Lewati ke konten

Wawancara Eksklusif: Aktivis Anti Korupsi Beberkan soal Desa Fiktif di Konawe

Wawancara Eksklusif: Aktivis Anti Korupsi Beberkan soal Desa Fiktif di Konawe - Desapedia

Aktivis anti korupsi Ilham Killing. (Dok)

Jakarta, desapedia.id – Kabar keberadaan desa fiktif yang mendapatkan bantuan Dana Desa dari pemerintah pusat semakin ramai diperbincangkan.

Hal ini bermula ketika Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyampaikan adanya desa yang tidak berpenghuni alias fiktif yang muncul setelah pemerintah mulai mengucurkan Dana Desa. Tujuan pembentukannya ialah agar desa-desa itu mendapat bantuan dari pemerintah setiap tahun.

Dalam perkembangannya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat bahwa ada 34 desa di wilayah Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara yang bermasalah. Tiga di antaranya fiktif, sedangkan 31 desa lainnya ada, namun SK pembentukannya dibuat dengan tanggal mundur.

Untuk mengetahui fakta desa fiktif di Kabupaten Konawe tersebut, desapedia.id melakukan wawancara via WhatsApp dengan Ilham Killing, seorang aktivis anti korupsi di Kabupaten Konawe. Berikut petikannya:

Seperti apa cerita soal desa fiktif di Kabupaten Konawe yang menerima Dana Desa?

Saya jelaskan saja apa yang kami ketahui, karena kami yang angkat [lebih] dulu kasus ini. Seperti diketahui kasus desa fiktif mencuat kami angkat dan melakukan aksi unjuk rasa di kantor DPRD Kabupaten Konawe hari Rabu 20 Februari 2019 lalu. Kami mempertanyakan kepada pemerintah daerah terkait temuan Inspektorat Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 700/49 perihal hasil klarifikasi monitoring penyaluran Dana Desa Kabupaten Konawe Tahun Anggaran 2015-2018. Yang dimana kesimpulannya adalah Dana Desa untuk Desa Ulu Meraka, Desa Uepai dan Desa Morehe pada periode tahun 2015-2018 sebesar Rp5.084.543.000 telah di transfer dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Daerah Kabupaten Konawe.

Namun, dana ini tidak dicairkan ke Rekening Kas Desa. Kami menanyakan, mengapa hal ini bisa terjadi? Kok kenapa dana tersebut tidak dikembalikan ke negara atau melaporkan di tahun 2015, agar pemerintah pusat tidak lagi mentransfer di tahun 2016.

Tetapi hal tersebut di biarkan bahkan sampai tahun 2018. Kami menduga ada pembiaran dan unsur kesengajaan. Bahkan dana tersebut pun kami duga telah dipakai. Mengapa demikian? Saya berani katakan hal tersebut sejak kami melakukan aksi [unjuk rasa] dan pelaporan pemerintah daerah bahkan DPRD Konawe pun tidak pernah melakukan klarifikasi terkait masalah tersebut. Nah, sekarang mencuat dan sudah masuk berita nasional, baru pemerintah melakukan klarifikasi.

Padahal kasus tersebut muncul di bulan Februari 2019. Dan saya fokus di tiga desa yang di transferkan dananya tapi tidak di salurkan karena tidak punya wilyah administrasi.

Pembiaran ini darimana? Apakah Pemprov Sulawesi Tenggara dan Pemkab Konawe sama-sama membiarkan kasus desa fiktif selama ini?

Mengapa saya katakan pembiaran?Karena dana ini sudah ditransfer sejak tahun 2015. Tapi anehnya Pemda Konawe tidak pernah melaporkan ke pusat, bahkan mengembalikan pun tidak. Sehingga dana tersebut di transper selama 2015-2018. Kalau Pemda punya niat baik, pastinya mereka akan melaporkan bahwasanya desa tersebut tidak punya wilayah. Tapi inikan tidak.

Bagaimana respon aparat penegak hukum di Sultra terhadap kasus ini?

Kasus tersebut sudah masuk tahap penyidikan Polda Sultra, hanya belum ada konfirmasi apakah pihak pejabat daerah, dalam hal ini bupati dan wakil bupati, dan dari pihak DPRD sudah di periksa atau belum. Bahkan, mantan Kepala BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) Konawe yang saat ini menjabat Sekda (sekretaris daerah) Konawe belum juga terkonfirmasi apakah sudah diperiksa atau belum. Karena menurut saya, Sekda Konawe lebih mengetahui hal tersebut karena beliau pada saat itu masih menjabat Kepala BPKAD. (Red)

Scroll To Top