Lewati ke konten
Idul Fitri Almalik Pababari Idul Fitri Almalik Pababari

Ketum Almisbat: Kebijakan Perhutanan Sosial Bentuk Kepedulian Jokowi untuk Petani

Ketum Almisbat: Kebijakan Perhutanan Sosial Bentuk Kepedulian Jokowi untuk Petani - Desapedia

Ketua Umum Badan Pengurus Nasional Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (BPN Almisbat), Hendrik Dikson Sirait. (dok)

Jakarta, desapedia.id – Ketua Umum Badan Pengurus Nasional Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (BPN Almisbat), Hendrik Dikson Sirait mengatakan bahwa kebijakan Perhutanan Sosial jelas-jelas merupakan bentuk kepedulian Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap petani.

“Gara-gara kebijakan ini lho, Presiden Jokowi dituduh macam-macam, termasuk difitnah PKI,” kata Hendrik kepada Desapedia.id, di Jakarta, Senin (8/4/2019).

Karena itu, jika ada masyarakat yang masih meragukan manfaat dari kebijakan ini, Hendrik meminta agar mereka melihat langsung ke kelompok tani para penerima manfaat Perhutanan Sosial dan Reforma Agraria yang sedang berjalan. “Lihat bagaimana dengan perasaan para petani dengan program ini,” ucapnya.

Hendrik justru menduga bahwa program Perhutanan Sosial mengalami penolakan dari para petugas Perum Perhutani yang kawasannya dijadikan objek Perhutanan Sosial.

“Silahkan dicek di lapangan, mereka ini sangat anti dengan Pak Jokowi. Makanya tidak perlu kaget, jika disurvei yang namanya ASN (Aparatur Sipil Negara) itu justru lebih banyak yang tidak dukung 01 (Jokowi-Ma’ruf Amin),” katanya. “Reformasi birokrasi yang dijalankan pemerintah saat ini tidak menguntungkan mereka karena mematikan pendaringan mereka,” sambung Hendrik.

Lebih lanjut dia menjelaskan, kebijakan Perhutanan Sosial yg memberikan akses lahan kepada petani di daerah kawasan tanah (hutan) milik negara (Perhutani), yang umumnya terlantar selama 35 tahun, dan bisa diperpanjang adalah kebijakan progresif sebagai bukti keberpihakan pemerintah terhadap petani.

“Petani tidak perlu lagi was-was saat menggarap di kawasan lahan yang di miliki pemerintah melalui BUMN-nya seperti Perhutani. Karena sekarang mereka punya hak. Tapi kebijakan Perhutanan Sosial ini membuat banyak orang senewen karena mereka tidak bisa lagi mengkomersialkan tanah-tanah terlantar yang biasanya disewakan secara ilegal kepada pemodal (swasta), atau setan desa (tuan tanah) di daerah kawasan Perhutani,” bebernya.

Lalu apakah semua persoalan petani sudah selesai? “Memang belum semua. Belum lama ini malah ada kasus penembakan petani. Atau petani dampingan Almisbat yang dikriminalisasi di Cianjur,” jawab Hendrik.

Dari kacamatanya, hal tersebut menjadi bukti bahwa “aparatur jahat” yang berkoalisi dengan pemodal juga masih ada di semua rezim, termasuk rezim Jokowi. “Tugas organisasi semacam Almisbat-lah yang perlu mengadvokasi ini,” ucapnya.

Meski begitu, Hendrik bilang, “Secara jernih kita harus melihat dan saya baru rasakan bahwa Pak Jokowi mempunyai kepedulian untuk merubah nasib petani. Bukan hanya kepedulian, bahkan dia membuat kebijakan progresif semacam Perhutanan Sosial.”

Aktifis 90-an ini juga mengakui, rezim reformasi mulai dari rezim Habibie sampai Jokowi masih kesulitan menundukkan birokrasi. “Problemnya harus kita akui, kita tidak bisa merubah secara radikal, karena 1998 kita memilih reformasi, bukan revolusi,” pungkas Hendrik. (Red)

Scroll To Top