Lewati ke konten
Idul Fitri Almalik Pababari Idul Fitri Almalik Pababari

Mendes PDTT Minta Pendamping Serius Lakukan Pendataan, PLD Beberkan Kendala Pemutakhiran Data IDM Berbasis SDGs Desa

Mendes PDTT Minta Pendamping Serius Lakukan Pendataan, PLD Beberkan Kendala Pemutakhiran Data IDM Berbasis SDGs Desa - Desapedia

Indah Wulandari, PLD di Kabupaten Demak

Jakarta, desapedia.id – Sebagai tindak lanjut dari amanat Permendes PDTT nomor 21 tahun 2020 tentang Pedoman Umum Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Permendes PDTT nomor 13 tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa 2021, saat ini sedang berlangsung pemutakhiran data Indeks Desa Membangun (IDM) berbasis Sustainable Development Goals (SDGs) Desa diseluruh desa di Indonesia.

Tantangan dan kendala dilapangan seringkali dijumpai oleh para Pendamping Lokal Desa (PLD) yang bertugas memutakhirkan data IDM berbasiskan SDGs Desa ini.

Indah Wulandari, Pendamping Lokal Desa (PLD) di Kabupaten Demak, Jawa Tengah adalah salah satu PLD yang mengungkap soal kendala pemutakhiran data berbasis SDGs Desa tersebut.

Tidak tanggung–tanggung, kepada awak desapedia.id, Indah membeberkan 11 kendala dalam pemutakhiran data tersebut.

Pertama, menurut Indah, selama ini tidak ada On Job Training atau OJT secara berkala dari Provinsi kepada desa, yang ada hanyalah sosialisasi.

Indah melanjutkan, kendala kedua adalah soal pemahaman mekanisme aplikasi SDGs yang sulit dilapangan.

“Banyak pertanyaan yang sebenarnya sederhana namun membutuhkan pengetahuan dan ketelitian tentang jawaban. Misalnya ada pertanyaan soal waktu tapi disebutkan dalam jam. Misal hanya membutuhkan waktu 5 menit, menuju sarana sekolah, otomatis relawan harus menghitung pembagian jam menjadi menit, itu pun terjadi dalam jumlah jarak (KM)”, ujar Indah.

Kendala Ketiga, menurut Indah adalah soal server yang kadang tidak “bersahabat” dan  menjadi penghambat para relawan.

Indah menuturkan kendala keempat, yaitu dalam aplikasi terkadang ada kata “bukan Enumator” atau “sudah di hapus sebagai enumator”, ini menyebabkan relawan kemudian harus melakukan log out aplikasi.

Kendala kelima, Indah mengatakan kapasitas ram dalam handphone sangat besar, handphone dengan ram rendah dipastikan tidak bisa melakukan inputing data secara berkala, sehingga ini menyebabkan kegagalan pendataan.

“Soal perangkat handphone sebagai perangkat pendukung ini harus segera ada solusi, karena desa tidak akan mampu membelikan handphone dengan jumlah relawan. Relawan dalam satu desa itu rata-rata lebih dari 3 orang”, lanjutnya.

Kendala keenam, lanjut Indah, adalah soal sosialisasi recofucing anggaran desa membuat desa “bingung” dalam penganggaran.

“Secara juknis, tidak ada pagu baku tentang jumlah anggaran. Ada desa yang menganggarkan sampai ratusan juta, hingga hanya 15 juta saja. Ini kebingungan yang terjadi”, ujarnya.

Indah mengatakan, kendala ketujuh yaitu soal honor relawan yang jelas–jelas membuat keraguan lebih besar. Menurutnya, ada desa yang menganggarkan per Kepala Keluarga (KK)  ataupun per Jiwa, hal ini membuat desa berpenduduk kecil dan besar akan lagi–lagi kebingungan.

Indah kemudian membeberkan kendala kedelapan terkait soal batas waktu. Menurutnya, waktu penginputan sangatlah sempit.

“Soal input data ini sosialisasinya dari propinsi sampai di desa terkesan dadakan. bayangkan, desa kecil mungkin akan mudah menginput dengan waktu sebulan, tapi bagaimana dengan desa besar dengan jumlah jiwa lebih dari 5000, sementara tidak ada kepastian jumlah relawan, pagu anggaran dan lain–lain. Desa kembali menjadi “bulan–bulanan” kebijakan yang terlalu mendadak”, tegas Indah.

Kendala kesembilan, ujar Indah, yaitu soal penggunaan hard copy atau langsung di aplikasi, ini sesungguhnya membuat kebingunan desa dan relawan.

“Di RAB jelas ada anggaran penggandaan hard copy, namun pada pelaksnaan di lapangan, mengisi kertas dengan jumlah pertanyaan banyak, kemudian memindahkan ke aplikasi, membutuhkan waktu, tenaga yang sangat luar biasa”, ungkapnya.

Dalam kendala kesepuluh, Indah menjelaskan aplikasi hanya bisa dikerjakan di handphone android. Sekali lagi, Indah menilai pertanyaan yang banyak dan rinci, akan menyulitkan relawan karena kecilnya tulisan dan beratnya mata karena terlalu lama menggunakan android.

“Catatan saya adalah memang ada beberapa laptop atau PC bisa mendownload aplikasi ini, namun membutuhkan spesifikasi khusus tentunya”, lanjut Indah.

Kendala kesebelas, Indah menyayangkan bahwa disaat yang hampir bersamaan BKKBN juga melakukan sensus penduduk dengan pertanyaan yang nyaris sama, sekitar 80 persen pertanyaannya sama.

Menurut Indah, hal ini menimbulkan keanehan, jika memang sama seperti BKKBN, kenapa tidak meminjam data BKKBN saja untuk pertanyaan yang sama, Kemendes PDTT kemudian melakukan pertanyaan tambahan saja.

“Kasihanilah desa yang terus menerus dipaksakan memakan pil pahit kebijakan dadakan. Apalagi ini juga berkaitan erat dengan anggaran. Desa lagi, lagi dan lagi harus melakukan musdessus”, ungkap Indah.

Dalam kesempatan yang berbeda saat kegiatan Sosialisasi Kebijakan Pendampingan Masyarakat Desa di Surabaya, Jumat (23/4) lalu, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar meminta pendamping desa serius dalam melakukan pendataan tentang desa.

“Investor itu kalau mau masuk ke desa ya lewat Kementerian Desa, Pembangunam Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Bicara soal ekonomi makro, mikro, potensi yang bisa dieksplorasi. Ini kuncinya ada di pendamping. Makanya saya selalu bicara soal data,” ujarnya saat itu.

Pria yang akrab disapa Gus Menteri ini mengakui, beban kerja Pendamping Desa sangat berat, mengingat banyaknya jumlah desa yang harus ditangani oleh masing-masing pendamping. Hal tersebut berimbas pada jam kerja pendamping desa yang cenderung melebihi batas normal.

“Pendamping Lokal Desa ini kerjanya sampai 200 jam per bulan. Tidak mengenal waktu. Mereka bahkan kerja sampai jam 1/ jam 2 malam,” ungkapnya.

Meski demikian, Gus Menteri meminta para pendamping desa untuk terus berupaya meningkatkan profesionalitas dan kualitas kinerja. Sebab menurutnya, keberhasilan program-program yang dilaksanakan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi tidak lepas dari kontribusi para pendamping desa. (Red)

 

Scroll To Top