Lewati ke konten

Melihat Lebih Dekat Peran SDGs Centre di Unila, UniB dan Unpar dalam Pembangunan Desa Berkelanjutan

Melihat Lebih Dekat Peran SDGs Centre di Unila, UniB dan Unpar dalam Pembangunan Desa Berkelanjutan - Desapedia

Kawasan Desa Berkelanjutan di Kabupaten Pesawaran

Jakarta, desapedia.id – Keterlibatan Perguruan Tinggi dalam mengatasi masalah yang ada di masyarakat telah diamanatkan oleh dharma ketiga Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu pengabdian kepada masyarakat.

Pemberdayaan dan pembangunan masyarakat desa sebagaimana juga menjadi amanat UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, menjadi salah satu dari pengabdian Perguruan Tinggi kepada masyarakat dan pemerintahan desa. Universitas Lampung (Unila), Universitas Bengkulu (UniB) dan Universitas Katholik Parahyangan (Unpar) selama ini telah mengimplementasikan pengabdiannya kepada masyarakat melalui Sustainaible Development Goals (SDGs) Centre di masing–masing Perguruan Tingginya. Ketiganya mengusung program pembangunan Desa Berkelanjutan berbasiskan pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainaible Development Goals (SDGs).

Dalam diskusi yang digelar oleh Unila pada minggu lalu (29/7), ketiga perguruan tinggi ini menjelaskan soal peranannya dalam pembangunan desa berkelanjutan.

Kepala SDGs Centre Unila, DR Unang Mulkan menuturkan, peran SDGs Centre Unila yang dipimpinnya dalam program pembangunan desa berkelanjutan dilatarbelakangi oleh Desa Berkelanjutan atau Desa SDGs merupakan sebuah gagasan dan praktik baru yang memungkinkan sebuah desa dapat mendukung dan mengkampanyekan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs).

“Dalam konteks Indonesia, mengintegrasikan SDGs dalam rencana pembangunan desa sesuai dengan UU No. 6 Tahun 2014 pasal 78 ayat 1 bahwa pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Ini Relevan dengan TPB nomor 1 dan 8, tetapi kedua tujuan tersebut sesungguhnya berkaitan erat dengan tujuan-tujuan dalam SDGs lainnya”, ungkap Dr. Unang.

Dalam TPG/SDGs, tujuan nomor 1 adalah mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk apapun, sedangkan tujuan nomor 8 mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan tenaga kerja penuh dan produktif serta pekerjaan yang layak bagi semua.

Integrasi SDGs dalam rencana pembangunan desa sesuai UU Desa kemudian diimplementasikan oleh SDGs Centre Unila dengan membangun pilot project atau proyek percontohan di Desa Banding Agung dan Desa Batu Raja, Kecamatan Punduhpidada, Kabupaten Pesawaran, Lampung. Di kedua desa ini, Unang menjelaskan, dikembangkan sebuah kawasan yang disebut Kawasan Desa Berkelanjutan atau SDGs Village.

Dalam Kawasan Desa Berkelanjutan yang masyarakatnya multi etnis mencakup lampung, Jawa, Sunda dan Semendo ini, SDGs Centre Unila bersama masyarakat dan pemerintah desa mengembangkan perikanan ikan air tawar, pembangkit listrik mikro hidro, berbagai potensi alam yang ada, komoditas pertanian dan perkebunan berupa padi, kakao, pala, cengkeh, aren dan jeruk, kemudian peternakan yaitu kambing dan sapi.

Di proyek percontohan ini, masyarakat desa menjalankan berbagai program dan kegiatan tersebut dengan pendekatan grassroot sehingga terbangun solidaritas sosial ekonomi.

“Solidaritas Sosial Ekonomi (SS)E dapat memainkan peran penting dalam realisasi Agenda 2030 dan SDGs dengan mempromosikan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan melalui inovasi dan praktik sosial, kelembagaan dan teknologi yang konkrit dan praktis”, Dr Unang menjelaskan.

Lain halnya dengan inovasi yang dikembangkan oleh SDGs Centre Universitas Bengkulu (UniB). Kepala SDGs Centre UniB, Djonet Santoso menjelaskan, dalam konteks memperjumpakan SDGs dan desa, lembaga yang dipimpinnya mengusung beberapa strategi.

Pertama, mengenali deteil masalah yang ada di desa. Kedua, Data terurai dan terkini untuk mengukur pencapaian indikator, mempromosikan data longitudinal. Ketiga, Penekanan pada penumbuhan inisiatif lokal untuk mencapai SDGs. Keempat, Pengembangan dan penguatan forum kemitraan di tingkat dasar.

Berbasiskan keempat strategi itu, SDGs Centre UniB kemudian membentuk SDGs School Sekolah Lestari.

Sekolah Lestari ini terbuka bagi siapa saja (inklusif) dari luar desa sekalipun dan dilaksanakan secara berkelompok satu kelas. Dalam Sekolah Lestari ini menggugah dan mengembangkan pemahaman, kepedulian, dan komitmen peserta untuk pelaksanaan dan pencapaian SDGs. Selain itu, Sekolah ini juga memperkenalkan kepada peserta tentang best practices perilaku sehari-hari masyarakat desa yang tanpa mereka sadari sudah mempraktekkan SDGs (SDGs-Like).

“Kami memperjumpakan diskusi in-class substansi SDGs dengan belajar out-class berdialog dengan masyarakat desa tentang SDGs-Like dalam kehidupan sehari-hari mereka. Di Sekolah Lestari memberikan pemahaman bahwa Rembug warga desa sesungguhnya memperjumpakan praktek baik mereka sehari-hari dengan komitmen global SDGs, pengembangan SIMDES untuk kepemilikan accurate and real time data desa, merencanakan dan melaksanakan target-target capaian SDGs tingkat desa”, ungkap Djonet.

Dari sekolah Lestari ini, Djonet menambahkan, SDGs Centre UniB kini mempunyai best practice atau pengalaman dan praktik terbaik di Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu.

Di desa Bandung Jaya ini, memiliki Kepala Desa seorang perempuan. Kemudian, aspek transparansi sangat dikedepankan dalam berbagai musyawarah untuk setiap keputusan desa. menurut catatan SDGs UniB, desa ini telah berhasil menurunkan angka kemiskinan desa, mengembangkan pengelolaan air minum dan sanitasi desa, menjalankan pendidikan berkualitas usia dini, mengelola persampahan desa yang dibarengi dengan ketegasan soal denda.

Tak hanya itu saja, Desa Bandung Jaya telah berhasil dalam pengelolaan limbah kopi dan sapi untuk pupuk. Kawasan hutan lindung yang ada didalam desa ini, juga telah dikembangkan kemitraan dalam pengelolaan dan pemanfaatan tanaman.

Untuk menunjang pemberdayaan masyarakat desa, Pemerintah Desa Bandung Jaya kemudian membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang fokus pada ketahanan pangan dan pengembangan ekonomi desa termasuk bermitra dengan desa-desa sekitar untuk produksi kopi terbaik.

Sementara itu, Pakar Kajian BUMDes Unpar, Dr. Theresia Gunawan menjelaskan, peran perguruan tinggi adalah mengimplementasikan konsep Triple Helix yaitu kolaborasi akademisi, kalangan bisnis dan pemerintah untuk melahirkan inovasi.

“Kami mengembangkan Pembangunan Desa Berbasis Data. Program ini membantu desa memiliki dan memahami permasalahan dan potensi yang ada di desa, dikembangkan di 12 desa yang ada di Kecamatan Sukawening, Kabupaten Garut, 6 Desa di Kabupaten Humbang Hasundutan, dan 11 Desa di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Unpar juga membangun kerjasama dengan Desa Sukalaksana dalam bentuk Kuliah Kerja Lapangan (KKL) termasuk memfasilitasi kerjasama bisnis Desa Sukalaksana dengan Chevron, pembangunan tempat wisata Saung Ciburial, mengembangkan paket wisata budaya, dan pipanisasi untuk membantu pendistribusian air bersih. Bersama–sama kami juga mendeklarasikan Desa Anti Korupsi”, jelas Dr. Theresia. (Red)

Scroll To Top