Lewati ke konten

Transisional Para Calon Pemimpin Daerah di Pilkada 2020

Penulis: Yuono Setyo Widagdo, Kader Muda Partai Golkar

Globalisasi telah menjadikan sistem interaksi dalam hubungan internasional antar negara saling terintegrasi satu sama lain sehingga batas-batas antar negara semakin bias. Dengan berakhirnya Perang Dingin pada tahun 1991, segala macam tatanan politik dunia internasional turut mengalami perubahan secara massive. Pola hard diplomacy yang digunakan dalam hubungan perpolitikan internasional semakin menurun identitasnya.

Isu-isu yang berkaitan dengan keamanan dan militer tidak lagi menjadi hal yang selalu menjadi prioritas utama. Masyarakat dunia pun lebih memilih untuk menggunakan tata cara yang lebih kondusif untuk menghindari hubungan yang arahnya untuk berkonflik. Maka, muncul kekuatan soft diplomacy pola yang digunakan dalam hubungan politik internasional lebih bersifat kooperatif.

Pergeseran pola diplomasi ini memunculkan aktor-aktor baru dalam hubungan internasional. Negara (state) tidak lagi menjadi aktor utama, namun muncul aktor-aktor baru seperti ‘substate’ (pemerintah regional/daerah) dan non-state (NGO dan sebagainya) yang ikut berperan dalam dunia internasional.

Dalam hal ini paradiplomasi merupakan proses politk untuk mempertahankan sebuah kebijakan dari politik luar negeri suatu pemerintahan negara dengan mempengaruhi kebijakan politik pemerintahan lain. Adanya perkembangan paradiplomasi ini berdasarkan dengan meluasnya fenomena globalisasi yang berpengaruh besar terhadap berbagai aspek kehidupan.

Pada kontestasi Pilkada 2020 ini diharapkan mampu menjadi stimulus para aktor subnasional untuk menangani kesenjangan pembangunan di Indonesia melalui peran langsung pemerintah daerah yang memiliki kewenangan dengan adanya otonomi daerah. Pentingnya menarasikan praktiknya dengan menggabungkan konsep lokalitas di ranah global yang memiliki tujuan kepentingan ekonomi seperti meningkatnya penanaman modal dan memperluas pasar tanpa menanggalkan identitas serta modalitas kedaerahan.

Di Indonesia, paradiplomasi didukung dengan adanya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah membahas tentang perubahan kewenangan yang dimiliki sejak memasuki era desentralisasi.

Dengan menggunakan konsepsi paradiplomasi dimana konsep kerjasama luar negeri oleh pemerintah daerah dalam kerangka otonomi daerah diberikan kewenangan membangun daerahnya melalui kerjasama luar negeri, karena berdasarkan konsep dasar dari teori paradiplomasi adalah aktor utama dalam kerjasama luar negeri tidak hanya dari negara, tetapi pemerintah daerah juga memiliki peran sangat penting pada kerjasama luar negeri, dimana salah satunya adalah kerjasama baik dibidang pendidikan dan teknologi dengan mengkolaborasikan akademisi local dan Lembaga terkait guna menciptakan sebuah ekosistem yang efektif sehingga mendorong komersialisasi dari hasil transfer IPTEK tersebut selain juga dapat meningkatkan kualitas SDM juga dapat memobilisasi suatu daerah bahkan desa memiliki peran sentris dalam menunjang ekonomi secara micro demi kemajuan suatu daerah dan banyak lainnya. ***

 

 

 

 

Scroll To Top