Lewati ke konten

Solidaritas Aktivis dan Organisasi Tani Tuntut Lima Poin untuk Bela Petani Cisaruni Garut

Jakarta, desapedia.id – Sejumlah aktivis dan organisasi tani melakukan pembelaan terhadap Petani Cisaruni, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat terkait sengketa tanah di Kebun Cisaruni PTPN VIII.

Dalam keterangan pers yang diterima desapedia.id, di Jakarta, Selasa (3/1/2023), kelompok yang mengatasnamakan Solidaritas Aktivis dan Organisasi Tani untuk Petani Cisaruni ini menyampaikan lima tuntutannya, yakni:

Pertama, DPRD Garut segera menyampaikan aspirasi kami kepada Bupati Garut selaku Ketua Gugus Tugas Reformasi Agraria (GTRA) untuk menangani dan menyelesaikan sengketa dan konflik agrarian ini dalam ruang lingkup tugas GTRA.

Kedua, berikan Hak Petani Atas Tanah Cisaruni.

Ketiga, meminta stop kriminalisasi petani yang berjuang menuntut keadilan atas hak tanah yang selama ini terjadi ketimpangan penguasaannya oleh pihak perkebunan yang telah juga melahirkan kemiskinan struktural di dalam maupun di area sekitar perkebunan.

Keempat, meminta dilakukan audit investigatif terhadap PTPN VIII Kebun Cisaruni, sebab pihak PTPN VIII telah mengkambing hitamkan petani atas kerugian yang menimpanya, padahal akibat manajemen PTPN VIII sendiri yang buruk.

Kelima, dalam hal ditemukan Korupsi penggunakan dana negara (BUMN) PTPN VIII, kami meminta pihak KPK segera melakukan penyelidikan.

Solidaritas Aktivis dan Organisasi Tani Tuntut Lima Poin untuk Bela Petani Cisaruni Garut - Desapedia

CH. Ambong, Koordinator Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (Almisbat) yang ikut serta dalam kelompok solidaritas ini mengatakan, petani dan tanah tak bisa dipisahkan menjadi satu kesatuan dalam peradaban kehidupan, seperti halnya warga dan negara.

“Petani menjadi penopang stabilitas pangan, tidak semata menjadi sumber kehidupan baginya. Petani tanpa tanah, tidak hanya menyebabkan kemiskinan struktural yang akut, tetapi juga akan menggoyahkan stabilitas perekonomian nasional, khususnya dalam penyediaan pangan nasional,” paparnya.

Sebab itulah, lanjutnya, negara memiliki kekuasaan atas tanah untuk memastikan digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945 Pasal 33 (3), bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Untuk memastikan distribusi tanah untuk rakyat, dibentuklah Undang-Undang Pokok
Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 agar penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria nasional untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat.

“Untuk hal ini Bapak Ir. Joko Widodo selaku Presiden Republik Indonesia secara konstitusional mengejawantahkan UUD 1945 dan UUPA untuk memastikan Sumber daya agraria untuk kepentingan rakyat. Presiden Jokowi pada pada tanggal 24 September 2018 telah menerbitkan Peraturan Presiden RI Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria,” jelasnya.

Secara operasional, dia menilai, Perpres ini tentu untuk maksud membuka akses petani terhadap tanah, untuk memastikan distribusi tanah yang adil, mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah dalam rangka menciptakan keadilan, menangani sengketa dan konflik agraria, menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang berbasis agraria melalui pengaturan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan, memperbaiki akses masyarakat kepada sumber ekonomi, meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan; dan memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup.

“Terhadap ini tentu, Petani Cisaruni Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut merasa berbahagia dan berbangga kepada Presiden Jokowi karena sebelum Perpres ini diterbitkan para petani telah dianggap berkonflik dan bersengketa di tanah Kebun Cisaruni PTPN VIII, dan dengan adanya perpres tersebut terbuka jalan penyelesaian dan penanganan sengketa dan konflik ini,” katanya.

Namun, lanjut CH. Ambong, kenyataannya petani malah dikrimininalisasi, terbukti sejak 05 Agustus 2022 menjadi tersangka dan saat ini ditahan untuk menjalani persidangan.

“Semestinya hal ini tidak terjadi, jika permasalahan ini ditangani dan diselesaikan dalam ruang lingkup reforma agraria, sebab di Kabupaten Garut telah dibentuk Gugus Tugas Reformasi Agraria (GTRA) yang diketuai Bupati. Yang bertujuan salah satunya menangani dan menyelesaikan sengketa dan konflik Petani di Kebun Cisaruni Kecamatan Cikajang,” pungkasnya. (Red)

Scroll To Top