Lewati ke konten

7 Tahun UU Desa: Sekjen Apdesi Usul Saatnya Dievaluasi, Eks Pansus UU Desa Soroti Fragmentasi di Pemerintah Pusat

Buku Kembali ke Mandat Hasil Pengawasan Komite I DPD RI Atas Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Buku Kembali ke Mandat Hasil Pengawasan Komite I DPD RI Atas Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (FOTO/Dok)

Jakarta, desapedia.id – Undang–Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa yang mulai dberlakukan sejak 15 Januari 2014, pelaksanaannya kini telah memasuki usia ke 7. Di usia ketujuh, banyak sorotan yang pro dan kontra terhadap pelaksanaan UU Desa.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemerintah Desa seluruh Indonesia (Sekjen DPP Apdesi), Agung Heri Susanto turut menyoroti perkembangan pelaksanaan UU Desa setelah 7 tahun berjalan.

Kepada desapedia.id, Agung menyatakan setuju jika saat ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan evaluasi UU Desa setelah lebih dari 5 tahun berjalan.

Saat desapedia.id menanyakan apa isu krusial yang membuat UU Desa harus dievaluasi, Sekjen Apdesi ini mengatakan, masih harus ada penyempurnaan klausul tentang kewenangan hak asal usul desa yang tidak sesuai dengan Pasal18B UUD 1945.

“Soal pemilihan Kepala Desa (Kades) maupun pengisian perangkat desa, ini juga yang harus dievaluasi dari UU Desa, sebab masih belum mencerminkan semangat demokrasi Pancasila dan UUD 1945, yaitu musyawarah mufakat”, tegas Agung.

7 Tahun UU Desa: Sekjen Apdesi Usul Saatnya Dievaluasi, Eks Pansus UU Desa Soroti Fragmentasi di Pemerintah Pusat - Desapedia
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), Agung Heri Susanto. (Dok)

Mantan anggota DPR RI yang juga pernah menjabat sebagai pimpinan dan anggota Pansus Pembentukan UU Desa juga turut memberikan komentarnya tentang 7 tahun pelaksanaan UU Desa.

Anggota Pansus Pembentukan UU Desa di DPR RI yang kini menjadi Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (Depinas Soksi), Ali Wongso Sinaga menjelaskan, bagi pihak–pihak yang ingin merevisi UU Desa perlu klarifikasi kepada publik, pasal–pasal mana yang menghambat pemberdayaan, pembangunan dan pemerintahan desa selama ini, atau adakah hal yang urgent dan rasional sangat dibutuhkan tapi belum ada dalam UU Desa.

7 Tahun UU Desa: Sekjen Apdesi Usul Saatnya Dievaluasi, Eks Pansus UU Desa Soroti Fragmentasi di Pemerintah Pusat - Desapedia
Ketua Umum Depinas SOKSI, Ali Wongso Sinaga

Sementara itu, Mantan Anggota DPR RI dan Wakil Ketua DPD RI periode 2014–2019 yang juga pernah menjabat Ketua Pansus UU Desa, Akhmad Muqowam dalam pernyataannya di TV Desa menyatakan UU Desa menjadi tidak jelas pelaksanaannya ketika Pemerintah tidak definitif dalam memaknai pasal di UU Desa yang menyebutkan menteri adalah menteri yang menangani desa.

“Pemerintah mengartikan ini secara tidak definitif, semua dilakukan dengan cara budaya eweu pakeweuh birokrasi. Tidak ada kritik, otokritik dan korektif diantara pemerintah itu sendiri. Terkait pelaksanaan UU Desa, hambatan pemerintah kali ini adalah karena adanya ewuh pakewuh antara satu kementerian dengan kementerian lain. Korbannya adalah kebijakan ke bawah”, tegas Politisi PPP ini.

7 Tahun UU Desa: Sekjen Apdesi Usul Saatnya Dievaluasi, Eks Pansus UU Desa Soroti Fragmentasi di Pemerintah Pusat - Desapedia
Drs. H. Akhmad Muqowam saat meluncurkan buku yang berjudul “Membangun atau Merusak Desa” (FOTO/Dok)

Muqowam menjelaskan, akibat dari tidak definitifnya pemerintah mengartikan soal kementerian yang menangani desa, yang terjadi adalah misalnya masih ada yang menjadi ini ruangnya kemendagri, ini ruangnya Kemendes, ini ruangnya Kemenkeu.

“kalau ditarik keatas lagi, Menteri Desa urusannya ke Pak Muhajir sebagai Menko PMK, Mendagri urusannya ke Pak Mahfud MD sebagai Menkopolukam. Fragmentasi didalam pemerintah pusat itu jangan dianggap sederhana. Fragmentasi di pusat, pasti juga terjadi fragmentasi dibawah. Ini tidak bisa dibiarkan dengan alasan ini masih proses. Capek kita mendengarkan kata proses itu”, ungkap Muqowam.

Muqowam melanjutkan, pada akhirnya Pemprov, Pemkab dan bahkan Pemdes kebingungan harus taat pada regulasi yang mana, apakah Kemendagri, Kemendes, Kemenkeu, atau BPKP.

“Tidak ada ruang bersama yang kemudian sepakat bahwa regulasi yang diciptakan sebaiknya dari satu sumber atau kalau dari berbagai sumber bisa dielaborasi menjadi sebuah keputusan bersama”, ujarnya.

Dalam kesempatan di TV Desa yang membahas refleksi 7 tahun UU Desa, Muqowam juga menjelaskan soal kondisi Kemendes PDTT saat ini. Menurutnya, setelah ada regulasi baru dan regrouping di Kemendes PDTT ternyata tidak banyak yang mengurus desa, yaitu hanya satu Direktorat Jenderal yang concern pada desa. (Red)

Scroll To Top