Tideng Pale, desapedia.id – Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kalimantan Utara, Dr. Felix Joni Darjoko mengungkapkan beberapa isu strategis dan tantangan BPKP dalam melakukan pengawasan internal terhadap desa.
Hal itu diungkapkan Dr. Felix Jono Darjoko saat menjadi narasumber dalam kegiatan “Workshop Evaluasi Pengelolaan Keuangan dan Pembangunan Desa 2023: Merajut Akuntabilitas untuk Belanja Desa Berkualitas” yang diadakan oleh BPKP Perwakilan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) pada Senin (11/9/2023) lalu di Tideng Pale, Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara.
Menurut alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada ini, sejumlah isu strategis tersebut antara lain pertama soal revisi, penguatan, dan sinkronisasi serta juknis regulasi. Kedua, terkait akuntabilitas keuangan dan aset desa mulai dari perencanaan sampai dengan pertanggungjawaban.
Ketiga, soal wilayah, batas, pemerintahan desa yang berada di kawasan hutan, daerah konservasi dan sengketa.
Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Kaltara ini melanjutkan, isu strategis keempat yaitu soal kapasitas SDM aparatur desa. Felix mendorong perlunya penguatan SDM aparatur desa.
Kelima, kurangnya pendampingan dan fasilitasi dalam pengembangan potensi desa. Keenam, soal database pendukung program pemerintah seperti perlindungan sosial (perlinsos), ketahanan pangan dan lain – lain. Felix mengatakan data base ini perlu dilakukan pencocokan dan validasi.
Isu strategis ketujuh, yaki soal infrastruktur fisik dan infrastruktur teknologi informasi. Sedangkan kedelapan soal pengaduan masyarakat dan tindak pidana korupsi desa.
Felix Joni Darjoko mengungkapkan, ada beberapa tantangan yang selama ini dihadapi oleh BPKP dalam menjalankan pengawasan internal kepada desa. Menurutnya, tantangan pertama adalah masalah rentang kendali 75.265 desa dengan beragam kondisi yang ada. Kedua, terkait sumber daya pengawasan.
“Jumlah Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) hanya 19 persen dari kebutuhan dan anggaran terbatas, ungkapnya.
Tantangan ketiga, Felix mengatakan terkait soal data untuk pengawasan yang sulit, tidak tersedia dan tidak valid. Keempat, tantangan di kepatuhan implementasi SISKEUDES dan SISWASKEUDES.
Kelima, permasalahan pada sinergi dan kolaborasi Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam pembinaan, pengawasan dan pemberdayaan. Keenam, tantangan dalam membangun sistem dan interoperabilty data dan informasi. (Red)