Lewati ke konten
Idul Fitri Almalik Pababari Idul Fitri Almalik Pababari

Lemahnya Inovasi Pemkab dalam Pembinaan Desa Picu Tata Kelola APBDes Rentan Korupsi

Lemahnya Inovasi Pemkab dalam Pembinaan Desa Picu Tata Kelola APBDes Rentan Korupsi - Desapedia

Direktur IBC, Roy Salam (berdiri)

Jakarta, desapedia.id – Dalam wawancaranya dengan desapedia.id pada Rabu (21/10), Direktur Eksekutif Indonesia Budget Centre (IBC), Roy Salam menjelaskan tentang lemahnya inovasi Pemerintah Kabupaten dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintahan desa sebagaimana diamanatkan dalam UU Desa. Akibatnya, tata kelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) menjadi rentan korupsi.

Dalam wawancaranya, Roy mengawalinya dengan mengatakan, Pemerintah Kabupaten sesungguhnya mempunyai instrumen fiskal yang sangat mungkin bisa mendorong kinerja pemerintah desa.

“Begini, sejauh mana kebijakan pemerintah pusat diterapkan dan diadopsi oleh pemkab, misalnya soal pendekatan pengalokasian, ini yang masih menjadi pertanyaan besar dan sepertinya Pemkab tidak melakukannya. Di APBN terlihat jelas bagaimana pemerintah pusat ingin mendorong desa–desa mempunyai kinerja baik dalam mengelola dana desa. Misalnya terlihat ada alokasi kinerja dalam pembagian dana desa sejak APBN 2020 dan 2021 yang akan datang. Yang menarik adalah tahun 2021 semakin naik lagi proporsinya untuk alokasi kinerja. Artinya pemerintah pusat arah dan kebijakannya adalah mendorong dana desa bisa dikelola dengan baik”, jelasnya.

Namun demikian, lanjut Roy, ketika sampai ke kabupaten, Pemerintah Kabupaten harusnya menterjemahkan kebijakan pusat. Tetapi yang terjadi adalah sepertinya Pemerintah Kabupaten belum mengakselerasi kebijakan pusat tersebut.

Roy menuturkan, Peraturan Bupati (Perbup) kemudian hanya mengadopsi mentah–mentah Permenkeu yang dari pemerintah pusat. Sejatinya, lanjut Roy, Pemkab harusnya melihat indikator kinerja apa yang diperlukan sebagai tambahan untuk mendorong percepatan tata kelola keuangan desa yang baik.

“Pemerintah pusat menggunakan IDM atau Indeks Desa Membangun sebagai indikator di 2020. Seharusnya Pemkab tambahkan indikator–indikator baru yang memang dilihat penting untuk mendorong tata kelola keuangan desa yang baik. Inovasi kabupaten harusnya bisa dimainkan tetapi belum kelihatan. Ini yang memicu terjadinya korupsi dalam tata kelola APBDes”, tegas Roy.

Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan diskresi pemerintah kabupaten, namun Roy melihat pembagian ADD di setiap kabupaten, cara membaginya masih konvensional, yaitu membagi dana untuk desa dengan alokasi dasar atau merata setiap desa dan gunakan formula.

“Kami menilai pembagian ADD oleh Pemkab hanya mengikuti Kemenkeu saja, padahal Pemkab mempunyai ruang dan diskresi untuk menambahkan indikator kinerja skala desa untuk kepentingan mencegah korupsi dana desa dan APBDes atau meningkatkan kinerja tertentu yang selaras dengan visi misi kabupaten”, ujarnya.

Roy menambahkan, Instrumen–instrumen inilah yang belum terlihat sebagai inovasi kabupaten.

“Karena Pemkab masih memandang desa sebagai kontestasi politik saja. Sehingga kabupaten tidak membina Pemdes secara serius. Kalau ada kades yang bermasalah dan punya relasi politik yang baik dengan Bupati, didiamkan saja oleh Bupati. Inilah yang dapat menyebabkan tata kelola APBDes masih rentan korupsi”, tutup Roy. (Red)

 

 

 

Scroll To Top