Pemimpin Negara, bukan yang lain. Tentunya pemimpin yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Pasal 29 UUD 1945), pemimpin yang mendasarkan kepada Pancasila, pemimpin yang tidak memisahkan agama dan negara, pemimpin yang menjadikan agama menjadi moralnya negara.

Scroll To Top