Jakarta, desapedia.id – Posisi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) setelah lahirnya Undang-undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 ini semakin luar biasa dan menjadi jawaban atas persoalan kesulitan akses permodalan. Pasalnya, BUMDes selalu kesulitan karena bukan Badan Hukum sebelumnya.
Dalam Rapat Pleno Diperluas Dewan Pimpinan Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (Depinas SOKSI) pada Rabu (30/12) lalu yang juga membahas soal catatan akhir tahun, SOKSI menyoroti perkembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sepanjang tahun 2020 ini.
Ketua Bidang Pemberdayaan Desa Depinas SOKSI, Iwan Sulaiman Soelasno mengatakan, semangat UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa yang mengatur tentang keberadaan BUMDes sejatinya adalah sebagai lembaga ekonomi yang harus berpihak pada kepentingan ekonomi masyarakat desa melalui kontribusinya dalam penyediaan pelayanan sosial.
“Lahirnya PP tentang BUMDes turunan dari UU Cipta Kerja telah memperjelas keberadaan BUMDes sebagai lembaga komersial yang tetap mengedepankan pemberdayaan masyarakat desa. Sehingga dengan keberadaan PP BUMDes ini semoga dapat mempercepat pendirian BUMDes yang lebih masif lagi, yaitu jumlah BUMDes setara dengan jumlah desa di Indonesia sebanyak 74.953”, tegas Iwan.
Dalam catatan akhir tahun soal BUMDes ini, Ketua Umum Depinas SOKSI, Ali Wongso Sinaga menegaskan, dalam rangka menjamin penguatan ekonomi perdesaan, SOKSI mencatat bahwa pendirian BUMDes masih terbatas sehingga perlu ditingkatkan agar setiap Desa memiliki BUMDES yang kuat sebagai motor penggerak ekonomi perdesaan.
Politisi Senior Partai Golkar ini menambahkan, Untuk jangka pendek kedepan, SOKSI memandang urgensi pembangunan kapasitas (capacity building) para Manajer BUMDes adalah kunci utama keberhasilannya kedepan, karena itu diharapkan Pemerintah dapat segera mendorongnya dalam rangka percepatan pembangunan ekonomi perdesaan kedepan. (Red)