Lewati ke konten

Dana Desa Harus Dipertahankan

Amidi

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Palembang dan Pengamat Ekonomi Sumatera Selatan

Dana Desa

Beberapa waktu yang lalu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan mengentikan penyaluran dana desa untuk 56 desa di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara, lantaran diketahui desa tersebut tidak memenuhi syarat aturan desa.

Desa tersebut cacat hukum dan register Perda Pertanggungjawaban APBD.

Berdasarkan hasil tersebut, dana desa tahap ketiga pada 2019 lalu untuk 56 desa dihentikan sampai ada kejelasan (RiauPos.co, 15 Januari 2020).

Pada bagian lain, Akhmad Muqowan selaku Ketua Panitia Khusus (Pansus) UU Desa menyesalkan atas pencabutan Dana Desa oleh UU Nomor 2 tahun 2020.

Muqowan  menjelaskan Dana Desa sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 72 ayat 2 UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa harus dijalankan sesuai ketentuan perundangan, yang memang UU tersebut menjadi tonggak  bagi  keperbipahakan Negara terhadap desa.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa desa mendapat pengakuan sebagai sebuah entitas yang harus diakui keberadaannya di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan sekaligus diberikan kewenangan untuk mengurus sendiri kewenangan yang berskala desa. (desapedia.id, 23 Juni 2020).

Jika dicermati dari dua pernyataan tersebut, sepertinya ada yang kontradiksi. Disatu sisi kita ingin agar desa bisa menjadi mandiri atau agar terbentuknya DESA MANDIRI, disisi lain jika dana desa tersebut dihambat dan atau dihentikan akan menghambat terbentuknya kemandirian desa dan atau akan terhambatnya pembentukan DESA MANDIRI tersebut.

Belum lagi jika kita hubungkan dengan Indeks Desa Membangun (IDM) yang kita dengung-dengungkan tersebut.

Indek Desa Membangun

Otonomi daerah yang telah dicanangkan beberapa tahun yang lalu memang menunjukkan hasil, walaupun belum optimal.

Indikasi ini ditunjukan/dibuktikan  oleh ada beberapa daerah/kabupten/kota baik yang sudah ada maupun hasil pengembangan yang sudah berhasil mandiri dan memang masih ada juga  yang masih jalan ditempat.

Dari pengamalan tersebut, kita sambut baik kementerian Desa, Pembangunan Daerah tertinggal dan Transmigrasi meluncurkan Indeks Desa Membangun (IDM) beberapa waktu yang lalu.

Jika kita perhatikan, ada dua (2) persoalan besar yang mengganjal desa semala ini.

  1. Persoalan desa tertinggal, dan
  2. Kesenjangan sosial di desa. Kita tahu bahwa sedikitnya ada 5000 desa tertinggal  dan betapa kesenjangan soaial semakin menga-nga (melebar)

Diharapkan dengan adanya IDM ini setidaknya akan mengurangi DESA TERTINGGAL dan mengurangi KESENJANGAN SOSIAL.

Yang pada akhirnya diharapkan desa-desa yang ada akan MANDIRI atau menjadi DESA MANDIRI.

Kalau dilihat dari program unggulan dalam IDM tersebut; yakni

  1. Jaring komoditas wiralaba (JKWD),
  2. Lumbung ekonomi desa (LED), dan
  3. Lingkar Budaya Desa (LBD)

Sebetulnya sudah cukup untuk mendorong terbentuknya DESA MANDIRI.  Pemerintah menargetkan tahun 2019 akan tercipta 2000 desa mandiri.

Menurut hemat saya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan kalau program unggulan tersebut mau berhasil:

  1. Untuk JKWD, komoditas pertanian yang dihasilkan oleh desa kebanykan hetrogen, apalagi desa-desa yang ada di sumatera Selatan bahkan mungkin desa-desa yang ada di luar Sumatera Selatan pun demikian. Dengan hetrogennya komoditas yang dihasilkan, selain tidak memiliki ke-khusus-an, nilai tambah produk/komoditas pertanian yang tercipta terkadang relative kecil. Lain halnya kalau desa tersebut memeiliki komoditas pertanian homogeny dan mempunyai khas tersendiri, yang tidak dimiliki oleh desa lain.
  2. Untuk LED, selama ini desa sulit membuat lumbung-lumbung, karena semua hasil pertanian atau hasil perkebunan mereka langsung jual bahkan penjualan hasil pertanian atau perkebunan itu mereka gunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Jangan-kan mereka akan menyimpan dalam LUMBUNG, hasil yang masih hijau (IJOM) pun mereka sudah jual, karena desakan kebutuhan. Untuk itu ada semacam dorongan atau bantuan desa, seperti yang digalakkan sekarang dana desa. Hanya perlu pembinaan dan pendampingan, agar dana tersebut tepat sasaran.
  3. Untuk LBD, selamam ini budaya desa yang dijunjung tinggi oleh masyarakat desa, sudah hamper luntur bahkan sudah luntur sama sekali. Budaya luar dan budaya metropolis yang tumbuh subur, karena desa mudah sekali dipengaruhi pendatang-pendatang dari Kota dan dari luar yang menularkanm budaya tertntu. Sistem pemerintahan desa perlu di evaluasi, apakah system MARGA atau PASIRAH tidak sebaiknya di laksanakan kembali/dihidupkan kembali di desa.

Dana Desa Masih Perlu

Dengan mencermati kepentingan IDM dan Kemandirian Desa tersebut, maka menurut saya dana desa yang selama ini sudah digulirkan, masih perlu dipertahankan.

Apalagi mengingat ketimpangan antara desa dan kota dan mengingat masih minimnya infrastruktur di desa serta masih tingginya angka kemiskinan di tinggkat desa.

Nah, persoalan kemiskinan ini harus menjadi titik sentral kita dalam mengalokasikan dana desa tersebut.

Sekali lagi, persoalan kemiskinan harus menjadi titik sentral dalam mengemplementasikan IDM tersebut. Kemiskinan harus ditekan.

Apalagi mengingat kemiskinan di desa lebih parah dibandingkan di kota. Hal ini tercermin dari INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN, indeks kedalaman kemiskinan di kota hanya 1,24 sedangkan diseda mencapai 2.24. Indeks keparahan kemiskinan di kota 0.31 sedangkan di desa 0,56.

Kemudian yang perlu diperhatikan agar dana desa tersebut benar-benar efektif,  kita terus berupaya melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana desa dan terus melakukan pembinaan terhadap perangkat desa, bila perlu bekerja sama dengan berbagai pihak agar harapan kita terbentuknya DESA MANDIRI tersebut benar-benar terwujud.

Selamat berjuang!!!!!!!!!!!

Scroll To Top